webnovel

TKC 37

APO terbelalak lebar. Punggung halusnya dibelai pelan dari bawah hingga atas. Garis curam di bagian tengah mendapat sentuhan nakal, mulai tulang ekor hingga tengkuk dijalari kehangatan suhu tubuh lain. Paras si manis mulai memanas dengan telinga memerah. Dia meringkuk seperti terenggiling demi melindungi diri.

"Yang Mulia, plis lah! Harus banget ya sekarang?! teriaknya. "Jangan bilang Anda tidak paham masa berpacaran! PDKT! PDKT! Arrghh! Stress! Pokoknya jangan ngewe dulu lah! Mauuuuuu pergiiiiiii!"

Apo pun menenggelamkan wajah di lutut, dia benar-benar takut dipeloroti seperti artis bokep muda. Teringat mereka yang masih fresh girl berani mengangkang demi uang jajan, padahal Apo tahu betul konten yang dihasilkan tak selalu tampak real. Dia pikir, saat menonton bagus-bagus saja. Tapi saat dijalani sendiri ternyata ngeri sedap juga.

Angin balkon mulai berembus menerpa mereka. Helai-helai rambut tipis Apo jatuh di kening agak berantakan. Lelaki carrier itu merinding kala kecupan di pipi putihnya datang. Baju atas semakin naik dengan puting yang disentil jari.

"Amhh," desah Apo gigit bibir.

Raja Millerius tampak puas dengan reaksi tersebut. Baru mengintip sekilas saja dia tahu puting Apo kemerahan nan ranum. Kulitnya tipis mulus halus seperti balita. Tulang-tulang rusuk Apo menonjol tegang akibat kepanikan datang menyerbu. "Hhh, Yang Mulia .... s-saya--ugh ... nanti pukul 1 masih ada jadwal loh. Mau ujian!" jeritnya cemas. "J-Jangan bercanda, huhu... yang begini sama sekali tidak lucu ... tahu ....!! Belum ingin punya bayiiii ... umm ...."

Raja Millerius justru memaksa Apo menghadap. Semua agar melihat proses kancing atasnya dilepas. Si manis pun meremas bantal berbordir emas yang dipakai. Bola matanya bergulir cepat menyisir ke sembarang arah. "Bukankah sudah kubilang ini simulasi?" katanya. "Rasanya aku tidak salah menentukan calon istri."

"Hah?! SIMULASI MACAM APA?!" Apo murka seketika. "Hmmngh--jangan buka-buka baju dong! Eumh ... apaan sih--t-tutup lagi ...." Jemarinya berusaha meraih kerah, niat hati ingin membenahi malah terdorong beban super berat.

Perut lapar Apo mulai protes, tapi diabaikan Raja Millerius. Dia dituntun untuk meremas bahu kanan agar mendapat pelampiasan.

"Raja jahattt ...." rengek Apo kala rahangnya dijilat. "Saya maunya pacaran dulu ... tolong ...."

Dia bertahan selama mungkin untuk tidak berteriak. Konyol kalau sampao ada orang dengar suaranya menembus jendela. Dipikir-pikir dominan ini jadi songong karena merasa jadi yang pertama terus untuknya --walau memang iya-- tapi Apo kesal kalau dibiasakan dengan cara yang tidak dirinya suka.

"Minggir!" Apo menjambak baju agar tidak dibuka semakin naik. Ya, walau setelah itu tetap dinaikkan lagi. "Yang ... Mulia! Anda juga punya puting jangan lihat punya saya! Mmh! Mesum!"

"Oh, tentu saja. Ada yang secantik ini mana mungkin otakku tetap di tempat, Natta."

"Anjir ya! Dibilang jangan lihat punya saya!! Menikah dulu! Dih!"

Apo tetap jambak-jambakan bajunya tanpa menyerah.

"Wah, jadi sekarang sudah mau kunikahi? Tinggal dilanjutkan hm?"

"Arrgh! Yang Mulia! Saya tidak pernah bilang iya! Cuma pacaran!"

"Pacaran itu kau dan aku bermesraan?"

"Anjaaaaaayyy! B-Bermesraan?!" Apo tanpa sadar terhipnotis permainan bodoh mereka. "Ugh ... iya sih, tapi konsepnya bukan begini! Huhu ... mata Anda perlu disikat 100 kali! Ahhh!"

Raja Millerius tertawa kecil kala berhasil mencubit lagi. Spontanitas membuat Apo tidak bicara batin, melainkan langsung dikeluarkan setiap melintas dalam otaknya. Untung Raja Millerius menikmati mulut kasar Apo, tak seperti dulu, saat awal-awal pertemuan keduanya di sesi pujian.

