webnovel

TKC 12

Seperti laptop error, Apo tiba-tiba saja nge-blank. Sampai rumah dia merasa sudah diperkosa. Sangking jijiknya ritual mandi dan gosok gigi ditambah dengan gosok bibir. Pembalut yang sepi darah dia lempar ke tong sampah tanpa dicuci. Apo tidak mau pakai itu lagi karena keluar darahnya tinggal sedikit. Namun yang terpenting bukan pembalut dan menstruasi. Apo pusing dengan sensasi lembut bibir lelaki lain yang masih terasa. Dia uring-uringan dan mencecar sistem.

"HEI! KELUAR KAU!" bentak Apo, dalam kondisi telanjang di atas kloset. Dia duduk merona, dan membiarkan shower aktif sia-sia. Telunjuknya menunjuk-nunjuk udara kosong agar si layar melayang muncul.

[SISTEM: Aduh saya salah lagi. Bukankah Anda tidak ingin "diintip" kalau kondisi seperti ini? Tuan Nattarylie saya jadi bingung]

"Alah, Jancik! Sekarang jelaskan apa syarat jadi selir? NGERI TAHU BANGSAAAAT! BANGSAAAAAAAAAAT! Bukankah kau pernah bilang selir tidak perlu menang? Cukup dipilih oleh raja kan? Dih, sudi siapa. Kalau begitu caranya aku sia-sia dong cari gara-gara?"

[Oh, itu memang benar, Tuan Nattarylie]

[Kalau pun Anda tak mau dipilih, tinggal minum racun saja. Masalah selesai. Kalah game over, menolak jadi selir juga game over. Tidak ada bedanya kok. Hehehe]

"Sialan ...."

Apo pun meremas kepalanya. Mencoba mencari jalan keluar atas kekacauan ini, lelaki carrier itu tidak sanggup berpikir secara jernih. Di satu sisi dia membenci si Millerius lancang. Di sisi lain jiwa submissive-nya bangkit perlahan. Apo --secara aneh-- ingin dicium kembali. Karena itu pertama kalinya dia diinginkan seseorang.

"Sebentar ...."

Apo mondar-mandir di lantai basah kamar mandi.

"Pasti ada yang salah di sini. Aku lelaki ber-kontol 42 tahun. Tinggalku di Bangkok, tidak jauh dari toko jual beli beras."

Cermin separuh badan dia hadapi sambil meremas tepi wastafel. Segala ciri-ciri yang dia katakan berbeda jauh dengan kenyataan yang terpantul.

Mata besar.

Hidung mancung.

Muka cantik.

Kulit putih.

Pinggang ramping.

Bokong bulat.

Belum lagi, di layar sistem nyata-nyata umur yang tertera 18 tahun.

Apo sampai mencoret-coret cermin itu dengan odol sangking tidak percayanya. Dia menggambar kumis, jenggot, jerawat, dan perut buncit di bawah sana.

Sayang nihil Apo pusing dengan dirinya sendiri. Kondisi fisik yang dulu tidak dia pikirkan sekarang berubah membebani hati.

"Aku, Apo Nattawin ...." Sekali lagi lelaki itu menunjuk dadanya. "Profesiku buruh pabrik karena tidak lulus SMA, dan aku punya seorang ibu yang begitu kucintai--ya, walau Ibu menjengkelkan karena cerewet sih. Tapi aku sayang kepada ibuku, dan keberadaanku di sini untuk bermain." Dia coba menyadarkan diri. "Kalau aku tidak di sini, sadarku masih entah kapan. Kalau pun aku pergi, yang kulakukan hanya tidur. So, what? Bukankah akunku game over sendiri kalau tiba-tiba bangun? Tapi kenapa menyebalkan sekali ...."

Apo memukuli bahunya kirinya.

"Ibu ... anak harammu terancam jadi gay, Bu. Dunia ini sangat kejam."

Bibir merahnya mimbik-mimbik seakan mau menangis.

[Tuan, jika boleh mengingatkan, dominan dan carrier bukan gay kok. Takdir kalian memang bisa dipasangkan. Itu sebabnya Anda menstruasi--]

"HALAH! DIAM KAU! AKU TIDAK BUTUH PENDAPATMU!" bentak Apo. "Kenapa tidak ada game jadi suami ratu saja sih? Aku pasti menjadi player yang terbaik, arggh ...." Apo mulai mengucek matanya. "Tapi dipikir-pikir, kalau pun tersedia mungkin sepi player? Mana ada lelaki main beginian. Anjir lah mending mobile legend saja."

Air mata Apo sudah mengintip di pelupuk, tapi dia tak mau menangis lagi. Dibacanya kiat-kiat menjadi Kepala Selir, yang sebenarnya tidak sulit-sulit amat. Syarat utama hanya mengambil hati sang raja, syarat kedua masuk player calon istri.

TAPI APO KAN TIDAK BERMAKSUD BEGITU, HEI!!

Si raja bocil saja yang baperan, kan?

