Di pagi yang cerah dengan matahari yang menembus jendela kamar. Dua insan yang saling berpelukan itu terbangun di saat yang bersamaan.
"bagaimana tidur mu?" tanya ilham saat melihat istrinya mulai membuka mata dan menampakkan mata coklat bening sejernih embun pagi.
"seperti biasa jika ada kau" tubuh mungil itu merangsek membenamkan wajahnya di dada bidang ilham. Mencari ketenangan di dalamnya.
Ilham akan beranjak ke kamar mandi tapi tak ingin mengecewakan istrinya, ilham membalas dengan mempererat pelukannya. Menumpukan dagunya di puncak kepala wanita pujaannya itu. Tidak tahu seberapa sering ia memeluk tubuh itu tetap saja tak akan mencapai rasa puas di hatinya.
"apa aku boleh menanyakan sesuatu?" tanya ilham
"Mmm. Katakan" meri masih membenamkan wajahnya, merasa nyaman pada posisinya saat ini di pelukan hangat suaminya.
"ini terkesan aku kenak-kanakan, tapi aku selalu ingin menanyakannya" ilham memberi jeda sejenak. "antara aku dan andre mana yang lebih kau pilih?" pertanyaan itu akhirnya terucap dalam satu kali tarikan nafas.
Bukan kata-kata yang menjadi jawaban, meri menengadahkan wajahnya memberikan ciumannya pada bibir merah delima yang selalu memangsanya itu.
"kau sudah dapat jawabanmu" ujar meri.
"Mmm.. Aku hanya ingin memastikan saat ada masalah nanti antara aku dan andre, kau akan tetap bersamaku dan aku akan tetap percaya pada istriku"
"aku sebenarnya tidak ingin membuat masalah lagi dengannya. Bahkan untuk menemuinya aku juga tidak mau. Tapi karena suamiku berjanji akan membelaku dan melindungiku, maka aku akan mengalah" kata meri dengan nada manja di akhir kalimatnya.
"gadis pintar" puji ilham "aku sangat beruntung di berikan istri secantik dan sebaik ini. Kau separuh nafasku. Aku hanya akan meminta satu wanita cantik lagi untuk melengkapi hidupku dan melengkapi separuhnya"
"apa kau berniat poligami?" tanya meri yang di ikuti tatapan heran dari lawan bicaranya. "kau mengatakan butuh separuh lagi untuk melengkapi hidupmu bukankah itu artinya kau mau mencari wanita lagi" lanjut meri
"Mmm, aku mau satu lagi wanita yang cantik, cerdas dan imut tapi ku harap otaknya sepertiku" goda ilham
"aaaa. Tidak boleh" meri menggoyang-goyangkan tubuhnya seperti perahu terombang ambing di lautan kemudian memeluk suaminya erat. "aku akan mengebirimu kalau berani mencari wanita lain lagi" ancam meri masih dalam pelukan ilham.
"apa kau sudah tidak butuh dengan apa yang akan kau kebiri.. Aww" ilham meringis karena perutnya di cubit oleh singa betina yang kini sedang meringkuk tak ingin di lepaskan. "maksudku wanita itu seorang tuan putri dari rahimmu. Bukan hanya satu, jika kau mau memberiku dua, tiga atau lebih maka itu lebih baik lagi"
"apa kau pikir melahirkan seperti orang buang angin. Rasanya seperti 27 tulang patah bersamaan. Aku juga bukan pabrik yang bisa membuat produk sesuai keinginan. Bagaimana kalau satu putri dan satu putra. Junior akan kesepian jika tidak memiliki saudara laki-laki" meri memprotes sekaligus memberi saran.
"junior sudah cukup. Dia memang bukan dari benihku tapi aku yang menjaganya mulai dari umur sehari ia di rahimmu. Aku tidak mau apa yang aku dan andre rasakan juga turut di rasakannya. Jadi satu putra yaitu junior dan sisanya perempuan terserah kau mau dan mampu berapa"
Meri berpikir sejenak sebelum menjawab "aku merindukan jeni"
"kakak junior maksudmu?" ilham pernah mendengar bahwa meri memberi nama jeni pada putri pertamanya yang meninggal karena pendarahannya waktu itu.
