Alena menatap Putri Reina lalu menatap Nizam bergantian dengan wajah pucat. Suaminya janjian makan malam didepan mukanya sendiri. Walaupun itu adalah makan malam untuk menyambut dirinya, tidak bisa dibiarkan. Ia harus berbuat sesuatu. Dadanya sangat panas sedari tadi. Lupalah Alena bahwa Ia sedang ada di Azura. Maka yang terjadi adalah gaya original para ibu-ibu yang merasa suaminya direbut pelakor. Padahal sebenarnya siapa yang jadi pelakor, Alena lupa kalau Ia adalah istri kedua dan yang pertamanya adalah Putri Reina.
Ia mendorong dada Putri Reina sampai terhuyung ke belakang. Para Gadis langsung menjerit kaget. Pelayan pemimpin Harem terkejut tapi tidak berani berbuat apapun karena ada Pangeran Nizam. Dan adegan kedua yang luar biasa adalah Alena tiba-tiba mengangkat tangannya dan "Plaak..." tanpa sempat dicegah Nizam, Alena melayangkan tamparan ke pipi Putri Reina. Putri Reina menjerit kaget. Semburat merah beralur telapak tangan tergambar nyata dipipi Putri Reina yang putih bagai salju di musim dingin.
Nizam merasa nyawanya serasa putus melihat Alena menampar Putri Reina. Bukan kasihan pada Putri Reina tapi tindakan Alena yang baru saja dilakukannya akan berdampak buruk bagi hubungan Alena dan ibunya. Tidak terbayang marahnya Ratu Sabrina karena belum apa-apa Alena sudah berbuat onar di Harem.
Putri Reina menjatuhkan dirinya dengan demonstratif hingga terduduk langsung menangis. "Mengapa Adik Alena menamparku, Aku hanya mengajak yang Mulia Suamiku makan malam..". Putri Reina dengan sangat sengaja menekankan pada kata Suamiku untuk membuat Alena tambah marah. Ia sangat senang ditampar Alena. Semakin Alena marah Ia akan semakin banyak menarik simpati orang.
"Dia bukan suami siapa-siapa. Dia hanya mencintaiku jadi dia hanya akan menjadi suamiku..." Alena mau maju lagi untuk menghajar Putri Reina. Rasa cemburu membuat Ia serasa gila. Melihat Alena hendak maju menghajar Putri Reina maka Nizam tidak diam Ia langsung meraih pinggang Alena dan dengan sekali tarikan Ia sudah mengangkat Alena keatas bahunya, dipanggulnya Alena hingga rambut Alena terjurai ke bawah karena posisi kepala Alena berada di bawah. Alena meronta-ronta dipanggul Nizam. Tapi Nizam mengunci kaki Alena oleh tangannya.
"Aku minta maaf atas keributan yang telah terjadi, Hatice tolong tunjukkan kamar Putri Alena.." Kata Nizam sambil tetap memanggul Alena yang berteriak-teriak sambil memukuli punggung suaminya. Cynthia yang terkaget-kaget tidak bisa berbuat apa-apa. karena kejadiannya sangat cepat. Ia menyumpahi Putri Reina yang dengan cepat bisa mempelajari karakter Alena dan berhasil memprovokasinya.
Hatice tergopoh-gopoh berjalan menuju Kamar Alena. Nizam mengikutinya dengan langkah yang lebar-lebar. begitu sampai di depan pintu kamar pelayan Hatice langsung membukakan pintu. Nizam segera masuk dan para pelayan yang sedang menyiapkan pakaian untuk digunakan Alena langsung membungkuk melihat kedatangan Nizam. Nizam membungkuk di pinggir tempat tidur lalu menurunkan tubuh Alena secara perlahan. Alena terduduk di depan Nizam Ia sudah tidak mengamuk lagi tapi sekarang Ia menangis terisak-isak. "Alena.." Nizam memanggil Alena.
