Arani menunggu di luar dengan sedikit gelisah. Sudah hampir satu jam setelah Dokter Desy keluar Nizam masih belum keluar juga. Ali dan Fuad malah sudah bolak-balik ke kafetaria ngambil berbagai macam makanan sambil menunggu majikannya yang belum muncul-muncul juga. Matahari makin meninggi kalau sampai lewat waktu Ashar maka kantor kedinasan pelayanan umum akan tutup.
Arani melipat kedua tangannya di dada. Ia sebenarnya sudah menduga majikannya sedang apa di dalam. Dan Ia sebenarnya sangat memaklumi tapi kalau di saat ada urusan penting masa sih ga bisa nahan.
Sementara itu di dalam Nizam terus menerus menelengkupi Alena. Ia tidak puas-puasnya mencumbui Istrinya. Alena sampai akhirnya menyerah. "Aku menyerah...Nizam cukup" Alena menghindari ciuman Nizam di bibirnya. Ditolak di bibir Nizma malah menyusuri leher jenjang Istrinya. Alena jadi merasa geli. Ia merenggut rambut coklat suaminya.
"Kau..apa tidak mendengarnya, Aku sudah letih dan cape. Kau ini...get off!!" Alena mendorong dada Nizam. Nizam akhirnya melepaskan pelukannya. Ia berbaring terlentang di samping Alena sambil meredakan nafasnya yang memburu.
Keringat berleleran disekujur tubuhnya bercampur bau parfum. "Iih..Kamu bau banget" Kata Alena sambil menutup hidungnya. Nizam jadi manyun Ia menggulirkan tubuhnya menjauhi Alena. Takut Alena muntah lagi. Tapi dilihatnya Alena baik-baik saja dan tidak terlihat mau muntah. Mungkin karena sudah meminum obat anti mual. Nizam malah berkata
"Aku mau ke Kedubes Amerika dan Azura untuk mengurus pernikahan Cynthia dan Pangeran Thalal."
Mata Alena langsung berbinar. "Jadi Kamu sudah bisa meyakinkan orang tua Cynthia? Oh Nizam Aku mencintaimu...Kamu benar-benar hebat" Alena bertepuk tangan dengan wajah ceria
"Kalau Aku begitu hebat, maka berilah Aku hadiah" Nizam menjadi ada ide buat menekan Istrinya
Mata Alena terbelalak. Hadiah apa? Semua yang ingin dia miliki tinggal menunjukkan jari lantas dia ingin hadiah apa? Alena kebingungan. Lagipula selama Ia memiliki Asisten Ia hampir tidak pernah mengurus sesuatu bahkan mengurus keuangan dan kartu identitas. Alena tinggal menyebutkan kebutuhannya maka akan segera tersedia. Jadi ketika Nizam meminta hadiah Ia jadi bingung.
"Kamu ingin hadiah apa dariku? Apa yang Kau inginkan? Bukankah semua yang Kau inginkan tinggal tunjuk" Kata Alena sambil mikir-mikir mau ngasih hadiah apa.
Melihat Alena kebingungan Nizam jadi gemas. Di tariknya tubuh Alena ke dalam pelukannya. "Kamu benar, Aku punya segalanya. Aku tidak butuh apa-apa. Untuk prestasiku karena berhasil membuat Pangeran Thalal menikahi Cynthia maka Hadiahkan saja tubuhmu padaku," Katanya sambil kembali menindih tubuh Alena. Tangannya membuka paha Alena. Alena mendelik. "Tapi kan.. tadi sudah.." Kata Alena sambil pucat.
"Masih kurang..Aku ingin lagi" Kata Nizam sambil mulai menurunkan tubuhnya hati-hati. Walau menggerutu kesal, Alena lalu memeluk tubuh suaminya sebelum kemudian dia pun kembali menikmati kebersamaan mereka. Lupa dia pada bau tubuh Nizam.
Sebelum terhempas Alena mendesah, mengeluh lalu mengumpat. "Aaah...Nizam..mmm...Dasar Kau maniak sex" Nizam hanya mengguman tidak jelas mendengar umpatan Alena. Kondisi sedang teler sampai langit ketujuh mana perduli omongan orang disekitarnya. Menahan perasaan yang akan meledak saja sudah membuat sensasi yang begitu luar biasa indah.
