webnovel

TKC 14

Paginya, prediksi Apo pun salah semua.

Dia disadarkan bahwa ini game survival yang sebenarnya. Atas kematian Albert dan Rosie, ke-8 player akhirnya mendapat poin lebih. Per karakter bernilai 50.000 sehingga Apo mengantungi 100.000 poin tambahan. Total miliknya kini 139.000. Namun, pemakaman Albert serta Rosie mengakibatkan jeda sesi 6 hari penuh. Itu semacam penghormatan untuk calon istri raja. Mereka dimakamkan di tempat yang berdekatan.

"Aku lega ada upacara beginian," gumam Apo kala masuk ke dalam kereta. Lelaki carrier itu mengenakan baju hitam-hitam. Setelah melayat dia dan orang terdekat bubar jalan pukul 12 siang.

[SISTEM: Kenapa begitu, Tuan Nattarylie?]

Kereta Apo berjalan.

"Ya, mirip kehidupan sebenarnya," kata Apo. "Setidaknya dengan begini aku merasa 'hidup' sungguhan. Karena ada rasa sakit ketika terjatuh, ada upacara kematian untuk menghormati, ada juga jeda libur untuk masa berkabungnya. So, tidak serta merta langsung nge-game loh. Keren banget! Jujur aku kagum dengan rancangannya."

[Oh, kalau itu memang kebijakan developer]

"Bagus-bagus," puji Apo sambil tersenyum. "Aku senang pencipta game ini termasuk manusiawi."

[He he he. Kalau sebab kalahnya bukan meninggal, game-over-nya nanti beda lagi]

"Oh, ya?"

[Hu-um. Jadi, karakter-karakter itu tetap hidup di dalam game, tapi mereka tidak menjadi pesaing player. Cukup 'log-out' karena orangnya sudah kembali ke dunia nyata]

"Waw ...."

[Maksud saya, karakter mereka di game akan ikut setting. Ibarat boneka, semuanya mengikuti plot yang disiapkan teknisi kami]

"Oh, jadi jiwa aslinya balik hidup normal ya?"

[100% betul]

"Aku kagum begitu cara kerjanya."

Sorenya Apo memutuskan jalan-jalan. Dia ingin melepas beban pikiran, sekaligus memanfaatkan waktu selagi belum level 6. Lelaki carrier itu sudah ganti baju hijau kombinasi putih. Dia tertarik melihat pemandangan Inggris versi di game ini. Phillip dan Phelipe bilang, mereka punya rumah lama, yakni di barat London dengan perjalanan 30 menit. Phelipe menyebutnya Kastil Nattarylie, karena di sanalah dia lahir sebagai bayi yang cantik. Bangunannya masih bagus, tampak asli, atapnya ungu, dan isinya pet-pet peliharaan yang diasuh dayang.

"Woaaah, persia putih!" seru Apo sambil menggendong seekor kucing. Dia pun menghabiskan waktu dengan melukis kucing tersebut. Namun sistem tidak tahu game ini ber-setting tahun berapa. "Kok bisa?"

[Ya bisa. Kan hanya game, Tuan?]

[Developer kami hanya mementingkan dunianya didesain secara lengkap. Masalah unsurnya dari masa lalu atau masa depan, itu tidak menjadi ukuran]

"Ho, masuk akal sih," kata Apo sambil memberesi alat-alat lukis. "Pantas, isinya rupa-rupa ya. Segala ada pohon maple di Inggris begini. Padahal biasanya kan di Korea atau Jepang loh--ehem, setahuku ya."

[Ha ha ha]

Apo menunjuk-nunjuk sistem dengan kuasnya. "Jangan tertawa, sistem. Jelek tahu suara robotmu," julidnya. "Cih ... kalau dipikir-pikir kau jadi sok asik, ya sejak ada yang meninggal? Kenapa? Mulai sayang padaku he?"

[Yaelah, Tuan Nattarylie]

"Ha ha ha ha ha ha."

Percayalah, Apo jadi suka menggoda si sistem laknat. Apalagi layar melayang itu jadi mirip-mirip sepertinya.

"Hmm, apakah artificial intelligence di dalamnya sudah belajar?" pikir Apo. "Mungkin sistem menyerap kosa kataku yang mengandung banyak makian beken, wkwkwk. Sampai formalnya berkurang gitu."

Apo juga lanjut berkeliling ke Eos. Mumpung dekat dia ingin melihat ratusan angsa yang berenang dalam danau teratainya. Eos terdiri dari saluran kanal yang cukup besar. Bentuknya dibuat meliuk-liuk dengan perahu yang dilarungkan memutar. Keindahannya bertambah karena ada banyak daun maple gugur. Biasanya daun-daun itu ikut mengalir bersama air karena tumbuhnya di tepi sungai. Yang tidak Apo sangka adalah dia menemukan Raja Millerius. Dominan itu menikmati waktu berduaan dengan Gavin Bernett. Mereka duduk di satu perahu yang berukir emas. Apo tebak ini karena reward bonus level 5 kemarin.

