webnovel

TKC 21

Baseball: pemain khusus cowok.

Softball: pemain campur cewek-cowok

REWARD bonus level kali ini 20.000 poin, ditambah secret gift seperti biasa.

Itu angka yang besar sekali. Apo heran kenapa bisa seukuran nyawa 1 level. Namun kini dia paham karena softball bukanlah game main-main. Raja Millerius versi mengenakan baju olahraga sudah di lapangan sebagai satu-satunya pitcher. Beliau ahli dalam melempar bola, karenanya challenge ditambahkan agar para  calon ratu tahu dan terlibat dalam hobinya.

Bukan hal penting sih, sebenarnya. Karenanya tidak dimasukkan 25 level inti.

"Hehh ... manja kali raja ini. Segala hobi pun minta diperhatikan," julid Apo sebelum digiring berganti seragam.

Player lain juga masuk ke dalam gedung anggota, namun Magnolia tidak ikut sehingga jumlahnya tinggal 7 orang. Keramaian dalam stadion begitu memekakkan telinga. Apo lihat rakyat Inggris banyak yang penasaran dengan lomba tersebut.

Raja Millerius berperan sebagai permain bertahan, sementara 7 player diberi kesempatan sebagai pemain penyerang. Satu per satu akan berdiri sebagai batter (pemukul bola). Apo lihat Raymond langsung kalah pada putaran pertama. Usai gagal memukul 2 kali, lelaki carrier berkulit hitam itu tersandung dadakan, padahal dia sedang berlari kencang menuju base 2. Raymond ambruk dengan dadanya dahulu. Wajahnya kena debu dari sisa susrukan di tanah.

Priiiit.

Wasit pun meniup peluit agar paramedis segera membantu berdiri. Dia memerintah dengan ayunan tangan yang kencang.

"Catch ball! Go! Go! Go! Segera angkut player 1 ke dalam!"

Phillip dan Phelipe baru hadir saat Raymond diangkut keluar. Mereka gabung di kursi penonton khusus bangsawan sambil tersenyum.

"Bayiiiiii semangat!!" kata Phelipe melalui tulisan banner kecil yang dibuka di depan dada. Sebegitu mendukungnya Phelipe sampai membeli peluit segala, Apo pun tersenyum untuk membalas, walau Philip segera menegur mereka.

"Duduk, Sayang. Jangan berdiri seperti mereka."

"Ihh, sebentar saja, Ayah. Natta kita kan menang barusan," bantah Phelipe, tetap melambaikan tangan semangat. "Aku pasti senang kalau dia menang lagi nantinya. Go! Go! Go, Cantiiiiiiik!"

"Sayang ...."

Phelipe benar-benar tak mengindahkan perkataan sang suami. Dia membuat Phillip geleng-geleng, tapi setinggi apapun jabatannya, memang hanya Phelipe yang berani melakukannya.

"Bersiap untuk peserta kedua! Tuan Gavin Barnett!" seru umpire lapangan disertai isyarat tangan.

Apo langsung dag-dig-dug ser karena dia urutan ke-4. Tinggal menunggu 1 lagi sudah maju ke lapangan. Jemarinya mengetak-ngetuk gelisah di paha. Tak dipungkiri dari sudut duduk ini, dia melihat Raja Millerius (sebenarnya) tampak seksi juga.

Diantara regu istana yang bertugas sebagai pemain lain.

Diantara atlet-atlet umumnya yang berkeringat.

Raja Millerius tetap stand-out nan rupawan karena tugasnya hanya melempar bola. Sesekali dia membenahi letak topi yang membingkai bentuk wajah dominan tersebut. Dia mulai melakukan kuda-kuda tegas kepada Gavin. Sorot mata tajamnya membius siapa pun sebelum melesatkan bola ke kejauhan.

"Apa karena kepercayaan dirinya naik 100% ya? Makanya Yang Mulia terlihat menarik," batin Apo. "Dari tadi dia pringas-pringis terus, kontol. Berasa bangga atau bagaimana setiap ada yang gagal? Hmmph!"

Tak.

