"andre bangun" meri menggoyangkan tubuh suaminya itu dengan keras.
Dia terbangun dalam keadaan masih menggunakan infus padahal andre sudah mengatakan akan melepasnya saat satu botol cairan itu habis. Dia bisa saja melepasnya sendiri tapi ada sesuatu yang menahannya untuk bangun. Tangan andre melingkari pinggangnya dengan erat hingga meri kesulitan bergerak.
Meri terus berteriak membangunkan andre. Suaminya itu begadang semalaman untuk menjaganya, karna itulah dia sangat sulit di bangunkan terlepas dari itu sudah kebiasaannya.
Mata indah itu akhirnya terbuka, menangkap wajah cantik di hadapannya. Wajah yang sudah tidak nampak pucat lagi.
"apa infusmu sudah habis?" tanya andre
"mengapa tidak mencabutnya semalam. Bukankah kau sudah mengatakan akan mencabutnya setelah infusku habis?"
Andre menggelengkan kepalanya tanda tidak pernah mengatakan hal itu. Yang dia ingat adalah ia meminta meri untuk tidur dan berjanji akan tidur setelah infusnya habis.
Infus itu hanya tinggal sedikit tapi meri memaksa untuk melepasnya saat itu juga.
"mengapa tidak melepasnya sendiri. Kau kan mahasiswa kedokteran, kau pasti tahu cara membukanya"
"aku tidak bisa bangun dan mengambil kasa steril untuk menekan bekasnya. Jadi bangun dan lakukan untukku"
Alis hitam tebal andre berkerut mendengar meri tak bisa bangun hanya untuk mengambil kasa yang berada di meja belajarnya. Wajah putih meri merona menerima tatapan itu.
"emm sepertinya aku mengotori tempat tidur. Bisakah kau lepaskan ini secepatnya karena aku harus membersihkan diriku"
Andre menyibakkan selimut yang menutupi mereka dan mendapati noda merah di seprai yang berada di sekitar tempat tidur meri. Andre segera bangkit untuk melepaskan infus dari tangan meri.
Wajah merona itu masih sangat jelas di pandangan andre. Istrinya itu tampak lucu saat memasang wajah seperti itu. Padahal andre secara pribadi tidak merasa hal yang terjadi adalah sesuatu yang memalukan. Walau bagaimanapun, meri adalah seorang wanita yang sudah sepatutnya mengalami menstruasi.
Apa yang terjadi sepertinya di luar dugaan meri, ia mungkin saja terlalu banyak bergerak atau mungkin saat periode itu, meri memang mengeluarkan darah dalam jumlah banyak. Selama itu di batas wajar, andre tak terlalu ingin mengkhawatirkannya. Istrinya seorang mahasiswa kedokteran yang cerdas, dia hanya mengkhawatirkan sesuatu yang tidak perlu jika panik dengan keadaan meri saat ini.
Istrinya itu sudah pasti bisa mengatasi masalah itu sendiri, tapi karena meri masih terlalu lemah setelah semalaman mengalami mual muntah, andre berniat membantunya membereskan kekacauan itu.
Setelah melepaskan jarum infus dan memberi kasa steril di tangan meri untuk menekan bekas jarum. Andre menatap meri dengan senyum yang akhir-akhir ini nyaris hilang dari wajahnya.
"apa yang kau lihat?" meri balas menatap andre.
"wajah istriku. Berapa hari lagi periode mu selesai?"
Jantung meri berdetak bergemuruh berlomba dengan kedipan matanya seakan tak percaya maksud dan pikiran andre.
"masih empat hari lagi"
"oke, biar ku bantu" andre terlihat sangat antusias mendengar jawaban itu.
Belum sempat meri menanggapi ucapan itu, ia sudah berakhir di pelukan andre yang mengangkat tubuhnya ke kamar mandi. Setelah membawa meri ke kamar mandi andre berbalik dan kembali dengan seprai dan selimut yang terkena noda merah.
