webnovel

Terbongkar

Keesokan harinya di kediaman keluarga Adijaya, Luis bangun terlambat hari ini. Luis bergegas masuk ke kamar mandi, dia tidak ingin terlihat kucel di depan Winda. Setelah beberapa menit Luis keluar dari kamar mandi memakai handuk kimono berwarna putih dengan lis berwarna abu-abu gelap di setiap tepinya sambil mengacak-acak rambutnya yang masih basah.

Kyaaaaa!

Luis langsung mengangkat kepalanya, kemudian dia tertawa kecil melihat respon yang ditunjukkan oleh Winda. Beberapa menit yang lalu saat Luis masih di dalam kamar mandi, Winda sudah datang dan disuruh menunggu di dalam ruangan oleh Niko.

Luis terpikir untuk menggoda Winda, Luis berjalan mendekati Winda yang masih menutup matanya dengan tangan.

"Winda, kamu sudah datang" bisik Luis di telinga Winda.

"Apa yang coba kamu lakukan? stop, jangan mendekat" ucap Winda seraya melangkah mundur, tapi kakinya malah terantuk kursi dan jatuh kebelakang. Dengan sigap Luis menahan tubuh Winda yang akan jatuh, Luis merangkul pinggang Winda.

"Aaaahh ..." jerit Winda yang terkejut dirinya jatuh ke kejengkang..

Untuk beberapa saat pandangan mereka berdua bertemu, Luis nampak cool dan menawan saat rambutnya basah, perlahan Luis mendekatkan wajahnya ke Winda yang nampak menarik pagi ini. Winda pun terbawa suasana karena terpesona oleh pesona Luis. Kini hanya tinggal beberapa inci jarak diantara mereka.

Tes ...

Setetes air dari rambut Luis jatuh tepat di mata Winda, seketika Winda tersadar dan mendorong tubuh Luis. Keduanya kembali berdiri tegap dan saling menunjukkan rasa canggung.

"Ehm...Sebaiknya kamu pakai baju terlebih dulu." kata Winda.

"Apa kamu merasa terganggu?".

Winda hanya terdiam karena tidak tahu harus menjawab apa, pipi Winda memerah. Sepertinya Luis bisa mengartikannya.

"Ganti perbannya dulu, sembari Aku berpikir untuk pakai baju apa yang cocok" ucap Luis tersenyum jail.

Jelas sekali Luis mau menggoda Winda. Luis sangat suka bersikap jahil ke Winda, bagi Luis melihat ekspresi pipi Winda yang memerah membuat dia bahagia.

Satu jam kemudian Luis sudah rapi berpakaian santai untuk dirumah. Setelah sarapan Luis meminta Winda untuk melakukan terapi lebih awal sebab siang nanti dia ada meeting di luar. Waktu terapi dan latihan berjalan Luis menggunakan kesempatan ini untuk mengobrol lebih akrab dengan Winda. Winda pun menggunakan kesempatan untuk bertanya sesuatu hal yang selama ini mengganggu di benaknya.

"Ehm ... Luis, bolehkan Aku bertanya? tapi kamu harus jawab jujur" tanya Winda mulai terbiasa berbicara non formal.

"Tanyalah" kata Luis.

"Apa salahku sehingga kamu selalu mempermainkanku" tanya Winda serius.

"Aku tidak paham arah pertanyaanmu" ucap Luis bingung.

Winda mulai menjelaskan apa yang dia maksudkan, yaitu dari awal kejadian di kamar satu vip. Kenapa tiba-tiba tanpa mereka saling megenal sebelumnya Luis melakukan hal itu, kemudian dia disuruh jadi perawat pribadi untuk pasien yang luka tidak begitu parah, dan tadi Luis menolongnya saat akan jatuh.

"Kamu berbohong dengan berpura-pura tidak mampu berjalan tanpa bantuan, benarkan? Seharusnya tadi kakimu masih sakit saat menolongku waktu akan jatuh?" Winda bertanya bertubi-tubi.

"Ah, kamu cukup pintar rupanya. Tidak mudah membohongimu" Luis tidak bisa mengelak lagi. "Aku hanya butuh alasan agar bisa mendekatimu" kata-kata Luis tulus.

Winda menatap Luis dengan terkejut, dia tidak terpikir sedikit pun jika Luis akan berkata demikian.

Niko mendekat saat suasananya begitu canggung, memberitahukan bahwa ada panggilan dari Nona Lisa. Luis segera menerima ponsel yang diberikan Niko dan mulai berbicara dengan Lisa. Ternyata Lisa sudah kembali ke malaysia pagi-pagi buta saat Luis belum terbangun dari tidurnya. Lisa hanya berpesan dalam panggilannya agar Luis segera memikirkan tentang apa yang kemarin malam mereka bicarakan.

Fiuuh ... Luis bernafas lega setelah menutup pembicaraannya dengan kak Lisa di telepon. Akhirnya bisa bebas juga dia dari nenek sihir. Semua kendali kembali ke tangannya.