"Mmm, aku tidak melihatnya waktu itu. Tapi aku yakin dia sama sepertiku. Aku benar-benar merindukannya saat membayangkan akan memiliki anak perempuan lagi" mata bening itu mulai berkaca-kaca.
Penyesalan terbesar meri bukanlah karena ia tidak bisa melihat putrinya tapi betapa bodohnya ia yang masih berlari saat mendengar suara andre tanpa memperdulikan keadaan kandungannya.
"jangan terlalu di pikirkan. Saat kita punya anak perempuan, akan aku beri nama jeni agar kita tidak lupa pada pengorbanan kakak junior yang harus pergi demi melindungi adiknya"
"aku setuju" kata meri
"setuju apa?"
"setuju memberi nama jeni untuk putri kecil kita nanti" jawab meri mantap.
"bagus, kalau begitu ayo buat sekarang. Untuk bisa cepat punya anak, kita harus lebih sering melakukannya bukan" ilham mulai berbalik menindih tubuh meri.
"ilmu dari mana itu? Orang hamil bukan dari seberapa sering ia berhubungan tapi tergantung pada apa sperma bisa menembus sel telur"
"begini, sel sperma laki-laki itu lebih cepat sampai ke sel telur dari pada sel sperma jenis kelamin perempuan. Ada perbedaan dua hari. Jadi jika kita memberi jarak sehari saja dalam berhubungan badan, itu akan semakin lambat. Dan lagi, tidak semua air sperma yang masuk bisa mencapai sel telur. Kita setidaknya harus menaikkan peluang bagi sel sperma perempuan untuk bisa lolos" ilham mebuat penalaran logis yang terdengar masuk akal.
"itu teori pria mesum dan maniak seks" kata meri "menyingkir, aku mau mandi. Kita akan terlambat ke bandara"
Patuh pada perintah istrinya, ilham membiarkan meri bangun dan segera bersiap-siap untuk berangkat ke bandara.
Meri menggenggam erat tangan junior saat berada di bandara dan ilham sibuk mengurus barang-barang bawaan mereka.
Di dalam jet pribadi yang di sewa rido, ketiganya duduk bersantai di tempat masing-masing. Semuanya fokus pada buku bacaan masing-masing. Suasana hening dan merupakan suatu kelangkaan saat ketiga makhluk tenang yang berubah cerewet itu berkumpul.
"dadi, aku memiliki sebuah teka-teki" junior menjadi yang pertama memecah kebisuan.
"apa?"
Tak hanya ilham yang serius mendengarkan tapi meri pun turut antusias ingin mendengar.
"begini. Kau sedang tidur, kemudian ibu datang mengetuk pintu membawa sarapan. Ada nasi goreng, roti tawar, setoples selai dan segelas susu. Pertanyaannya, apa yang lebih dulu kau buka?"
Meri berpikir keras begitu pula ilham. Jawabannya secara spontan tentu pintu, mata atau tutup toples, tapi mengingat kecerdasan putranya ilham merasa jawabannya tidak mungkin semudah itu.
"membuka mata" jawab meri
"salah" ujar junior sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
"ckckck.. Anakmu itu bukan anak TK yang akan membuat pertanyaan dengan jawaban segampang itu" ledek ilham.
"aku hanya berpikir dia tetap masih anak polos" kilah meri. "kalau begitu katakan jawabanmu"
"membuka pikiran" jawab ilham
"salah" ujar junior lagi sambil menggelengkan kepala.
"pfuth, kau tidak lebih baik dariku oke" ledek meri membalas suaminya
"kalau begitu katakan. Dadi yakin itu bukan pintu atau toples selai. Jadi apa?" tanya ilham.
"membuka hati" jawab junior dengan senyum mengembang dan tangan yang memegang bagian tengah dadanya seolah menunjukkan bahwa hati ada di dalam sana.