Sambil tersenyum andre memerintahkan meri melepas pakaiannya.
"mengapa aku harus melepas pakaianku?"
"jangan berpikir mesum, aku memintamu melepasnya karena itu harus di cuci atau bekasnya tidak akan hilang nanti"
Sedikit terkejut dengan ucapan andre dan malu dengan pikirannya yang menganggap andre akan melakukan sesuatu yang tidak pantas.
"keluarlah. Aku sendiri yang akan mencuci pakaianku"
Setelah lelah berdebat, andre mengalah dan mempercayakan tugas mencuci kepada meri. Dia keluar untuk memberi ruang bagi istrinya itu untuk membersihkan diri.
'dia langsung berubah setelah mengeluarkan racun di hatinya semalam' batin meri.
Meri keluar setelah hampir satu jam membersihkan diri dan mencuci seprai dan selimut serta pakaiannya. Dia nampak kelelahan tapi berseri-seri melihat kamarnya sudah bersih dengan bedcover berwarna biru langit yang terbentang di ranjangnya.
"dia selalu menggunakan warna kesukaannya" meri masuk ke tempat wardrobe dan menggunakan pakaian formal dengan kemeja serta rok selutut.
Aroma masakan tercium kuat saat meri keluar dari kamarnya dan melangkah mendekati dapur. Suaminya sedang sibuk membuat sarapan untuk nya.
"apa hari ini kau tidak ke kantor?"
Melihat andre masih belum mandi dan menyibukkan dirinya di dapur, meri merasa perlu menanyakan hal itu.
"ini masih terlalu pagi. Aku masih sempat tidur denganmu jika saja lampu masih berwarna hijau" goda andre.
"hahaha, maaf tuan. Hari ini hingga empat hari ke depan, anda harus berpuasa. Aku juga belum berniat memberimu kemudahan setelah apa yang ku dengar semalam"
Hanya sebuah senyuman yang menjawab perkataan meri. Andre merasa itu bukan sebuah larangan tapi lebih kepada tantangan. Meri tidak pernah berkata seperti itu pada saat ia dalam kondisi baik untuk berhubungan karena ia tahu andre tidak akan menahan diri.
Ada baiknya periode haidnya datang saat masalah dengan suaminya muncul dan baru akan mereda. Karena akan canggung baginya jika andre memaksanya walaupun hal itu tak pernah terjadi. Dia hanya merasa aneh jika berhubungan fisik tapi hati dan pikirannya masih dipenuhi kemarahan.
Menundanya adalah sesuatu yang tepat dan sudah seharusnya ia lakukan. Andre tidak akan mengganggunya untuk beberapa hari ke depan karena periode haidnya dan itu membuatnya sedikit lega.
Meri membantu menata peralatan makan sambil menunggu masakan andre matang. Dia duduk sambil menatap layar ponselnya dan secara kebetulan berdering.
📞"halo maria"
📞"apa kau sudah melihat kabar menggemparkan di internet?" maria langsung menjejalinya pertanyaan seakan tak sabar memberi tahu meri semua yang terjadi.
📞"aku belum sempat. Ada apa?"
📞"bukalah sendiri. Ini tentang megan dan masa lalunya"
Meri menatap andre yang masih sibuk dengan masakannya. Ia langsung menutup telfonnya dan segera membuka Internet untuk mencari apa yang di maksud oleh maria.
Kabar mengenai masa lalu megan sebagai simpanan pria tua bangka dan sebagai wanita perusak rumah tangga tersebar luas di internet. Tak hanya itu, kabar bahwa dia menggunakan relasi untuk bisa memperoleh kontrak di boston serta menyewa sebuah apartemen mewah atas nama lelaki simpanannyapun terkuak.
Berbagai komentar pedas dan makian tertulis di tiap laman itu.
