Dokter Weilla duduk diruang prakteknya dengan perasaan lega bagai lepas dari kandang singa. Ia benar-benar stress tadi berada di kamar kerja Nizam. Wajah Nizam yang tampan itu lebih menakutkan daripada wajah ibunya. Ia mengomeli nasib buruknya kenapa harus Ia yang dipanggil oleh Pangeran Nizam.
"Dokter..mengapa Dokter bersedia melakukan pemeriksaan kehamilan bagi Putri Alena, bukankah mereka baru saja memulai berhubungan pada masa subur Tuan Putri sekitar 2 hari yang lalu, Bagaimana bisa terdeteksi kehamilan Putri Alena" Kata perawat sambil menatap heran.
"Kamu tahu siapa yang sedang kita hadapi sekarang. Dua orang yang tidak tahu apa-apa tentang alat reproduksi mereka masing-masing. Kalau tadi aku menolak memeriksakan kehamilan Putri Alena maka nanti dikira Aku tidak mau diajak kerjasama. Kalau sudah dibuktikan dengan hasil tesnya Pangeran itu baru percaya."
"Berarti belum tentu Putri Alena tidak hamil"
" Ya..bisa saja, hanya saja kita harus menunggu sekitar 15 hari pasca pembuahan..Aku sudah bilang tadi ke Pangeran untuk menunggunya selama dua minggu atau lebih. Ia baru merasa sedikit tenang. Aku merasa leherku sudah mau tergantung ditiang gantungan. "
"Terus bagaimana selanjutnya?"
"Aku meminta Pangeran untuk pergi berbulan madu dan membuat sang putri untuk rileks dan lebih menikmati kebersamaan mereka sampai mereka berhasil" Lalu dokter itu terdiam.
"Hanya saja Aku khawatir dengan tingkah Yang Mulia Pangeran."
"Memangnya kenapa dengan yang Mulia?"
"Yang Mulia terlihat memiliki emosi yang kuat. Ia bisa saja malah membuat Tuan Putri Alena kesulitan untuk hamil kalau Tuan Putri terlalu kelelahan. Apalagi sekarang Putri Alena malah tinggal di ruangan Putra Mahkota. Entahlah Aku khawatir Putri Alena kurang beristirahat"
"Lalu bagaimana? Apa harus kita sarankan agar Pangeran berhati-hati dalam melakukan hubungan intim"
"Aku tidak berani, Kalau Aku bicara seperti itu nanti dianggapnya Aku mencampuri urusan tempat tidur mereka. Apalagi merekakan baru menikah. Hhhh...serba salah jadinya." Dokter cantik itu duduk bersandar ke sandaran kursinya.
"Lalu bagaimana ?" Si perawat jadi ikut cemas
"Jalan satu-satunya adalah seperti yang sudah aku katakan tadi, Aku menyarankan agar mereka pergi berlibur bulan madu agar Putri Alena lebih bisa menikmati..Kita berharap saja semua berjalan lancar dan leher kita selamat"
****
"Kita Akan pergi ke Bali??? Aaah...Nizam benarkah?? It's Amazing..I Love You so much..". Alena melonjak-lonjak dalam pelukan suaminya, bahkan sampai-sampai Kepala Nizam terkena pukulan Alena.
"Ouch Alena tenang sedikit!!" Kata Nizam sambil menjauhi Istrinya yang histeris.
"Apa kita akan pergi berdua saja?" Tanya Alena.
Nizam mengerutkan keningnya. "Memangnya kita mau pergi dengan siapa saja? Apa perlu Aku membawa istriku yang lain?? Aah..
Aduuh.." Nizam berteriak karena Alena menggigit lengannya. Pada lengannya yang berbulu langsung tercetak bekas gigiAlena yang berderat rapih.
"Kamu seperti Vampir Alena. Sedikit-sedikit menggigit, Sedikit-sedikit menggigit." Nizam memprotes sambil mengusap lengannya yang sakit.
"Diam kamu..Kalau kamu bicara lagi tentang istrimu yang lain maka Aku akan tarik lidahmu keluar dari tempatnya"
"Aammpuun..Yang Mulia Putri Alena. Kalau sampai lidahku lepas dari tempatnya nanti Kamu yang rugi sendiri. Coba siapa yang suka minta mandi pakai lidah diseluruh tubuhnya" Nizam mencolek pipi Istrinya dengan jarinya untuk menggoda istrinya.
"Aaah...Nizam..Kamu jorok, Otak kamu mesum" Alena ngamuk-ngamuk sambil cemberut. Tapi kemudian Alena berkata dengan serius.
"Aku hanya takut kalau sampai meninggalkan Cynthia disini" Alena berkata hati-hati.
"Haduuuh Alena... masa Cynthia harus ikut berbulan madu bersama kita, bagaimana bisa?". Nizam mengeluh.
"Kan kasian kalau dia harus tinggal disini sendirian.."
"Nanti dia akan mengganggu kita.."
"Tidak akan..kalau kita beri dia teman"
"Teman??? Siapa?"
"Pangeran Thalal"
"Pangeran Thalal?? How could be?" Nizam tampak keheranan.
"Dia menyukai Pangeran Thalal, bawa Pangeran Thalal bersama kita"
"Mereka bukan muhrim Alena, Haram hukumnya."
"Kalau begitu bisakah kita menikahkan mereka??"
Nizam langsung terbatuk-batuk, Istrinya ini benar-benar sepolos salju di Antartika. Bagaimana bisa membicarakan pernikahan seperti membicarakan tentang menu sarapan buat besok pagi.
"Alena.. mereka itu tidak saling mengenal. Mereka juga tidak memiliki kepentingan yang sama, mereka juga tidak memiliki latar kehidupan yang sama bagaimana bisa mereka hidup bersama. Kamu jangan mengada-ada"
"Tapi kenapa kita bisa?"
"Itu karena kita saling mencintai"
"Kalau begitu kita akan buat mereka saling jatuh cinta"
Nizam terdiam, Ia memang berencana untuk mencarikan Cynthia teman hidup tapi bukan dengan Pangeran Thalal. Ia sebenarnya sedang menyeleksi para pegawainya yang memiliki pedoman hidup yang sama dengan Cynthia tapi tiba-tiba Alena berkata lain.
"Ayolah Nizam, Aku yakin mereka tidak akan melakukan hal-hal yang diluar batasan Agama. Mereka bisa menjaga diri. Mereka hanya akan menemani kita"
Nizam terdiam dia nampak berpikir sangat keras. menimbang-nimbang dengan penuh hati-hati hingga akhirnya Ia berkata.
"Baiklah.. Kita bawa Pangeran Thalal bersama kita"
Alena langsung memeluk Nizam dengan bahagia walau akhirnya berakibat Ia langsung dihimpit oleh tubuh Nizam, Dan sebelum Alena memprotes mulutnya kembali dibungkam oleh mulut Nizam. Tidak berapa lama pakaiannya sudah berserakan di bawah tempat tidur.
****