"hati?" meri dan ilham sama-sama tidak mengerti.
"Mmm, hati. Aku membaca bahwa segala sesuatu perbuatan berasal dari niat dan niat berasal dari hati. Lagi pula otak manusia merespon lambat dan berada pada kemampuan yang paling rendah saat baru bangun tidur. Jadi hati lah jawabannya" junior menjelaskan jawabannya.
"ku rasa cuma dia yang kepikiran tentang hal itu" ujar meri kepada ilham.
"kita tetap akan kalah melawannya" kata ilham kembali fokus pada bacaannya. Dalam hati ia tersenyum mendengar jawaban cerdik dari putranya itu. Menghadapi anak jenius memang sulit.
Saat jet pribadi itu menyentuh landasan daratan, ketiganya turun dengan perasaan senang. Akhirnya mereka kembali ke negara mereka lagi.
Di depan bandara sudah ada rido yang menunggu bersama syasya istri rido.
"kakak, bagaimana kabarmu?" meri memeluk rido dan syasya bergantian.
"baik. Bagaimana perjalananmu?" syasya menimpali.
"lancar berkat kak rido. Kakak ipar perkenalkan ini ilham. Suamiku" meri memperkenalkan ilham kepada ipar barunya itu karena hanya syasya yang belum pernah bertemu ilham.
Sapaan itu berakhir dengan cepat dan mereka masuk ke dalam mobil dengan rido sebagai pengemudi, meri ilham dan junior di kursi belakang. Syasya tentu saja berada di kursi penumpang depan di samping suaminya.
Di rumah sudah ada keluarga yang menunggu kedatangan mereka. Kedatangan kali ini tidak di sembunyikan hanya saja penggunaan jet pribadi sangat penting agar andre atau siapapun tidak mengetahui di mana meri selama ini.
Kembali ke rumah dengan sambutan hangat dari seisi rumah membuat meri terharu. Dia merindukan ayah dan ibunya yang dalam setahun hanya bisa melihatnya melalui telfon video.
"bagaimana perjalananmu?" tanya ayah meri.
"lancar" jawab meri. "ayah, ilham kembali bersamaku. Aku takut ayah akan marah jadi aku tidak mengatakannya lebih awal dan ingin mengatakannya langsung"
"ayah tidak ada masalah dengannya. Lagi pula paman anton dan bibi lusi mu adalah orang tua asuhnya, jadi pada dasarnya kita tetap akan menjadi keluarga" ayah meri sangat ramah kepada ilham. Ia tahu kasus penculikan itu sejak lama tapi meri baru menuntutnya saat setengah ingatannya kembali.
Dia tahu ilham anak baik hanya takdir anak dan menantunya yang terlalu rumit hingga masalah tak juga berhenti menerpa. Beruntung rido mendapatkan solusi terbaik dengan menghukum keduanya kemudian memutuskan agar meri menghilang sembari menunggu suaminya kembali menebus kesalahannya yang lalu.
"aku tidak melihat kak randi dan kakak ipar" meri menyisiri ruangan itu dengan matanya.
"mereka ke jogja untuk berlibur" jawab ibu meri. "junior tidur di kamar uncle dedi saja ya?" bujuk wanita tua yang selalu merindukan cucu tertuanya itu.
"oke oma" ujar junior.
"dia bersikeras mengganti panggilan kakek dan nenek dengan panggilan opa dan oma. Lebih simple" meri menjelaskan perubahan panggilan junior kepada ibu meri.
Karena malam sudah larut, meri dan ilham menuju kamar mereka dan junior tidur di kamar dedi bersama dani. Dedi saat ini masih berada di california karena mendapat proyek sebagai arsitek bangunan perkantoran di sana. Sementara dani sengaja pulang karena ujian final di kampusnya telah selesai hanya menunggu nilainya keluar.
"meri, apa kau lelah?" tanya ilham.
"sedikit. Ada apa?"
"aku...."