webnovel

Just stay with me Forever

Nizam senyum-senyum melihat Alena cemberut sambil tetap berbaring di ranjangnya. "Di dunia ini cuma kau seorang, suami yang memperkosa Istrinya sendiri sebanyak dua kali hanya dalam kurun waktu dua minggu " Kata Alena dengan sebal. Dimalam pertama Ia dipaksa Nizam sekarang Ia juga dipaksa lagi. Lama-lama kalau keterusan dipaksa, Ia tidak akan bisa berjalan tegak lagi tapi benar-benar akan berjalan merangkak.

"Didunia ini cuma Aku suami yang memperkosa Istrinya karena menginginkan anak darinya." Balas Nizam sambil duduk di atas ranjang. Alena mencibirkan bibirnya.

"Terserah Kamu mau berpikiran apa. Jangan banyak bergerak, jangan mengangkat yang berat-berat. Dan jangan lagi makan makanan sembarangan" Nizam berkata sambil menyentuhkan hidungnya ke hidung Alena. Alena menyingkirkan wajah Nizam dari wajahnya. Nizam malah mencium lembut bibir Alena yang sedang mencibir.

"Tapi Aku masih ingin kuliah" Alena mulai keras kepala.

"Siapa yang melarangmu untuk kuliah. Kalau kondisi badanmu bagus dan dokter tidak melarang Kau masih boleh melanjutkan kuliahmu." Nizam merasa tidak takut lagi terhadap Edward. Masa Iya Edward mau ngotot kalau melihat perut Alena berisi bayi. Lagipula cuma tinggal 6 bulan lagi. Nizam juga sebenarnya merasa sayang kalau Alena tidak melanjutkan kuliahnya.

Alena lalu mau bangkit tapi Ia merintih merasakan sakit disekujur tubuhnya.

"Ouch..Nizam kau benar-benar seakan mau membunuh Aku semalam." Alena mengejang kan tubuhnya seakan ingin mengusir rasa sakit yang menderanya.

"Tapi bukankah semalam Kau juga merasakan kenikmatan berkali-kali? " Nizam malah menatap nakal.

Alena terdiam apa yang dikatakan suaminya memang benar.

"Apa Kamu sekarang mau lagi??" Tanya Nizam sambil mau merangkul lagi Istrinya. Alena langsung memperagakan tangannya seakan ingin mencekik. "Sini Aku cekik kamu sekalian"

Nizam tertawa terbahak-bahak, tapi kemudian Ia melanjutkan kata-katanya, " Ayo Alena, kamu harus sholat subuh ini sudah hampir berakhir waktunya."

"Iya..aku juga tahu" Alena mencoba untuk bangkit, " Aaduuuh...Nizam punggung dan pinggangku rasanya mau patah" Alena malah memegang pinggangnya yang rasanya sangat sakit.

"Maafkan Aku Alena," Nizam mengusap-usap pinggang Alena berharap bisa ikut membantu menghilangkan rasa sakit Alena.

"Kamu benar-benar seperti orang yang kesurupan semalam, Apa yang sebenarnya terjadi?" Alena menggigit bibirnya kuat-kuat selain pinggang Ia juga merasakan ngilu pada tubuhnya ditempat yang lain.

"Aku meminum obat yang harusnya Kau minum."

"Obat??? Obat apa?"

"Obat penambah semangat, Agar Kamu menjadi istri yang lebih menginginkan suaminya, Tapi sayangnya Kau malah memaksaku untuk meminumnya. Kamukan tahu kalau tanpa obat saja Aku begitu menginginkanmu apalagi kalau minum obat. Jadi jangan salahkan aku" Nizam berkata sambil tersenyum menyebalkan. Alena langsung morang-maring.

"Kamu mau meracuni istri sendiri menggunakan obat perangsang?"

"Obat ini obat herbal, sangat aman. Lagipula, apa boleh buat karena tadi malam adalah waktu yang sangat tepat untuk bercocok tanam, Kau sedang dalam masa subur. Seharusnya obat itu tidak perlu Aku pakai..Tapi sayangnya Cynthiamu itu berhasil membongkar strategi ku."

"Kamu dan Cynthia selalu bermain siasat dan strategi tapi ujung-ujungnya Aku yang selalu menjadi korban." Alena menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Meratapi nasibnya yang malang.

"Makanya, Jadilah wanita yang cerdas agar Kamu tidak terkena strategi orang lain"

"Aku juga sedang berusaha untuk menjadi orang yang pintar".

"Syukurlah..Ayo Alena, Aku gendong saja kamu agar Kau dapat segera sholat subuh." Nizam mengangkat tubuh Alena dengan kedua tangannya. Ia membopong Istrinya menuju Mushola tempat Nizam sholat kalau sedang sholat sendiri.

Alena berdiri di kamar mandi dengan kaki gemetar. Nizam menggulung kemejanya hingga sebatas lengan. Dan Ia juga menggulung celana panjangnya sebatas lutut. Ia tidak mau lengan kemeja dan celananya basah. Ia memandikan Alena bagai anak kecil. Ia juga menunggui Alena sholat subuh. Ia melihat Alena bersusah payah ketika hendak melakukan sholat subuh.

"Kalau kamu tidak kuat berdiri, Sholatlah dalam keadaan duduk" Kata Nizam pada Alena. Alena menggelengkan kepalanya. "Tidak..aku masih kuat sholat sambil berdiri."

"Ya baiklah..Aku akan menunggumu"

Setelah Alena sholat subuh Nizam kembali membopong tubuh Alena ke atas ranjang.

"Kamu lapar?? Aku akan meminta Pelayan untuk membuatkan sarapan untukmu. Kamu ingin apa?"

