webnovel

Hooligan Sepakbola Bagian 3

Biên tập viên: Wave Literature

Tang En tidak takut menghadapi para pemabuk yang diburu nafsu itu. Pria yang berdiri paling dekat dengannya bisa saja mengayunkan tinjunya ke depan dan memukul hidungnya, tapi Tang En tidak melangkah mundur saat berhadapan dengan kemarahan pria lain.

Dia melemparkan bendera yang sobek itu ke arah Hodge. "Putra Michael sudah mati, dan kalian semua adalah pembunuhnya!"

Pub, yang baru saja sangat ramai seperti di koloseum, tiba-tiba langsung sunyi. Semua orang memandang Twain dengan terkejut dan membiarkan bendera yang mereka anggap sebagai hidup mereka, jatuh ke lantai.

Hodge juga kaget, dan dia bertanya, "Apa yang kaukatakan?"

Pintu di belakang Tang En sekali lagi terbuka, dan Kenny Burns yang berkeringat muncul di depan semua orang itu. "Apa yang dikatakan Tony benar. Orang-orangmu menabrak jatuh Gavin saat kalian melarikan diri, dan kalian dan para b*ajingan Millwall itu menginjak-injaknya."

Mata Hodge melebar. Dia tidak percaya dengan apa yang baru didengarnya.. Dia tidak terlalu mabuk, dan pikirannya masih jernih.

Tang En melangkah maju dan menatap tajam Mark Hodge. "Kehormatan adalah hidupku" kehilangan cahaya keemasannya ketika dia menginjaknya.

"Hooligan sepakbola?" Dia mencibir saat dia hendak berbalik untuk meninggalkan pub yang masih sunyi senyap. "Pergilah ke neraka!"

Semua orang melihatnya pergi dalam diam. Mata Hodge masih membelalak kaget, dan dia masih belum bisa mempercayainya. Burns melihat ke arah Hodge dan orang-orangnya yang masih tertegun, membalikkan badan, dan mengikuti Twain meninggalkan pub.

"Kenny ... Kau tahu, saat aku dengar Gavin sudah ... Aku benar-benar ingin membunuh para b*ngsat itu," kata Tang En ketika mereka telah berjalan keluar dari pub.

Burns mengangguk. "Aku mengerti."

"Tapi saat aku melihat mereka, tiba-tiba aku merasa mereka kelihatan sangat menyedihkan. Aku tak tahu kenapa, tiba-tiba saja aku merasa kasihan pada mereka ... Ini aneh. Seharusnya aku langsung menghampiri dan meninju Hodge. Kenapa jadi begini?" gumam Tang En saat dia berdiri di jalan dengan kepala tertunduk.

"Tony, meski kau membuat mereka semua masuk rumah sakit selama setengah tahun, Gavin takkan kembali." Burns menepuk bahunya untuk menghiburnya.

Tang En menatap Burns dan mengangguk. "Aku tahu, aku tahu ... Itulah sebabnya kenapa aku merasa sangat marah. Ini seperti, seperti saat aku melihat timku kalah, dan tak ada yang bisa kulakukan tentang itu ... kalah itu, rasa sakit itu ... F*ck!"

Tiba-tiba, dia meninju bilik telepon di sebelahnya. Prang! Kaca itu pecah berkeping-keping.

"Aku punya kesempatan untuk mencegah semua ini! Aku bisa mencegah agar kematian Gavin tidak terjadi! Aku mengkonfrontasi Hodge dan mengatakan pada mereka bahwa mereka adalah pembunuh, tapi aku tahu aku juga pembunuh! Aku juga pembunuh!" Tang En memegang kepalanya sambil berjongkok, dan darah menetes dari pergelangan tangannya ke tanah.

Burns tidak menghentikannya, dia hanya berdiri diam di sampingnya sambil memperhatikannya melampiaskan semua kemarahannya.

Para pejalan kaki yang lewat dengan hati-hati berjalan memutar untuk menjauhi mereka dan memandang keduanya dengan rasa takut dan kasihan, mengira mereka adalah bagian dari geng di dalam Robin Hood Pub.