Gavin pun berlari memutari lapangan setelah memukul umpan pada kesempatan kedua. Dia melempar helm serta tongkat untuk mengejar base pertama agar lebih leluasa. Di lain pihak lawan sibuk mengejar bola yang dipukul. Apo menikmati pertandingan itu karena Gavin sampai base 3 betulan.

"Safe! You lost!" kata seorang wasit memberi tahu.

Sayang, bola sudah ditangkap si catcher duluan. Selang 1 detik tetap fatal, dan Gavin terengah-engah dalam kekecewaan. Dia mengusap keringat kening sambil berjalan keluar lapangan. Meski begitu pendukung Keluarga Barnett tetap menyemangatinya di kursi penonton. "TUAAAAN GAVIIIIIIN! FIRE! FIREEE! YOU'RE DO THE BEST! TUAN GAVIIIIIIN! AYO SEMANGAT! TETAP SEMANGAT! CINTA SEKALI AAAAAA!"

Jantung Apo berdebar semakin kencang. Entah apa yang terjadi, yang pasti player ke-3, Victoria tiba-tiba sukses mengantongi 1 poin softball. Gadis itu lincah jika memakai baju biasa. Mungkin gaun yang selama ini menahan pergerakannya. Apo me-notice betapa bahagianya Victoria saat maju babak dua. Jeleknya gadis itu gugur tidak lama kemudian.

"Foul ball! Foul ball! Priit, priiitt!" teriak si wasit langsung menghentikan.

Pukulan Victoria yang terbaru dinyatakan tidak sah karena jatuh di areal foul-round. Dia dilarang lari dari home-plate karena tak lagi berhak melakukannya.

"WHOHOOOOOOOOOOO!!! LOST!"

Sindir pendukung keluarga lain coba merendahkan mental.

[Woah! Persaingan yang ketat sekali! Tring! Tring! Tring!]

[Apa Anda sudah siap, Tuan Nattarylie?]

[Hitung 30 detik sebelum nama Anda dipanggil!]

[Semoga berhasil 3 set-nya sekaligus!]

"Ohoho, jelas aku sangat siap," kata Apo sembari berdiri. Dia loncat-loncat di tempat sebelum terjun lapangan. Sebab meski skill softball Nattarylie hanya 60%, Apo percaya diri karena dia paling suka lari. Jaman sekolah Apo sering mengejar angkot, atau justru ketinggalan dan harus sampai sendiri. Dia ingat jelas sensasinya, walau sejak drop out SMA tak pernah melakukannya lagi.

Usia kerja Apo sering encok serta pegal-pegal, tapi bukankah tubuhnya sekarang amat remaja?

Terima kasih kepada chara Nattarylie yang sebugar tunas. Apo pun lari sangat lincah untuk menghadapi Raja Millerius. Dia senyum-senyum kepada petugas yang memberi helm pengaman. Tongkat panjang dipegang erat untuk bersiap memukul lemparan.

[Set-1: BERSIAP!!]

Apo mengedip-ngedipkan matanya.

Astaga, maaf baru menyadari. Aku bersyukur di game tidak minus dua. Pantas nyaman sekali rasanya. Muka si bocil jernih dari tempat sejauh ini.

[3, 2, 1 ... SEKARANG!]

Tak!

Raja Millerius pun melesatkan bola secara kasar, seolah dia sengaja membuat Apo mengayunkan tongkat lebih bertenaga. Entah kemusuhan atau apa, Apo meladeni keusilannya. Lelaki carrier itu sempat kaget karena rasa tekanan bolanya berat. Apo bahkan terpejam sepersekon detik untuk menstabilkan diri. Dia segera lari sambil melepas helm dan tongkat seperti player sebelumnya.

"Home run!"

"HOME RUN!"

"HOME RUN ITU!"

"ASTAGA, AYO CEPAT! CEPAT! CEPAT!"

Bedanya bola softball Apo melambung tinggi hingga pihak bertahan syok berat. Apo pun sanggup memutari base-1, base-2, dan base-3 sekaligus dalam satu sesi. Dia menyentuh home-plate lebih cepat daripada catcher Raja Millerius.

