Libur musim semi sebentar lagi akan tiba. Untuk menyambut datangnya liburan organisasi mahasiswa "The Great" mengadakan acara tahunan pesta seni. Alena tampak bahagia. Ia sudah mengatur strategi lanjutan untuk menjerat Nizam. Begitu melihat spanduk acaranya seluruh mahasiswa riuh membicarakannya, termasuk Alena dan Cyntia. Apalagi nanti akan ada acara dansa.
"Ini kesempatan kamu Alena agar Nizam mau menjadi partner " Kata Cyintia sambil berbisik setelah mereka melihat spanduk acara tersebut. "Tapi Aku masih ragu, walaupun Nizam beberapa kali mengajakku berbincang tapi ia tetap berkesan dingin" Kata Alena sambil melangkah menjajari langkah Cyntia berjalan menuju kelas mereka. Jam 9 hari ini ada tes ujian mata kuliah pemasaran. Tes terakhir sebelum libur.
"Menurutku daripada Kamu tersiksa terus menerus lebih baik Kamu menyatakan langsung pada dia? "
Alena terkejut hampir tersandung kaki sendiri mendengar kata-kata Cyntia.
"Kalau ditolak bagaimana? " Kata Alena dengan hati yang miris.
"Tidak ada salahnya kamu mencoba daripada kamu tersiksa" Sahut Cyntia.
Alena terdiam memang benar batinnya tersiksa. Tadinya ia hanya ingin memasang strategi menarik perhatian Nizam dengan mengajak berdansa Edward tapi ia menjadi bimbang. Cyntia menyuruhnya untuk mengajak langsung Nizam ke pesta seni tetapi Alena benar-benar belum siap.
Selagi mereka berdua jalan tiba-tiba Justin mengejutkan mereka. "Aha... Hallo gadis-gadis yang cantik terutama kamu Alenaku sayang". Kata Justin sambil menyelip diantara Cyntia dan Alena. Lalu tangannya merangkul bahu Alena. Alena kaget dan segera berkelit.
"Kamu.. kebiasaan banget. Enak saja main peluk". Alena cemberut tapi malah membuat wajahnya semakin manis.
"Ah.. come on sweetheart, kapan Aku dapat menjadi kekasihmu, Aku sudah lelah menunggu. Nanti keburu Aku berubah pikiran. Kamukan tahu betapa banyak gadis-gadis yang menginginkan diriku untuk menjadi kekasihnya." Kata Justin.
Sebenarnya ketika Justin berkata demikian itu adalah kenyataan. Justin termasuk kedalam jajaran pria top score di kampus mereka. Gadis mana yang tidak tertarik dengan wajah bulenya yang tampan. Bahkan ia dijuluki si pirang bermata biru. Ditambah dengan mobil sport-nya maka Justin benar-benar dambaan setiap gadis. Tetapi sayang Justin hanya tergila-gila pada Alena dan ia tak pernah bosan mengejar-ngejar Alena. Alena sampai pusing sendiri karena Justin mengejarnya dengan gayanya yang tengil.
"Iih.. sana ah, Sudah kubilang Aku tidak menyukaimu dan kamu boleh memilih gadis manapun untuk kamu cintai... " Alena terlihat sangat sewot. Tiba-tiba diluar dugaan Justin mendorong tubuh Alena ke dinding dengan tubuhnya lalu menahan tubuh Alena dengan sebelah tangan menempel di dinding dan sebelahnya lagi memegang dagu indah Alena.
"Apa perlu kamu merasakan ciuman ku dulu baru kamu akan bertekuk lutut? "Justin berkata sambil memajukan wajahnya dan hendak mencium Alena. Alena terkejut dan meronta tapi di belakang tubuhnya tertahan dinding sedangkan Cyntia langsung panik ia malah berteriak histeris.
"Justin.. lepaskan dia.. " Kata Cyntia sambil ketakutan.
"Lepaskan gadis itu!!! " Terdengar suara pria dibelakang mereka. Membuat Justin tidak jadi mencium Alena. Melihat ada peluang untuk melepaskan diri Alena langsung lari menuju Cyntia. Mereka lalu melihat siapa pria yang menolong mereka. Ternyata Edward.. "Thanks God.." kata Cyntia. sambil memeluk Alena. "Pergilah.. " Kata Edward sambil memberi isyarat agar Alena dan Cyntia pergi.
Sedangkan Justin yang sewot karena buruannya lepas mengomel tapi ketika dilihatnya yang berbicara adalah Edward, Justin tidak berkutik. Siapa yang tidak kenal dengan Edward anak seorang pejabat tinggi yang katanya konon setengah saham kepemilikan kampus ini adalah milik ayahnya Edward.
"Hati-hati dengan tingkahmu.. " Kata Edward sambil menatap tajam pada Justin. Justin bersungut-sungut kesal. Tetapi kemudian ia berkata : "Aku menyukainya.. apa perduli mu? " Kata Justin.
Mata hijau Edward tampak membesar, "Kau pikir hanya Kamu yang menyukainya? Aku juga menyukai nya, tetapi bukan seperti itu caranya". Justin mendengus "Sial.. " , ternyata ia mendapatkan saingan yang berat.