***

Pagi ini di parkiran Rumah Sakit Kencana Medika sebuah mobil berwarna merah terparkir tidak jauh dari departement IGD. Ari keluar dari departement tersebut selepas jaga malam. Jesika segera menghubungi nomor ponsel Ari setelah melihat Ari berjalan menuju parkiran. Jesika mengisyaratkan Ari untuk masuk ke mobilnya. Ari terkejut, ini kali pertama Jesika menemuinya di Rumah Sakit setelah mereka resmi memiliki hubungan.

Saat Ari dan Jesika mengobrol dan sesekali berciuman, Intan melihatnya dari kejauhan, awalnya dia hanya melihat arah Ari pergi sebab dia heran karena Ari menuju mobil lain, bukan mobilnya sendiri. Kemudian Intan malah memergokinya sedang bermesraan di dalam mobil bersama wanita lain.

Jesika meminta Ari untuk menemaninya jalan-jalan, bahkan Jesika tidak mengizinkan Ari untuk pulang kerumahnya walau sekedar untuk berganti baju. Jesika lebih suka membelikan Ari baju baru sekaligus jalan-jalan di butik dan makan siang bersama.

"Temani Aku ya sayang? Aku butuh udara segar, bisnis Orang tuaku sungguh membuatku lelah. Mau ya ... please ..." jesika merayu.

Ari pun menyetujui keinginan Jesika sebab akan selalu ada keuntungan di baliknya. Ari senang menemani Jesika kemanapun meski wanita itu agak cerewet, tapi setidaknya Ari tidak pernah mengeluarkan uang sedikitpun, justru dia bisa dapat banyak uang darinya.

***

Winda merasa bosan di rumah itu, tidak banyak yang bisa dia kerjakan. Meskipun melelahkan karena banyak pekerjaan tapi Winda lebih suka tugas di Rumah Sakit. Tiba-tiba ponsel Winda berbunyi, panggilan dari Intan.

"[Nda, kamu tau apa yang Aku lihat pagi ini?]" tanya Intan.

"Mana Aku tau, kan Aku tidak bersamamu, dasar aneh" balas Winda.

"[Aku lihat Ari di jemput seorang wanita, bahkan mereka cipika cipiki di mobil, kemudian entah pergi kemana]" lapor Intan.

"Mungkin itu sepupunya, sudah ah Aku masih di tempat kerja nih" Winda segera menutup panggilan dari Intan.

Hari sudah siang, Luis memutuskan untuk pergi meeting dengan Niko, dia mengurungkan niatnya untuk mengajak Winda turut serta dalam meeting siang ini sebab meeting kali ini begitu penting dan akan memakan waktu lama, Luis merasa kasihan jika Winda harus berada di sampingnya mematung untuk beberapa jam, itu pasti sangat membosankan. Jadi Luis lebih memilih pergi bersama Niko, tapi Winda tetap di rumah dan tidak boleh pulang sebelum jam kerjanya habis.

Luis sudah pergi bersama Niko, Winda teringat kata-kata Intan tadi, Winda memutuskan untuk keluar menemui Ari di rumahnya, Ari pulang dinas malam, pasti dia sedang tidur saat ini, batin Winda.

Dia ingin membuktikan laporan Intan, sebab sahabatnya itu sering jail juga. Winda merasa tidak masalah untuk pergi keluar sebab tadi Luis bilang meetingnya akan lama. Empat puluh lima menit kemudian Winda sudah sampai rumah Ari tapi tidak ada orang, pintu rumahnya masih terkunci.

"Berarti Ari belum pulang, kemana dia pergi? Apa mungkin benar yang dibilang Intan? Siapa wanita yang bersama Ari? Mungkinkah itu sepupunya yang datang berkunjung?" gumam Winda.

Sementara itu di jalan tidak jauh dari rumah Ari. Jesika dan Ari dalam perjalanan pulang.

"Masih jauh lagikah rumahmu Sayang ...?" tanya Jesika manja.

"Satu gang lagi sampai."

"Uhm ... nanti Aku mandi di tempatmu ya? hari ini begitu panas ..." ucap Jesika sambil mengipas dadanya yang sedikit terbuka karena memang model bajunya yang seksi. Jesika sedikit melirik ke Ari yang fokus menyetir mobilnya.

"Ah, kamu juga membuatku panas sayang" Ari menyeringai.

"Hahaha ..." Jesika tertawa puas bisa menggoda Ari.

Mereka berhenti di depan rumah Ari, sebuah rumah yang tidak begitu besar namun mempunyai pagar yang tinggi dan tertutup sehingga tidak terlihat dari jalan. Ari pun mengajak Jesika masuk ke rumahnya, Jesika pun merangkul lengan Ari dengan manja.

Saat akan masuk, Ari heran karena melihat pintu pagar rumahnya yang sedikit membuka.

Siapa yang datang? kata Ari dalam hati.

Kunjungi karya lain saya:

-Love changes direction ( cinta mengubah haluan)

-Aiko

-Saudagar termuda.

Silakan beri Review saat kalian mengunjunginya. saya akan bersemangat untuk melanjutkan ceritanya.

Terima kasih atas dukungan kalian.

Pena_aQuinacreators' thoughts
Chương tiếp theo