webnovel

Satu Permintaan

Bagaikan berada di sirkuit mobil. Pangeran Thalal menjalankan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju rumah sakit. Alena tidak berdaya dalam pelukan Nizam. Matanya terasa kosong menatap wajah Nizam. Wajah yang tadi menghitam karena amarah kini memucat karena khawatir. Nizam mendekap erat tubuh Alena dalam pelukannya.

Walau kecepatan mobil sudah tinggi tapi bagi Nizam mobil terasa berjalan lambat. Sehingga Nizam berulangkali bicara. "Cepatlah Thalal.. cepatlah anakku harus selamat.."

'Dasar pig headed, berotot tapi tidak berotak. otak disimpan di dengkul. Udah tahu istri lagi hamil pake diamuk segala..' Chyntia ngomel-ngomel dalam hatinya. Inginnya dia nabokin Nizam pake sepatu yang Ia pakai tapi melihat wajah Nizam yang bagai bulan kesiangan Cynthia jadi tidak tega .

Begitu sampai ke halaman rumah sakit Ia tidak menunggu brangkar tapi langsung membopong Alena ke ruang UGD. Kebetulan sekali Dokter Desy sedang jaga maka Ia segera mengambil tindakan dengan cepat.

Nizam terduduk dengan wajah kusut. Tangannya menutupi wajahnya. Pangeran Thalal memegang bahunya seakan ingin menenangkan hati saudaranya. Mulut Nizam terkatup rapat. Ia bahkan sampai lupa kalau Ia sedang topless. Dadanya yang bidang kontan saja menjadi tontonan para perawat dan pengunjung. Jangankan para wanita, yang laki-laki saja sampai meleleh melihat dada yang begitu indah.

Sementara itu Cynthia menatap Nizam dengan penuh kekesalan. Ingin rasanya Ia menelan pria penuh amarah itu dengan sekali telan. Teganya melukai Istrinya sendiri hanya karena cemburu. Tapi kalau melihat wajah Nizam yang bagai mayat hidup Ia jadi kasihan juga.

"Aku tidak akan pernah memaafkan diriku..." Kata Nizam lirih.

"Berdo'alah..." Kata Pangeran Thalal.

Alena menatap dinding kamar rumah sakit yang bewarna putih. Ia menyalahkan dirinya sendiri karena kejadian ini. Bodohnya dirinya telah memancing emosi Nizam. Kalau sampai anak yang dalam kandungannya tidak ada, Alena lebih memilih mati. Airmatanya berderai rasa sesal yang tiada hingga atas kebodohannya sendiri.

Tangannya refleks memegang perutnya. Membelainya dengan lembut.

"Anakku bertahanlah,... Maafkanlah Ibumu. Karena gara-gara kebodohan ibumu kau harus menanggung semuanya. Bertahanlah...Ibumu berjanji mulai saat ini Ibumu tidak akan pernah bertindak bodoh lagi. Maafkan Ayahmu yang sudah lepas kendali. Ia tidak bermaksud menyakiti mu. Ibumu yang bersalah sudah mendorongnya melakukan itu semua"

Dokter Desy meluruskan kaki Alena. Ia lalu melepaskan sarung karet pada tangannya dan menyimpan pada baki yang dibawa seorang perawat. Dokter Desy tersenyum.

"Anak yang hebat...Ia akan jadi Pewaris Tahta Kerajaan Azura yang kuat dan sehat. Ia berhasil bertahan hidup. Jangan takut Tuan Putri. Janinmu tetap dalam kondisi baik" Suara Dokter Desy mengalun bagai suara yang datang dari Surga.

Alena menutup wajahnya menangis tersedu-sedu meluapkan emosi bahagia. Ia lalu berteriak.

"Nizam!!! Ia selamat!! " Baru saja Alena berjanji tidak akan bertindak bodoh waktu Ia dalam kekhawatiran. Sekarang Ia lupa lagi. Ia berteriak di dalam Rumah sakit...

Nizam terlonjak dari duduknya mendengar Alena berteriak. Tanpa bisa dicegah Ia menghambur ke dalam. Melihat wajah Alena yang berseri-seri apalagi kemudian Ia mendengar Alena mengatakan kata-kata, "Ia selamat..anak kita selamat..Ia anak yang kuat" Alena berkata terbata-bata air matanya berhamburan. Nizam langsung memeluknya erat.

