webnovel

Sebuah Janji yang Mahal

Biên tập viên: EndlessFantasy Translation

Ketika para hadirin menyaksikan langsung Qin Wentian menyerahkan lukisan itu kepada Mu Rou, mereka tidak tahan menghela nafas. Ia benar-benar rela memberikan lukisan itu. Mereka tidak bisa menahan kecemburuan kepada Mu Rou.

Tentu saja, ini membuktikan bahwa apa yang dikatakannya tadi adalah benar. Lukisan aksara dewa itu benar-benar diciptakan olehnya. Kalau tidak, mana mungkin ia mau memberikannya sebagai hadiah.

"Seorang gadis yang baik terlahir dari Klan Mu." Seorang tokoh tua tersenyum ke arah Mu Rou. Setelah memperhatikan sosok itu, Mu Rou tanpa sadar merasakan hatinya bergetar karena shock. Orang ini memiliki status luar biasa di Ibukota Kerajaan.

Tidak hanya dia, beberapa yang datang hari ini berasal dari latar belakang sangat terhormat. Bahkan ada beberapa penulis aksara dewa tingkat ketiga yang membaur di dalam kerumunan itu.

"Haha, gadis dari Klan Mu. Lumayan." Sosok lainnya tertawa. Mu Rou membungkukkan badannya sedikit kepada semua orang-orang itu untuk menunjukkan rasa hormatnya.

Tiba-tiba, Mu Rou telah menjadi fokus perhatian setiap orang, hal ini membuatnya sedikit kewalahan menerima semua perhatian tersebut.

"Mu Rou, lukisan ini, mengapa kau tidak menjualnya kepadaku?"

Tokoh tua yang mengenakan jubah sederhana dan terlihat biasa itu berbicara sekali lagi. Volume suaranya tidak terlalu keras tetapi terdengar di telinga seperti memiliki unsur mistis yang menekan suara-suara lain yang ada di aula itu.

Mu Rou memandang ke arahnya dan setelah memperhatikan sikap para ahli senjata yang ada disitu terhadap tokoh tua itu, ia bisa menebak bahwa selain memiliki latar belakang yang luar biasa, ia juga pastilah seseorang yang sangat dihormati. Tanpa sadar, ia melirik Qin Wentian.

"Gadis kecil, kau harus mengerti konsekuensi sebagai pemegang lukisan itu. Bahkan para Tetua dari perguruanmu semuanya memiliki hati yang serakah, belum yang lainnya lagi. Jika lukisan ini tetap menjadi milikmu, aku khawatir hanya akan membawa masalah tanpa akhir kepadamu," lanjut pria tua itu.

Meskipun kata-katanya tidak enak didengar, Mu Rou mengerti bahwa itu benar. Tetua dari Perguruan Kerajaan itu menunjukkan ekspresi yang tidak sedap dipandang. Hari ini, ia tidak tahu akan diletakkan di mana wajahnya.

Mu Rou terdiam sesaat. Ini adalah hadiah yang telah diberikan Qin Wentian untuk ulang tahunnya. Tidak terlalu bagus jika ia menukarnya dengan uang atau benda berharga lainnya. Tetapi karena menyimpannya juga tidak mungkin, apa yang harus ia lakukan?

Jangankan orang-orang ini, Klannya sendiri pasti juga akan memerintahkannya untuk menyerahkan lukisan itu. Jika demikian, bagaimana bisa ia tidak menurutinya?

Qin Wentian mengangguk kecil memberi persetujuan kepada Mu Rou.

Qin Wentian telah mengalaminya sendiri terkait dengan pengkhianatan yang bisa dilakukan manusia. Jika lukisan ini tidak diketahui publik, tidak akan jadi masalah sama sekali. Tetapi sekarang setelah berhasil menciptakan gelombang kehebohan seperti itu, jika hadiah itu masih berada di tangan Mu Rou, pasti akan menjadi bencana dan bukan kekayaan.

Mu Rou mengerti maksud Qin Wentian, lalu menjawab. "Hadiah ini memiliki nilai yang luar biasa di hatiku. Imbalan apa yang akan tetua berikan jika aku bersedia menjualnya?"

Tokoh tua itu menatap Mu Rou, lalu menjawabnya setelah terdiam sejenak. "Sebuah janji dariku. Aku berjanji untuk memenuhi satu permintaan darimu apapun itu."

Jika kalimat ini diucapkan oleh orang lain, kerumunan itu pasti akan mencerca dan mencibirnya. Namun, ketika pria tua itu yang mengucapkannya, keheningan melanda seluruh galeri. Terutama bagi mereka yang mengetahui identitas lelaki tua itu, hati mereka bergetar tanpa sadar.