"Enak?"

Apo uring-uringan karena kini dadanya no sensor total. "Yaaaaaaaang Muliaaaaaaaaaaaaaaa!!" pekiknya karena tak tahan.

Lelaki carrier itu tersengal hebat tanpa bisa lepas. Lengan kiri dipegangi, dan yang kanan kena tindihan jambakan baju. Kedua puting merahnya tampak begitu menggairahkan. Dengan dada naik turun Raja Millerius betah memandangi sambil terkekeh-kekeh kriminal.

"Well done, Natta. Kau tidak menangis lagi. Suatu kemajuan," pujinya, lalu mengecup di kening Apo. Si manis tetap menggelepar kecil seperti ikan kurang air. Namun bukan berhasil kabur, justru perlawanannya menjadikan pemandangan bagus.

"Kemajuan apa ya, tai! Hnngghh!"

Apo tidak geser sejengkal pun jika Raja Millerius sudah serius menahan dia.

"Senang sekali diterima kencan carrier cantik, hhh ... kau sudah kupesan pada hari ultah ...." pamer Raja Millerius.

"Beh! Tidak jadi lah! Nanti aku dimesumi terus! Berubah pikiran!"

"Tidak bisa ...." Nada Raja Millerius berubah jahil sejahil-jahilnya. "Menarik janji dari raja adalah bentuk kejahatan juga. Kau tidak boleh sembarangan bilang sesuatu kepadaku, paham?"

"Ya ampun, susahnyaaaaaaa!" keluh Apo makin keukeuh. "Bangsat betul jadi carrier! Unghh! Aku menjadi letoy mirip agar-agar KuKo! Ibuuuuuuuuuuuuuu! Mau kembali diadon jadi bayi baruuuuuuuuuuu! Aaarrrrrrgh!"

"Ha ha ha ha ha."

Apo pun berhenti melawan setelah melihat tawa lepas itu. Dia --jujur-- mudah terpana kalau Raja Millerius sudah masuk mode bahagia. Sang dominan punya "The Killing Smile" super hangat nan bertahan lama. Mata yang tajam pun berubah manis akibat hilang di balik lekukan curam.

Oh, shit! Tentu saja. Bisa dikatakan ini sisi paling cerah dari seorang Raja Inggris. Mengingat betapa kakunya sang raja yang duduk singgasana. Apo yakin hanya pihak beruntung lah yang mendapat momen.

"Natta, selamat sudah memenangkan sesi tadi. Great job," puji Raja Millerius. Dia tersenyum bangga tanpa perlu dibuat-buat. Apo pun berdebar jika sudah dipuja tulus hati begitu.

"Yeah, cuma beruntung kok." Apo memutar bola matanya. "Bukan sesuatu yang spesial. Stop lah. Anda balik horor saja biar aku tak deg-degan seperti orang gila."

Raja Millerius justru mengecup bibirnya. "Tidak, aku serius, kau harus menang lagi sehabis ini, oke?" katanya. "Aku tak ingin kesusahan tidur seperti kemarin hanya karena seseorang masih merindukanku."

"A-Apa?!" kaget Apo dengan mata yang melotot komikal. "ANJIR NARSIS! Baru sekali saja sudah ke-pede-an! Kemarin iya, besok-besok belum tentu sama! Udah ah! Saya benci sama Anda!"

"Benci?"

Apo ingin kayang merasakan dagu Raja Millerius direbahkan ke dadanya. Sensasi geli yang ditinggalkan berpadu dengan debur jantung yang ribut sendiri. Dia pikir putingnya tadi akan disedot sebrutal dulu, namun rupanya Raja Millerius masih memegang omongan yang dikatakan. Dia pun merona tebal, padahal sudah diusili sejak tadi. Diam-diaman, dan saling memandang memang lebih merasuk daripada apapun.

"Benci, benci ... paling benci sama Yang Mulia pokoknya. Anda keterlaluan. Saya bahkan skip makan siang karena dijemput Ayah kemari. Laparrrrr, tahuuuuu! Mana setelah ini tanding anggar lagi!" keluh Apo sambil manyun-manyun. "Ya jelas dong aku akan berusaha, tapi kalau kalah berarti Yang Mulia boleh disalahkan! Benci!"

"Hhhh ...."

Napas hangat Raja Millerius menerpa puting-puting telanjangnya. Apo pun tergoda membelai rambut hitam sang dominan dengan jemarinya yang kurus.

"Tapi, ummn ... tidak apa-apa sih," gumam Apo kemudian. "Kalau tampan dan baik hati sepertinya masih bisa dimaafkan ...."