Perasaan meri berkecamuk antara senang, penasaran dan khawatir. Dia segera menghubungi rido untuk menanyakan keadaannya.
📞"kakak, apa kau baik-baik saja?"
📞"Mmm, aku baik-baik saja. Kau pasti sudah melihatnya. Dia pantas mendapatkan itu"
Ada nada kemarahan dan kekecewaan di setiap ucapan rido. Meri menjadi merasa kasihan mendengar suara kakaknya yang terdengar tidak bersemangat.
📞"masih banyak yang lebih baik dari dia. Jangan memikirkannya lagi, dan jangan pergi mabuk-mabukan. Kirimkan padaku nomor telfon yuda sekarang. Jaga dirimu" meri menutup telfonnya dan menunggu pesan dari rido.
Setelah mendapat nomor ponsel yuda, meri menghubunginya dan meminta agar yuda menemani rido beberapa hari dan jangan membiarkan dia sendiri. Yuda sudah mengerti maksud perkataan meri jadi tak perlu berbicara panjang lebar dan segera memutuskan sambungan telfonnya.
Meri ingin menghubungi rafa, tapi di los angeles masih pagi buta jadi dia menundanya. Meri berusaha memikirkan siapa dalang dari semua yang terjadi.
Itu tidak mungkin rafa karena kakaknya bukan tipe orang yang menghancurkan lawannya dengan bantuan media. Dia lebih suka melihat musuhnya tenggelam tanpa terekspos sedikitpun. Di tambah lagi dia sudah sepakat jika urusan megan akan di tangani oleh meri. Rafa dan ilham hanya harus menyingkirkan dukungan orang-orang yang berada di belakang megan.
Andre menghampiri meri dengan masakan yang ia buat. Meri melihat andre dengan seksama dan memikirkan kemungkinan andrelah orang yang melakukan semua ini.
Suaminya itu sudah berjanji membantunya untuk menjatuhkan megan, tapi melihat kepribadian andre yang selalu tenang dan terkesan tenang dengan keberadaan megan bahkan menemaninya mencari apartemen, bagaimana bisa itu ulahnya. Baru kemarin dia membantu megan, sangat mustahil dia menginjaknya hari ini.
"jangan ke kampus hari ini. Beristirahatlah di rumah" andre berusaha menahan meri yang sudah siap berangkat setelah menghabiskan sarapannya.
"aku baik-baik saja sekarang. Ini baru hari kedua, profesorku akan marah jika aku bolos bahkan saat liburan baru saja selesai"
"biar aku yang mengantarmu"
Meri melihat ke arah jam tangannya dan sudah terlambat jika ia harus menunggu andre mandi dan bersiap-siap mengantarnya.
"tidak perlu. Aku bisa sendiri, aku akan terlambat kalau menunggumu"
Tak bisa menahan meri lebih lama, andre menarik pinggang meri dan mendaratkan bibirnya di bibir meri. Tak terlalu lama tapi ciuman itu sangat liar dan terkesan bergairah.
Setelah melepaskan ciumannya, andre mengelap bibir meri yang tampak basah dengan ibu jarinya.
"sudah, sekarang pergilah"
Bingung dengan kata sudah yang di ucapkan andre membuat kerutan di kening meri.
"aku hanya menghapus lipstikmu. Aku tidak suka melihatmu memakai riasan seperti tadi. Sekarang sudah lebih baik jadi pergilah" andre menjawab pertanyaan di benak meri.
"kau bisa memintaku menghapus dengan tisu jika kau mau, tidak perlu menciumku seperti tadi"
"aku hanya menyelesaikan dua masalah dengan satu tindakan"
"masalah?" meri semakin bingung dengan jawaban suaminya.
"iya, aku bermasalah karena sudah beberapa hari tidak menciummu. Aku merindukan itu dan aku juga ingin menghapus lipstikmu, jadi satu kali mendayung dua tiga pulau terlampaui"
"kau melakukannya cukup baik"