"Ho, jadi pemenangnya Tuan Gavin yang terhormat, huh?" gumam Apo sambil mengintip di balik semak. "Padahal masih masa berkabung begini, tapi reward tetap saja dijalankan? Kalian kira sopan begitu?" Dia mengambil satu kerikil di dekat akar. "Akan kubuat si villain menyesali semuanya hari ini. Lihat saja."

Dalam kepalan mungilnya, Apo pun memutar-mutar kerikil itu. Otak tidak lupa menghitung seberapa jauh jarak punggung Gavin dari tempat persembunyian. Sambil komat-kamit dia mengincar target seolah memegang ketapel burung. Lima detik kemudian, Apo melesatkan benda itu hingga terkena spot yang diinginkan.

"Aduh!"

Suaranya mantap sekali. Gavin sampai tolah-toleh dengan ekspresi bingungnya yang memeable.

"Mampus kau! Yang pertama untuk Albert Alatair! Enak saja! Ha!" batin Apo sambil menahan tawa.

"Kenapa, Gavin? Ada apa?" tanya Raja Millerius.

"Ah, tidak ada, Yang Mulia. Saya pikir ada orang yang melempari kerikil barusan," adu Gavin malu-malu.

"Iyakah? Di mana?"

Gavin mengulum bibirnya sambil merona. "Tidak, tidak. Lupakan saja, saya tak apa-apa."

"Dih ... jijay," batin Apo sambil mengambil kerikil lain. "Belum tahu saja yang kedua ini untuk Nona Rosie ya. Hmph!"

Jarak 12 detik Apo benar-benar melempar serangan kedua. Kali ini kena tengkuk, tapi Raja Millerius sigap merangkul karena insting.

"Siapa itu?!" bentak Raja Millerius.

"Yang Mulia!" kaget Gavin.

Apo pun mengerutkan tubuh sambil terkikik. Di balik semak-semak itu dia aman karena tebal nan rimbun. Ini memang kekanakan, tapi entah kenapa rasanya seru sekali. Adrenalin Apo terpacu kencang saat dia berhasil kabur dari balik pepohonan. Tawanya baru lepas setelah keretanya dipacu heboh. Sepanjang perjalanan lelaki itu tak henti-hentinya menggebuk paha. "PFFFFTTTT ... BUAHAHAHAHAHAHAHHAHAHA!" Dia meledak di pertengahan karena sudah tak tahan.

Terbayang bagaimana bingungnya para prajurit yang berjaga di sekitar sana. Mereka mungkin masih mencari pelakunya sampai sekarang. Keuntungan tubuh carrier Apo kini ramping nan kurus sekali, tak seperti dulu yang gembrot hingga susah dipakai sembunyi.

"Huekk--'saya pikir ada yang melempari barusan~ awww ... saya tidak apa-apa, Yang Mulia~' pih, pih, pih ... sok-sokan lucu kau Gavin!" ledek Apo sambil menirukan kelakuan orang yang dia sebut 'villain' itu. Bodoh amat jahat betulan atau tidak, Apo tetap akan mengecap Gavin begitu. Dendam sekali rasanya melihat Gavin enak-enak kencan padahal paginya melayat kedua rival. "Tega-teganya kau dengan mereka ... bah, sial! Pokoknya aku sudah hilang respek!" Dia terus mengomel sambil menikmati anggur belian.

[Tuan Nattarylie, Anda kelihatannya senang sekali]

Tiba-tiba sistem keluar di hadapannya.

"Kenapa memang? You iri?" julid Apo.

[Bukan sih, hanya saja tadi itu agak berbahaya]

"Masak? Tapi kalau melanggar peraturan kenapa kau tidak mengingatkanku?" tuding Apo.

[Tidak sampai melanggar sih. Anda kan tidak melukainya]

"Kan ...."

[Tapi harusnya tetap tidak dilakukan. Kalau sampai ketahuan bagaimana. Mana Anda yang memulai perkara]

"Alah ... tidak akan." Apo mengayunkan tangannya. "Lihat? Lencana keluargaku masih utuh di dada loh. Semua aman. Takkan ada yang sadar itu aku karena mereka bergeraknya telat. Wkwk, aku kan sudah pergi dari sana duluan."

[Baiklah saya tidak ikut-ikutan]

[Semoga Tuan Nattarylie tidak kenapa-kenapa ya he he]

[Pokoknya itu yang terpenting]

Apo pun mengangguk senang. Dia memuji

"Good girl, good girl ...." walau setelahnya tertawa sepuas hati.