Alena berteriak " Kamu tidak akan tahu, tidak akan pernah tahu betapa sakit hati ini...Hu.. hu.." Alena mulai menangis lagi. Lalu Nizam terpaksa melakukan tindakan yang dipikirkannya akan membuat Alena menjadi tenang. Ia sangat memahami apa yang sudah dilakukan. Rasa cemburu memang bisa membuat gelap mata. Bukankah waktu itu Ia juga mencium Alena didepan banyak orang tanpa pikir panjang. Hanya karena Ia cemburu pada Edward. Jadi bagi Nizam apa yang dilakukan istrinya wajar saja.
Ia memegang bagian belakang kepala Alena dengan telapak tangannya lalu menekankan dengan lembut ke depan hingga Wajah Alena mendekat. Kemudian diciumnya bibir yang sedang mengeluarkan tangisan itu. Alena langsung menghentikan tangisnya. Ia membiarkan lidah Suaminya mengembara menjelajahi mulutnya menguraikan rasa pedih di Hatinya. Setelah saling mengulum beberapa lama. Nizam melepaskan ciumannya.
"Masih sakit?" Tanya Nizam sambil berbisik. Alena memegang dadanya. "Iya..ini masih sakit, dada ini sangat sakit", Katanya.
"Yang mana?" Bisik Nizam dengan suara parau.
"Ini.." Kata Alena sambil memegang dada diantara kedua payudaranya. Tangan Nizam tiba-tiba ikut meraba dada Alena. Bukan memegang dada diantara kedua gunung kembarnya nya tapi malah hinggap di atas salah satu puncak gunungnya. Lalu mengelus-ngelusnya penuh sayang. Alena tidak curiga kalau Nizam sedang berbuat nakal. Dikiranya tindakan Nizam adalah upayanya agar Ia tidak sakit hati. Tetapi ketika Tangan Nizam lalu bergerak meremas gunung itu dengan lembut. Alena terpekik kaget karena Nizam berani meremas dadanya. Ia langsung memegang tangan Nizam.
"Ja...jangan" Alena merintih. Nizam menarik tangannya yang telah lancang. Nizam hampir lupa. Ia dan Alena sedang berada di kamar dan dikelilingi para pelayan. Nizam tersenyum dengan wajah sedikit merah. Tubuh Alena gemetar karena Nizam meremas dadanya. Cynthia yang sedang turut berdiri juga sekarang tidak bisa mencegah kemesraan antara mereka langsung mengomel dalam hati. Dimana-mana laki-laki sama saja, bisa-bisanya memanfaatkan situasi disaat genting. Kalau diruangan ini tidak ada siapa-siapa niscaya kepalanya sudah dipukul pakai bantal sofa.
"Maaf sayang, khilaf.." Katanya sambil menjauhi Alena. Tapi begitu Nizam duduk menjauh Alena langsung memeluknya erat.
"Jangan...jangan..pergi. Aku tidak mau Kamu bersama mereka. Bersama Putri Reina bersama para gadis itu. Suruh semua pelayan termasuk Cynthia pergi dari kamar ini. Aku bersedia Kau apa-apakan. Aku akan pasrah." Alena langsung memohon tanpa pikir panjang.
Nizam mengangkat alisnya. Sungguh tawaran yang sangat menarik. Rasanya sialan banget dengan perayaan kesucian Alena dan prosesi malam pertama yang lebay. Tapi Nizam langsung membuang pikiran mesumnya. Ia sudah berusaha menahan gairahnya selama 6 bulan. Kalau sekarang Ia melakukannya sungguh bukan saat yang tepat. Apalagi kalau ibunya tahu apa yang sudah dilakukan oleh Alena tadi. Menantu pertamanya di gampar sama menantu kedua didepan para selir.