"Alhamdulillah ya Alloh.."Nizam memeluk Alena dan menangis. Ia seumpama anak kecil dalam pelukan ibunya. Dokter Desy diam-diam keluar diikuti para perawat dan menutup pintu ruangan.

"Alena...maafkan Aku..mm" Nizam tidak dapat meneruskan perkataannya. Mulutnya ditutup oleh jari Alena. "Jangan katakan apapun. Aku yang salah.. Aku bodoh sudah memancingmu melakukan tindakan itu.

Nizam Kau harus tahu. Tidak pernah sedikitpun Aku mencintai Edward. Kaukan tahu itu. Kalau Aku mencintai Edward untuk apa Aku bersusah payah mengejar-ngejarmu. Bukankah Edward lebih dulu datang ke hidupku dibandingkan dengan Engkau. Kenapa otakmu jadi bodoh" Alena mendorong kepala Nizam dengan telunjuknya.

Nizam tercengang lalu tersipu-sipu Ia menyusupkan kepalanya ke dada Alena. "Akukan sudah bilang kalau Aku akan selalu bodoh dihadapanmu"

Alena menjewer telinga Nizam. Nizam terpekik."Aduh..Alena bisa putus telingaku"

"Syukurin..biar kapok" Kata Alena sambil mengelus kepala Nizam.

"Alena benarkah Kau hanya mencintaiku?"

"Nizam berada disampingmu sebenarnya seperti berada di penjara emas. Kau perlahan akan membunuh karakterku sedikit demi sedikit. Aku hidup dengan keinginan ku sendiri sekarang Kau malah membuat ku selalu waspada. Bahkan Kau yang seharusnya melindungi ku kerap mencelakaiku. Tapi kenapa Aku masih bertahan. Karena Aku mencintaimu... sangat mencintai mu."

"Alena...." Nizam menghujamkan ciumannya pada Alena dengan lembut. Alena meringis bibirnya tadi terluka karena Ia gigit sendiri.

"Bibirmu sakit?? " Tanya Nizam.

"Iya.. perih"

"Maafkan Aku Alena..Aku benar-benar tidak tahu diri"

"Nizam. Tolong jangan marah. Aku ingin meminta sesuatu padamu.."

"Katakanlah.. untuk menebus perasaan bersalah ku..apapun yang Kau minta. Akan aku kabulkan"

"Tolong jangan marah" Alena memegang wajah Nizam penuh cinta. Nizam menganggukan kepalanya dengan mata berbinar

"Tolong jangan sakiti Edward lagi"

Mata Nizam yang tadi berbinar kembali berubah keruh tapi Alena langsung memeluknya, menciumnya penuh cinta. Amarah Nizam yang hendak meluap kemudian mereda lagi bagai api tersiram salju. Seketika dingin dan sejuk

"Tapi mengapa?" Kata Nizam kemudian.

"Tolong jangan salah tanggap, Aku menyayanginya sebagai seorang sahabat. Aku sama sekali tidak mencintainya. Aku sangat menghargai apa yang sudah Ia lakukan untukku. Tentunya Engkau tidak ingin mempunyai istri yang tidak tahu membalas Budi. Aku adalah calon Ratu Azura harus memiliki Budi pekerti yang luhur. Mencelakai orang yang sudah banyak berkorban untuk kita bukankah perbuatan yang sangat tidak beradab"

Nizam ternganga mendengar penjelasan Istrinya. Kalau Ia tidak mendengarnya sendiri mungkin Ia tidak akan percaya kata-kata itu keluar dari mulut Alena.

Alena tersenyum, Semuanya tidak tau Kalau otaknya hanya akan bekerja kalau dia kepepet

"Apakah Kamu mau berjanji?" Alena melihat Nizam malah menatapnya terkagum-kagum. Kemudian Ia mendengar Nizam menjawab,

"Tentu Alena sepanjang Kau tetap mencintai ku, Aku akan biarkan Edward hidup."

"Oh Nizam...Aku mencintaimu teramat sangat" Alena memeluk Nizam dengan erat.

Chương tiếp theo