Justin melangkah pergi dengan hati kesal. Edward menarik nafas panjang ia bersyukur datang tepat pada waktunya.
Alena berjalan cepat sambil memegang tangab Cyntia. Sesampainya di kelas terlihat ruangan sudah hampir penuh. Bahkan tampak Nizam sudah duduk di pojok kelas terlihat sedang membaca buku. Dilihatnya ada kursi kosong di sebelahnya. Cyntia menyuruh Alena untuk duduk disampingnya. Alena menatap ragu tetapi kemudian ia segera duduk di samping Nizam. Nizam melirik ke arah Alena yang akan duduk disampingnya lalu mengucapkan salam. Alena menjawab salam itu sambil tersenyum tapi senyumnya langsung berhenti ketika Nizam menundukkan kepalanya lagi, meneruskan bacaannya. Alena jadi kesal tetapi kekesalannya tidak berlanjut lama karena di dengarnya handphonenya berbunyi.
Alena segera mengangkatnya. Oh dari Edward.
"Hallo Edward" Alena berkata pelan tetapi cukup didengar oleh Nizam.
" Apakah kamu ok? " tanya Edward
"Aku ok...tidak apa-apa hanya kaget. " Alena berkata pelan entah kenapa tiba-tiba air matanya menetes dan isaknya mulai terdengar. Edward menjadi kaget.
"Alena.. Alena ...Honey apa perlu aku ke kelasmu?" Suara Edward terdengar sangat khawatir.
Alena menggelengkan kepalanya. "No Edward, Aku baik-baik saja hanya masih kaget, hari ini ada test mata kuliah pemasaran, Aku mau mengikutinya dulu lalu pulang. Itu Dosennya sudah datang. Nanti Aku hubungi Kamu. Terima kasih atas bantuannya." Alena menutup handphonenya dan menghapus air matanya.
Nizam tampak mengernyitkan keningnya melihat Alena menangis. Tetapi keheranannya tidak bisa terjawab karena test segera dimulai.
Alena lebih banyak termenung daripada mengerjakan soal. Ia tiba-tiba teringat ayah dan ibunya serta adik semata wayangnya. Dulu Ketika ia bilang ingin berkarir di dunia model ayahnya menolak mentah-mentah. Ia tidak mau anaknya mencari uang dengn menjual wajah ia ingin anaknya bisa meneruskan usahanya. Sehingga kemudian ia menyuruhnya pergi ke luar negri untuk kuliah jurusan manajemen. Tetapi ketika diwawancara oleh dewan kampus ia ternyata kurang cocok lalu menyarankan kuliah di jurusan ekonomi. Mungkin karena ia tidak punya jiwa pemimpin. Ayahnya tidak keberatan tetapi kemudian dia bilang kalau Alena bisa kuliah lagi jurusan manajemen di tanah air.
Alena tidak berdaya jika menghadapi Ayahnya. Ayahnya adalah sumber keuangannya. Kegemarannya akan barang-barang mewah membuat Alena tak berkutik ketika ayahnya mengancam akan memangkas 3/4 uang sakunya kalau Alena tidak menurutinya. Dan tidak terasa tiga tahun sudah berlalau, setahun ke depan kuliahnya beres, dan Alena sebenarnya tidak sabar untuk segera ingin pulang. Rasa cintanya pada Nizam yang tidak terbalas membuat Alena sedikit putus asa ditambah kejadian hari ini membuat ia semakin ingin pulang.
Selama ini pria-pria yang mengejarnya tidak pernah berani bertindak jauh selain menyapanya dengab sopan atau mengirim bunga, pesan di medsos atau apapun selain kontak fisik. Tingkahnya yang memang memjaga batas membuat mereka segan. Tetapi akhir-akhir ini Alena sedikit melayani mereka sehingga ada beberapa yang menganggap bahwa Alena mulai membalas cinta mereka. Hal ini yang menyebabkan Justin jadi berani memaksanya seperti itu. Padahal ia hanya ingin membuat Nizam merasakan kehadirannya, menarik perhatiannya tetapi Alena merasa bahwa Nizam masih tidak perduli selain mengajaknya berbicara sepatah dua patah kata.
Alena melirik ke arah Nizam yang sedang mengerjakan soal pemasaran dengan serius. Pria itu benar-benar sangat pintar. Bahkan kata Cyntia, Jurusan kuliah Nizam sebenarnya Manajemen Ekonomi makanya mereka hanya sekelas pada saat kuliah di beberapa mata kuliah ekonomi. Kertas Alena hanya terisi beberapa kalimat saja. Sementara isi kertas Nizam penuh dengan kalimat - kalimat bermakna. Jari-jarinya yang panjang dan sedikit runcing ke ujungnya menari-nari memainkan pulpen di atas kertas menjadi pemandangan yang menarik. Alena menghela nafas melihat bulu-bulu halus menghiasi jari itu. Tiba-tiba dalam dadanya berdesir perasaan halus ada perasaan ingin sekali jari itu menyentuhnya perlahan dan menjamah tubuhnya. Wajah Alena seketika memerah dan ia langsung membuang muka jengah ketika Nizam menoleh kearahnya. Ia tidak ingin tertangkap basah sedang berkhayal tentang Nizam.