"Aku ingin nasi goreng pakai telur yang banyak. Aku sangat lapar"

"Nasi goreng?? Hmmm baiklah, untungnya Aku mendatangkan chef langsung dari Indonesia. Ia pasti tahu masakan apa itu."

Nizam lalu berteriak memanggil pelayan. Ia memberikan perintah dan pelayan itupun bergegas melaksanakan perintah Nizam.

Alena makan sambil ditemani Nizam yang ikut mencoba nasi goreng yang dimakan Alena.

"Mmm.. not too bad"

"Iyalah ini sangat enak. Bahkan Barack Obama saja suka"

"Tentu saja bukankah Ia pernah tinggal di Indonesia. Sedangkan Akukan tidak. Jangan membandingkan dua hal yang berbeda" Nizam tiba-tiba menjadi sedikit sewot.

"Kenapa Kamu jadi marah? Akukan membandingkan mu dengan Barack Obama dan bukannya dengan Edward....UPS.." Mulut Alena langsung terdiam lalu Ia pura-pura sibuk mengunyah. Ia menundukkan kepalanya menghindari tatapan Nizam yang menatapnya tajam.

Rasanya Nizam sangat ingin murka mendengar Alena masih mengingat Edward. Tapi tentu saja Ia tidak berani. Alena tidak boleh stress Ia sangat berharap Alena mengandung anaknya..

"Maafkan Aku " Kata Alena dengan wajah penuh penyesalan. Nizam menggelengkan kepalanya.

"Tidak apa-apa, Bukankah waktumu bersama Edward lebih lama dari pada waktu mu dengan ku. Tidak mudah menghapus seseorang yang selama bertahun-tahun ada untuk kita."

Begitulah munafiknya seorang Nizam dalam menyembunyikan perasaannya. Sebenarnya Ia sama sekali tidak senang Alena menyebut nama Nizam tapi membuka konfrontasi dengan Alena disaat semalam Ia memuaskan hasratnya dengan buas pada Alena sungguh bukan tindakan yang tepat. Semalam Ia sudah menekan Alena secara fisik tidak mungkin Ia juga akan menekan secara mental.

Alena menundukkan kepalanya melanjutkan makannya. Entahlah nasi goreng itu sekarang rasanya bagai sekam didalam mulutnya. Ia terus merutuki mulutnya yang keceplosan.

****

Cynthia tertawa terbahak-bahak melihat Alena terbaring di ranjang dengan tubuh luluh lantak. Alena mendesis kesal. Ia melemparkan bantal ke wajah Cynthia. "Teruslah Kau tertawa, semoga Kau menelan lidahmu sendiri"

"Ah...Ha...Ha...Ha... Itu namanya kehendak langit Alena. Upaya apapun yang kita keluarkan ternyata tidak bisa melawan takdir. Harusnya Kau jangan memaksa Nizam meminum minuman itu. Harusnya cukup kau menolaknya. Sikapmu memang terlalu berlebih-lebihan." Cynthia terus tertawa. Ia geli membayangkan bagaimana Alena dihajar Nizam yang semalam meminum jus jeruk dicampur aprodisiak.

"Cynthia kalau aku hamil bagaimana?"

"Yaah..mau apalagi. Kita mungkin menunda kelulusan kita. Aku tidak mau kau menanggung resiko kalau harus ke Amerika dalam keadaan hamil."

"Tapi Tadi Nizam membolehkan Aku ke Amerika kalau dokter mengizinkan."

"Alena... sudahlah. Kuliah itu bisa kapan saja tapi memiliki seorang anak itu adalah suatu anugerah, tadinya Aku juga berpikir kalau kamu bisa hamil setelah kita selesai kuliah. Tapi takdir mungkin mengharuskan kamu untuk hamil dulu dan memiliki anak dulu"

"Cynthia kalau seandainya aku hamil dan aku tidak boleh meninggalkan Azura, apa kamu tidak akan pergi bersama Nizam ke Amerika dan meninggalkan aku sendiri disini?"

"Kau pikir Aku sahabat macam apa yang akan meninggalkan sahabatnya sendiri ditempat yang lebih berbahaya daripada hutan belantara, tenanglah Alena kita akan hidup bersama dan matipun kita akan bersama."

Alena memeluk Cyntia dengan erat. Ia beruntung bisa mendapatkan sahabat seperti Cynthia.

Diam-diam Nizam ada didekat mereka dan mendengarkan pembicaraan Antara Istrinya dan Cynthia. Lalu tanpa mereka ketahui Nizam mengguman dalam hatinya. Kepolosan Istrinya memang menjerat semua orang untuk selalu ada disisinya termasuk Cynthia yang sebenarnya dengan kecerdasan yang dimilikinya. Cynthia akan hidup dengan karir yang cemerlang di Amerika.

Nizam lalu pergi meninggalkan mereka dan kemudian pergi ke menuju kantornya. Tadinya Ia berencana akan kerja di istana saja. Ia takut Cynthia akan menyarankan hal yang aneh pada Cynthia atau tepatnya Ia takut Cynthia menyarankan agar Alena melenyapkan bayi yang mungkin akan ada dalam kandungan Alena. Tapi ternyata tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

Cynthia tetap sahabat Alena yang rela berkorban apa saja. Dan Ia juga menyadari walaupun Ia yang menggaji Cynthia tapi Sampai kapanpun yang menjadi sahabatnya adalah Alena dan bukan dirinya. Yang jadi masalah sekarang adalah bagaimana caranya agar Cynthia bisa tinggal menetap selamanya di Azura. Bukan hanya sebagai sahabat Istrinya tapi Cynthia harus memiliki kehidupannya sendiri

Chương tiếp theo