"Jangan Alena, nanti sebentar lagi. Bersabarlah. Aku mohon Alena, jangan bertindak seperti tadi lagi. Percayalah Aku hanya mencintaimu. Tapi Aku tidak bisa menghindari mereka. Agar bisa menikahimu Aku sudah membuat perjanjian dengan Ibuku. Aku tidak boleh menolak siapapun yang diberikan oleh ibuku. Jangan Kau pikir Aku menyukainya. Aku tidak menyukainya sama sekali. Bagiku Kamu adalah wanita satu-satunya dalam hatiku."
"oh.It's so sweet " Alena tersenyum sambil tetap memeluk Nizam.
Tiba-tiba terdengar suara lantang.
"Yang Mulia Ratu Sabrina tiba..." Pelayan Sanita mengumumkan kedatangan Ratu Sabrina. Nizam tersentak kaget dan langsung berdiri. Ia segera mendatangi Ibunya dan mencium tangannya dengan hormat. Ia sebenarnya sudah menerka kalau ibunya akan segera datang. Karena tidak mungkin Ibunya sampai tidak tahu kejadian ditempat yang menjadi wilayah kekuasaannya.
Alena juga sangat kaget Ia langsung bangkit dari tempat tidurnya dan segera berdiri lalu membungkuk dengan hormat kepada Ratu Sabrina. Ia sangat ketakutan atas apa yang telah dilakukannya tadi.
"Aku sudah mendengar apa yang terjadi. Anakku mohon untuk tidak datang kembali ke dalam Harem. Jikalau Ananda memerlukan istri-istri Ananda. Beritahukan saja pada Paman Harun atau asisten Arani untuk menyampaikannya kepada Hatice atau sanita. Tempat ini bukan tempat yang cocok untuk seorang pria."
"Baiklah Ibunda.." Pangeran Nizam menganggukkan kepalanya. Ia lalu melihat pelayan pribadi Ratu Sabrina membawa rotan kecil sepanjang 1 meter. Nizam tahu benar rotan itu adalah cambuk kecil untuk memukul para wanita istana yang melakukan kesalahan.
"Bunda..apa yang ada ditangan pelayan mu itu.." Tanya Nizam sambil terkesiap.
"Istrimu perlu untuk disiplinkan.."
"Ibunda Hamba mohon, berbaik hatilah. Ibunda bukankah Alena baru saja datang. Ia tidak tahu tentang peraturan Harem. Hamba yang salah Ibunda. Hamba mohon hukum saja Hamba..." Nizam gemetar melihat cambuk rotan di tangan pelayan Ibunya itu.
"Keadilan harus ditegakkan tanpa kecuali. Jikalau Ananda sangat mencintai Putri Alena maka tidak seharusnya Ananda meminta maaf untuknya karena akan semakin mempersulit kedudukannya."
" Ibunda...Hamba mohon. Tolonglah. Kaki Alena begitu lemah Ia tidak akan kuat menahan pukulan itu. Ibunda..."Nizam bersikeras tapi tangan Ratu Sabrina terangkat.
"Persilakan Yang Mulia Pangeran Putra Mahkota untuk kembali ke kamarnya!!" Nada suara Ratu Sabrina terdengar dingin.
Dua orang Kasim langsung membawa Nizam keluar dari kamar Alena. Alena mau berlari mengikuti tapi Hatice dan Sanita menahannya. Alena meronta putus asa. Cynthia juga tidak berdaya ketika Ia lalu di suruh keluar juga oleh Para pelayan Ratu Sabrina.
Nizam bersikeras berdiri di depan pintu kamar Alena ketika tidak lama kemudian Ia mendengar Alena berteriak kesakitan. Suara jeritan Alena di dalam kamar membuat Nizam benar-benar serasa kehilangan nyawanya. Ia tidak mengira Ibunya akan tega mencambuk kaki Alena. Akhirnya daripada Ia jadi gila. Ia terpaksa menyerah ketika dua orang Kasim itu secara terus menerus meminta Nizam untuk meninggalkan Harem.