"Bruuuk,huft maaf" Diandra menyadari dia menabrak seseorang dan langsung meminta maaf meski belum melihat wajah orang tersebut.Namun dari aroma parfumnya tampak tidak asing baginya.Diandra hampir kehilangan keseimbangan,karena saat itu dia memakai sepatu hak tinggi dan itu tidak terbiasa untuknya.Diandra mendongakan wajahnya untuk melihat orang tersebut dan dia langsung mengenali siapa yang menabraknya."Dokter.....!" "Evaaaan".Evan mengoreksi,"kamu belum sempat jadi pasienku,jadi tidak perlu memanggilku dokter".Evan mendengus kesal.
"Oh ok"Diandra mengangguk setuju tanpa perlawanan."Apa kau baru menghadiri acara pertunangan dibalroom?" "hehem"Diandra mengangguk."Bagaimana kau tahu?" "Dandananmu,Laki laki pengecut,mengapa menghancurkannya disaat terakhir". "Bagaimana kau tahu,aku sahabat dari mempelai wanita namun aku tidak tau apa apa".Diandra mengeluh kecewa."Alexa adalah anak dari sepupu papaku".Evan menjawab singkat
"Sungguh".Diandra bertanya sambil mendongakan wajah mungilnya,Evan tidak menjawab,mata mereka saling beradu pandang,hati Diandra berdesir dia merasakan sesuatu yang aneh yang tidak pernah dia rasakan pada laki laki lain meski diposisi yang lebih intim dari ini.Wajah mereka berdua merona,Diandra memalingkan wajah,"kurasa aku harus pulang".Diandra berusaha mengalihkan.
"Bisa kamu memberikan tumpangan?"Evan bertanya sedikit memohon."mobil mu?" "Aku datang bersama papa,namun dia masih harus tinggal". "Baiklah"Diandra menyetujui.Evan melongo,dia tidak percaya reaksi Diandra begitu mudah,biasanya gadis ini senang mempersulitnya,Evan bergumam setengah tak percaya.
Setelah membuat kesepakatan,akhirnya mereka berdua kembali menaiki lift menuju lantai dasar.Baru sekitar dua menit tiba tiba terdengar suara bruk,lift mati,Diandra sedikit panik,Diandra langsung meraih tangan Evan dan meremasnya.Evan sedikit bingung menanggapi itu,Evan tidak mengerti jika Diandra sedang ketakutan.Diandra masih sedikit tenang namun saat lampu dan ac didalam lift mati Diandra sudah tidak dapat menahan rasa takutnya.Diandra spontan memeluk Evan,memeluknya sangat erat hingga dia meremas dan menarik jas bagian belakang Evan.Evan masih bingung apa yang terjadi dengan gadis ini,karena reaksi Diandra terlalu berlebihan untuk kondisi seperti saat ini.Tapi Evan sangat senang dengan keadaan ini.
Tiba tiba Evan merasakan kemejanya basah dan semakin basah,Diandra masih belum bersuara,Evan mulai curiga apa lagi Diandra sama sekali tidak mau melonggarkan pelukannya.Evan mengambil ponsel disaku celananya dan mulai menyalaksn senter lalumengarahkannya kewajah Diandra.Evan sangat terkejut dengan apa yang dilihatnya,wajah Diandra basah karena berkeringat,itu juga bercampur dengan air mata yang terus menetes ditambah lagi darah mengalir dari dalam rongga hidung Diandra.Kini justru Evanlah yang panik,rasa senangnya berubah menjadi khawatir.Evan mencoba melepaskan pelukan Diandra dan mendudukan gadis itu dilantai lift,mengambil sapu tangan disaku kemejanya dan mulai membersihkan wajah Diandra.
Yang membuat Evan bingung,gadis ini hanya diam,tatapan matanya kosong namun menyiratkan ketakutan yang luar biasa.
"Ra apa kamu phobia" Evan mencoba menebak,namun Diandra tetap tidak bergeming,tubuhnya mulai menggigil Evan pun makin khawatir.
Kemungkinan besar Diandra phobia,namun reaksinya terlalu berlebihan,apa ada yang salah dengan gadis ini,Evan mulai berpikir keras.