***
Arani menatap rambut Nizam yang masih lembab. Karena terburu-buru Nizam hanya mengeringkan rambutnya asal saja. Arani tersenyum dikulum tebakannya tadi benar. Nizam lama karena pasti bersama istinya. Nizam tidak memperdulikan tatapan penuh arti asistennya yang sedari tadi menunggu diluar sampai-sampai sudah menghabiskan dua gelas capuccino dan makanan ringan. Nizam malah memanggil Nora Asisten pribadi Alena.
"Kau tungguilah Putri Alena. Dia sekarang sedang tidur. Setelah bangun kau siapkan makanan yang cukup untuknya bersantap. Jangan Kau tinggalkan dia!! Paham!!! Tidak boleh ada siapa pun yang masuk tanpa seijin ku" Nizam berkata dengan tajam. Membuat Nora langsung menganggukan kepalanya dengan ngeri. Nizam juga meminta dua orang penjaga laki-laki dan dua orang penjaga wanita untuk ikut berjaga
Nizam lalu melangkah masuk ke dalam lift diikuti Arani, Ali dan Fuad. "Apa yang Mulia mengkhawatirkan sesuatu?" Kata Arani sedikit heran dengan perintah Nizam.
"Alena sedang mengandung pewaris tahta kerajaan Azura, Aku sedikit Khawatir tentang keamanannya" Kata Nizam sambil berpikir keras.
"Maksud yang Mulia?" Ali menatap wajah Nizam.
"Terus terang berada di Indonesia malah membuat ku semakin tidak nyaman. Berada di negara Asing malah membuat kita tidak tahu siapa lawan dan siapa kawan. Berbeda di Azura. Kita tahu siapa kawan dan siapa lawan. Makanya Aku ingin segera menyelesaikan semua urusan di sini agar Kita bisa segera kembali ke Azura.
"Adakah yang Mulia curigai?" Ali masih penasaran. Ia sudah berusaha semaksimal mungkin untuk selalu berjaga-jaga. Bahkan mata-mata sudah tersebar disetiap sudut tetapi Dia terkadang masih melihat kegelisahan di mata Majikannya.
"Apa ini ada kaitannya dengan Putri Reina?" Tanya Arani menebak -nebak
"Dia adalah putri perdana menteri dengan kekuasaan yang begitu besar. Kenyataan bahwa Ayah masih berkuasa secara di atas kertas membuat Dia begitu leluasa menjalankan kepemerintahan. Banyak para pejabat yang korupsi. Pelayan masyarakat semakin memburuk, Di bidang pendidikan dan kesehatan kinerja departemen semakin merosot. Para pejabat sibuk memperkaya diri."
Nizam terdiam "Kita harus mempertahankan anak yang berada di kandungan Putri Alena. Karena anak itu bisa menjadi senjata untuk menghancurkan kekuatan dan kekuasaan Perdana menteri Salman"
"Hamba tidak mengerti Yang Mulia" Arani malah terlihat kebingungan. Nizam tersenyum tipis. "Kalian lihat saja nanti. Cuma mata-mata yang kita sebar harus tetap waspada dan terus awasi sepak terjang Paman Salman"
Nizam terdiam tapi kemudian Fuad tiba-tiba berkata.
"Apa yang mulia menyadari juga tentang Jendral Ghozali Mentri pertahanan sekaligus Panglima besar Azura?"
"Aku tahu pasti karena dia memegang wewenang seluruh pasukan tentara kerajaan Azura"
"Apa yang Mulia tahu juga kalau Putri nya berada di Harem juga."
Nizam mengerutkan keningnya. "Siapa? Yang mana?"
"Putri Alicya, Dia berada di Harem sudah lama, Dan agaknya Yang Mulia tidak pernah..mm...maaf" Fuad tidak melanjutkan kata-katanya. Tapi Nizam paham apa yang dimaksud oleh Fuad.
"Banyaknya gadis di Harem yang tidak dihiraukan, membuat Hamba khawatir semua akan menjadi bumerang bagi Yang Mulia" Arani berkata hati-hati.
"Ya...Aku tahu itu, makanya Aku begitu khawatir dengan keselamatan Putri Alena. Mata Nizam menerawang membayangkan betapa beratnya beban yang akan dihadapinya terutama untuk mempertahankan Alena disisinya.