Satu persatu, mobil-mobil melintas dan menciprati mereka dengan air yang menggenang di pinggir jalan. Mereka berdua tak berusaha menghindarinya. Mereka hanya membiarkan air kotor itu membasahi mereka.

Hari berikutnya, Nottingham Evening Post adalah yang pertama kali melaporkan tentang bentrokan antara fans Nottingham dan fans Millwall di putaran akhir Kejuaraan Liga. Laporan itu kemudian diikuti oleh banyak laporan dari berbagai media lainnya. Bahkan koran nasional, The Times, mengikuti insiden itu dengan penuh minat.

Perkelahian antar fans bukanlah hal yang aneh di Inggris. Media dan publik sudah lama kebal terhadap insiden semacam ini. Satu-satunya alasan kenapa banyak media terfokus pada perkelahian antar fans paska pertandingan Kejuaraan Liga kali ini adalah karena ada seseorang yang meninggal dalam insiden itu.

"... Pada pertandingan terakhir Kejuaraan Liga Sepakbola Inggris, usai pertandingan antara Nottingham Forest dan Millwall, para fans dalam geng kedua belah pihak telah berkumpul di sebuah gang untuk berkelahi. Selama bentrokan itu, seorang anak laki-laki berusia 12 tahun yang tak bersalah turut terlibat dan meninggal dunia setelah gagal menyelamatkan diri."

Hanya ada dua baris informasi tentang Gavin Bernard di dalam laporan itu. Selain usianya, tidak ada informasi yang lain — tak ada nama, tak ada deskripsi karakter. Orang-orang takkan pernah tahu betapa pintar dan menggemaskannya bocah yang tak bersalah itu, bagaimana dia adalah anak yang menyenangkan... Bagaimana dia seharusnya tidak meninggal dunia.

Laporan yang dingin dan tak memihak itu begitu objektif dan adil sampai-sampai Tang En merasa jijik. Tapi kemudian, saat media menggali lebih dalam tentang kematian bocah itu, Tang En tak ingin membaca surat kabar lagi. Karena dengan melihat foto-foto Gavin yang diperoleh para wartawan dari sekolahnya, dan membaca bagaimana mereka menggambarkan kematian Gavin, Tang En merasa seolah-olah dia mengalami kembali semua hal yang dirasakannya pada malam itu.

Dia merasa sangat marah, tapi tak bisa melampiaskannya.

Karena dia adalah ketua para fans, Michael memiliki hubungan yang sangat baik dengan banyak pemain di tim Forest, seperti misalnya Michael Dawson, Andy Reid, Marlon Harewood, Eoin Jess dan lainnya... Semua orang tahu dia adalah ayah dari seorang bocah yang imut dan cerdas, Gavin Bernard.

Jadi, saat mereka mengetahui dari media bahwa Gavin kecil telah meninggal selama bentrokan antar fans, hampir semua orang tidak berada dalam kondisi yang fit untuk berlatih. Para pelatih tidak meneriaki mereka di tempat latihan, dan Tang En juga tidak meminta mereka untuk berkonsentrasi. Seluruh klub tenggelam dalam kesedihan.

Karena rasa sakit yang dirasakan oleh ibu Gavin yang tak bisa menerima kematian putranya, Michael memutuskan untuk memajukan tanggal pemakamannya. Tanggal pemakaman dipilih pada tanggal 9 Mei. Tang En memberi tahu para pemain tentang pemakaman itu di akhir latihan rutin sehari sebelumnya dan berharap semua orang bisa hadir untuk ikut mengantarkan kepergian anak malang itu.

Tak ada yang keberatan dengan keputusan Twain. Para pelatih, dokter tim, asisten manajer, dan bahkan Ketua Doughty juga menyetujui keputusan itu. Semua orang, termasuk Tang En sendiri, mungkin sudah lupa bahwa di hari sesudah pemakaman itu, mereka akan melakukan pertandingan kandang dengan lawan yang kuat. Itu adalah pertandingan penting bagi mereka.

Pada tanggal 10 Mei, Nottingham Forest akan bertanding melawan Sheffield United dalam babak pertama playoff untuk menuju semi-final playoff Liga Sepakbola Inggris.

Chương tiếp theo