Terkadang, bahkan orang-orang kaya pun tidak bisa mendapatkan sebuah janji seperti itu. Terutama janji dari sosok tua itu.

Saat itu, tidak ada orang yang berani muncul dan bersaing dengan orang tua itu untuk mendapatkan lukisan itu.

Wajah Mu Rou membeku saat ia merasa bimbang, hingga ia mendengar suara dari belakangnya. "Mu Rou, terimalah penawarannya."

Pemilik suara itu muncul di sisi Mu Rou. Dan ketika ia melihat sosok itu, ia tidak bisa menahan diri untuk tidak terkejut.

"Ayah."

"Hmm." Ayah Mu Rou mengangguk. "Terimalah penawarannya."

"Baiklah." Setelah memperhatikan ekspresi serius di wajah ayahnya, Mu Rou mengalihkan pandangannya ke arah lelaki tua itu. "Tetua, aku setuju."

Pria tua itu mengangguk ringan lalu berkata. "Anggota klan Anda tentu sudah tahu di mana mencari saya."

"Baiklah." Mu Rou melangkah maju dan menyerahkan lukisan itu kepada pria tua itu.

Setelah menerima lukisan itu, pria tua itu memandang Qin Wentian, sebuah senyum muncul di wajahnya.

"Generasi muda sekarang memang menakutkan. Adik, teruslah berlatih keras. Masa depanmu tidak terbatas. Jika kau punya waktu luang, kau bisa mencari pria tua ini kapan saja untuk berbincang."

Orang tua itu mengangguk kepada Qin Wentian sebelum meninggalkan tempat itu.

Namun, kata-kata perpisahannya menyebabkan kegemparan di antara kerumunan yang tersisa di situ.

Paruh pertama kata-katanya memuji Qin Wentian. Paruh terakhir berarti bahwa Qin Wentian dipersilakan untuk bertemu dengannya kapan saja ia mau.

Para hadirin semua mengerti benar maksud dari kata-kata itu. Di antara kerumunan itu, ada beberapa penulis aksara dewa tingkat ketiga yang tidak punya kesempatan untuk bertemu dengan orang tua itu, bahkan jika mereka memohonnya.

Tetapi sebelum ia pergi, ia malah mengatakan jika ada waktu, Qin Wentian akan disambut baik untuk bertemu dan berbincang dengannya!

Selain kejutan yang besar di hati mereka, banyak juga yang merasa sedih. Mereka tidak akan mendapat kesempatan melihat karya yang menantang langit itu lagi di masa depan.

Kecuali ... jika Qin Wentian menciptakan lukisan yang serupa itu sekali lagi.

"Mu Rou, kau telah mengalami kesulitan beberapa waktu belakangan ini. Pulanglah denganku setelah ini..!" Ayah Mu Rou mengajukan permintaan.

Mu Rou memandang ayahnya dengan perasaan enggan di hatinya.

"Jangan khawatir. Semua sumber daya kultivasi yang ditarik darimu akan diganti sepenuhnya oleh Klan." Ayah Mu Rou tersenyum lembut. Mu Rou terdiam. Apakah ini semua karena janji lelaki tua itu? Jika begitu, bukankah itu semua karena Qin Wentian?

"Baiklah." Ia menatap Qin Wentian, lalu berkata. "Aku akan pulang lebih dulu."

"Baik." Qin Wentian tersenyum.

Ayah Mu Rou juga menjawab dengan tersenyum dan menganggukkan kepala kepada Qin Wentian lalu meninggalkan aula itu bersama Mu Rou.

Saat itu, Qin Wentian juga bersiap pergi. Meskipun ada banyak orang di sini, mereka tidak menyambut kehadirannya.

Namun, sebelum ia pergi, Qin Wentian mengalihkan pandangannya kepada Tetua yang berasal dari Perguruan Kerajaan itu. Ia bertanya dalam nada yang tenang.

"Aku memiliki pertanyaan untuk Anda. Apakah semua Tetua di Perguruan Kerajaan sama tak tahu malunya seperti anda? "

Setelah menyelesaikan kalimat itu, Qin Wentian melangkah pergi. Kata-kata perpisahannya ditujukan untuk membalas kata-kata Tetua itu yang merendahkannya sebelumnya. Apakah semua siswa Perguruan Bintang Kekaisaran tidak tahu malu sepertimu?

Nada menghina dari kalimat itu ditujukan kepada semua siswa Perguruan Bintang Kekaisaran. Qin Wentian Tentu saja akan mengingatnya.

Kata-kata perpisahan yang diucapkannya itu mirip dengan tamparan keras di wajah Tetua itu.

Belum lama berselang, saat Qin Wentian mengatakan bahwa lukisan aksara dewa itu adalah miliknya, banyak yang berusaha mempersulitnya, mengejeknya bahkan mempermalukannya.