Sangking senangnya Apo loncat-loncat lagi sambil berteriak heboh, walau suaranya tetap diburamkan keributan di bangku penonton. "WHOHOOOOOOOOOOOOOO!"

Dia masih terbahak-bahak saat maju ke sesi kedua. Kebanggaan sangat jelas saat 6 poin masuk layar sistem yang tersenyum lebar padanya.

[SELAMAAAAT, Tuan Nattarylie]

[Tring! Tring! Tring! Ayo terus berusaha!]

"NGOGEY!!"

[Set-2: BERSIAP!!]

Tanpa ba-bi-bu Apo kembali ke kuda-kuda. Dia menyeringai seperti bocah saat Raja Millerius berjalan menuju posisi awal sambil membawa bola yang baru. "Nge he he he, sekarang kau lihat kemampuanku kan cil?!! Enak saja sombong ke setiap orang. Memang bokongmu itu harus ditendang sekali-kali."

[3, 2, 1 ... SEKARANG!!]

Tak!

"AYOOOOOOOOO!!"

"NATTARYLIEEEEEEE!"

"SEMANGAT, BAYIIIIIIIIII!!"

Meski bukan home-run seperti sebelumnya, hari itu Apo benar-benar melepaskan emosi terdalam ke sebuah permainan. Dia menargetkan waktu agar tunduk di bawah kakinya. Pemandangan menjadi cepat mirip balapan mobil saat dirinya melaju sekuat tenaga. Apo pun banjir keringat hingga wajahnya memerah. Keenam player tidak sanggup menandingi poin yang telah dia cetak, bahkan masih kuat lari ke Phelipe usai challenge tersebut berakhir.

"Ibuuuuuuu, Natta menaaaaang!" kata Apo sambil menabrak peluk.

Phillip sendiri tersenyum akan pencapaian barusan, untuk pertama kalinya lelaki itu mengacak-acak surai bayi-nya sayang. "Well done, Natta. You've worked hard," katanya menghangatkan hati.

Tanpa sadar Apo pun pindah memeluk Phillip. Dia menjerit, "Ayaaaaaah!! Aku hebat kan? Hebat kan? Aku hebaaaaaaat! Ha ha ha ha!" sambil meneteskan air mata gembira.

Mungkin dulu dia memang mati rasa, tapi keberadaan sosok ayah hari ini jelas dalam hidupnya.

Apo lupa rasa mengambil rapot sendiri, tanpa Ibu yang repot di pasar.

Apo juga lupa rasa memiliki ayah kandung brengsek, dan putus sekolah.

Apo benar-benar lupa segala hal anjing dalam hidupnya.

Lelaki carrier itu menemui Raja Millerius penuh semangat di penghujung hari. Dia tidak ragu memilih reward mana yang akan dipakai nantinya.

[A. Keliling Arabel dan Merve]

[B. Menonton Orkestra di Bringham]

[C. Jelajah Museum Sejarah Inggris]

"A, Yang Mulia. Saya mau jalan-jalan lagi~ Xixixi ...." kata Apo senang.

"Baiklah. Berikan itu padanya," kata Raja Millerius. Dayang yang membawa nampan pertama segera mendekat. Si manis pun menerima amplop berstempel itu sambil mengangguk.

"Terima kasih~"

"Sama-sama." Sang dominan memperhatikan betapa cerahnya raut Apo, yang tak terlihat lelah sama sekali. Dia menaikkan sebelah alis sembari mendengus amat penasaran. "Jadi, kali ini kau pergi dengan siapa?" tanyanya.

"Eh?"

"Iridesa lagi?"

Apo segera menggeleng. "Bukan dong. Saya kan sudah punya target baru! Muehehe."

"Siapa?"

Apo menciumi amplopnya.

"Rahasia~"

Mata Raja Millerius pun menggelap. Cukup tahu saja itu bukanlah dirinya. "Ya sudah. Pulanglah."

"Oke~"

"Jangan telat istirahat."

"Huh?"

Sang raja sudah berbalik saat Apo tampak bingung. Lelaki carrier itu berpikir lama, tapi tidak menemukan jawaban. "Apa sih, jamet," batinnya. "Magnolia pasti senang kuajak pergi setelah pingsan seharian."