Jawaban terbaik untuk menjawab orang semacam ini adalah dengan menampar wajah mereka dengan kenyataan.

Saat Qin Wentian berjalan menuju pintu keluar, kerumunan itu secara otomatis membuka jalan baginya. Banyak di antara mereka dengan status luar biasa mulai mengelilinginya, ingin mendapat kesempatan untuk berbincang dengannya.

Tentu saja, di antara mereka ada beberapa ahli senjata yang telah menemui hambatan dalam pemahaman mereka tentang aksara dewa. Jika mereka bisa menjalin persahabatan dan berhubungan dengan pemuda yang menciptakan aksara dewa yang menentang langit itu, pasti akan sangat membantu mereka di masa depan.

Yang tadinya 'Badut' entah bagaimana memperoleh status penting seperti itu. Bahkan tanpa bakatnya dalam menulis aksara dewa, bakatnya dalam kultivasi saja sudah cukup untuk membuat orang lain menghormatinya.

Ye Zhan dan Liu Yan berdiri bersama. Keduanya diam-diam menyaksikan saat Qin Wentian berjalan melewati mereka.

Qin Wentian sedang berbincang dengan orang-orang di sekitarnya dengan senyum di wajahnya. Ia bahkan tidak melirik ke arah mereka. Mungkin, mereka tidak lagi memiliki kualifikasi untuk menarik perhatian Qin Wentian. Keangkuhan yang dimiliki Ye Zhan saat pertama kali muncul kini hancur sirna.

Terutama Liu Yan. Ia berdiri dengan kepala tertunduk, tak berani bersuara. Mungkin, mereka memang memiliki dunia yang berbeda.

Wajah Ye Zhan dipenuhi dengan kemarahan dan beberapa jejak penyesalan. Sebelumnya, Qin Wentian tidak pernah berinteraksi dengannya dan juga tidak pernah mempermalukannya. Tetapi akibat kesombongannya, ia memilih berada di pihak yang menyerangnya.

Nilai apa yang diandalkan Ye Zhan? Di dalam Klan Ye, ada banyak anak muda yang berkali-kali lebih berbakat daripada dia. Jika bukan karena dukungan klannya, ia mungkin sama sekali tidak dinilai berharga. Hanya dengan kerja keras dan bakat saja, Qin Wentian telah meninggalkan Ye Zhan jauh di belakangnya berkalang debu.

Perbandingan seperti ini seperti pisau yang tanpa ampun menusuk hatinya. Namun, Ye Zhan terpaksa menekan emosi yang muncul.

Pada kenyataannya, Qin Wentian bahkan tidak perlu repot-repot membandingkan diri dengannya, karena di mata Qin Wentian, Ye Zhan tidak pernah menjadi seseorang yang penting.

Selain Ye Zhan, Murin dan Gretchen juga merasa seperti itu.

Gretchen tidak pernah memiliki perasaan apa pun selain penghinaan terhadap Qin Wentian. Tetapi sejak hari ini, ia menyadari bahwa bakatnya yang sangat dibanggakannya hanyalah sampah di depan Qin Wentian. Baik itu kemampuan bertarung maupun dalam memahami aksara dewa, Qin Wentian jauh di luar jangkauan.

Perwakilan dari Perkumpulan Kurir Langit juga pergi dengan diam-diam, sementara Xue Yuan berdiri mematung, tidak berani mengeluarkan suara.

Tetua dari Perguruan Kerajaan membelalakkan mata padanya dan menghardik, "Lihatlah apa yang telah kau lakukan."

Saat itu, Tetua itu benar-benar ingin melepaskan semua penghinaan dan kemarahan yang ia rasakan hari ini pada Xue Yuan.

Xue Yuan menunduk diam. Meskipun ia ikut bersalah, Tetua itu tidak berhak menyalahkannya seperti itu.

Ia menggunakan statusnya sebagai Tetua perguruan untuk meminjam lukisan itu darinya, bagaimana mungkin ia berani untuk tidak setuju? Dan peristiwa yang terjadi kemudian, bukankah semua disebabkan oleh kesombongan dan keputusannya sendiri? Tidak ada hubungannya dengan dirinya sama sekali.

Mu Rou boleh menyalahkannya apapun yang ia inginkan, tetapi Tetua ini tidak berhak untuk melakukan hal serupa.

Namun, dunia ini tidak pernah berdasarkan logika. Dalam menghadapi hardikan yang keras dari Tetua itu, ia sebagai siswa biasa di Perguruan Kerajaan, hanya bisa diam menanggungnya. Bukankah ini juga sebuah bentuk tragedi?

Chương tiếp theo