Mana kata sistem yang dicium baru dirinya--

"Goblok ya, dasar ...." Apo melipat lengannya di depan dada. "Pokoknya kalau aku sampai jadi selir. Lebih baik minum racun kematian. Beh, takut. Bukannya selir cuma jadi yang kedua ya?"

Apo duduk lagi di atas kloset.

"Siapa juga yang mau jadi selingan. Harusnya aku yang pertama."

Sejenak mendengus penuh rasa jengkel. Apo pusing lagi karena dia sepertinya butuh racun betulan.

"AAAARRGHHHHHHHHH!! MAKSUDKU BUKAN BEGITU!! DEMI TUHAN!! ASLI MAKSUDKU BUKAN BEGITU! ARRGHH!! SIAPA JUGA YANG MAU JADI RATU INCESSSSS?! BUKAN AKU! POKOKNYA RATU ATAU SELIR PILIHAN JELEK SEMUA!! AKU MAU BUNUH DIA SAJA! HA HA HA HA--terus nanti jadi raja penguasa Inggris. Pfft--yang ini baru sangat seru."

Seringai jahat pun muncul di wajah Apo, tapi dia tak kuat meneteskan air mata di akhir.

"Hiks, hiks ... tai ...."

[ Tuan Nattarylie, apa Anda baik-baik saja?]

"Kubilang diam, sistem ... hiks, hiks ...."

[Puk, puk. Puk, puk. Saya ambilkan racun kalau tidak kuat. Anda tidak perlu memaksakan diri]

"Babi betul kauuuu ... hiks, hiks, hiks, hiks ... aku belum mau tidur macam hape rusak ya. Hiks, hiks ... aku masih ingin hidup ...."

Meski matanya bengkak kembali, Apo tetap mandi hingga bersih. Buku-buku jarinya keriput semua. Baik tangan atau kaki sama saja. Setidaknya mulai besok sudah tidur lega. Apo tak perlu cemas akan ketembusan karena haidnya nyaris berakhir. Namun, kali ini dia sungguh ingin istirahat. Degradasi mental terlalu jelek, sampai tidak sanggup bertemu sang raja.

"Aku mau cuti saja. Tidak mau ...." rengek Apo di dalam selimut. "Besok harus santai-santai. Hiks ... bodoh amat dengan Millerius. Langsung lompat level 6! Aku tidak sanggup bertemu mukanya ...."

Layar sistem pun mendekat, padahal Apo bergelung hingga kepalanya tak terlihat.

[Wahh, Anda yakin, Tuan Nattarylie? Padahal besok challeng-nya seru lho, merangkai bunga. Sudah siap jika poin Anda tinggal 39.000?]

"Iya, terserah!" kata Apo. "Kurangi 30.000 kek, 40.000 kek, aku sudah tak peduli, huhu ...." Dia meremas seprai di dalam sana. "Ugh--hiks ... gara-gara si bocil bibirku geli rasanya. Uunnhh ... bibirku ...."

[Baiklah, jawaban sudah terkunci. Kami akan mengirimkan data konfirmasinya ke pusat. Anda sepertinya memang butuh istirahat]

"Mmmn."

Sistem pun tenggelam perlahan. Layar melayang itu hilang setelah jeda 3 detik.

Apo sendiri ingin tertawa melihat muka melempem-nya di cermin. Sebab mata, hidung, bibir, pipi, bahkan bagian leher sekali pun--semuanya merah dan melendung seperti balon. Namun pagi itu Apo sungguh tak mau diganggu, dia sibuk tidur seharian untuk menyimpan tenaga. Perutnya keroncongan saja dibiarkan. Habis sudah stok kenyang tadi malam untuk mengganti tenaga 24 jam.

"Natta, Sayang~"

Apo juga mengabaikan ketukan Phelipe sorenya. Dia pura-pura tidak sadar padahal sudah kelap-kelip sejak pukul 4.

"Nattarylie yang cantik~"

Ketukan itu kembali lagi.

"Mmh, mmh ... bayiku ngambek kenapa ya~"

Phelipe ternyata tidak menyerah.

"Gemesnya Ibu, ayo lah buka pintunya. Ayah tadi pulang bawain kue dan cokelat Belgia loh. Enak sekali, yummy, yummy~"

Apo malah menyumbat telinga.

Phelipe akhirnya pergi usai membiarkan meja beroda itu di depan pintu. Dia geleng-geleng karena Nattarylie belum pernah setantrum ini. Anehnya Phillip tidak marah, karena tahu sifat anak tunggalnya. Jika sudah sensitif, dimarahi pun yang ada semakin parah.

"Sudah, Bu. Ayo pergi."

Apo mendengar percakapan mereka cukup jelas.

"Kalau mendingan pasti nantinya keluar sendiri. Tidak apa-apa."

Baru sekarang Apo suka mendengar suara sang ayah. Dia akui, usia mereka "sama", tapi Phillip serasa lebih dewasa.

"Ternyata aku memang payah ya," batin Apo. "Mungkin kalau aku menikah umur 23 juga, anakku sekarang pasti seumuran Nattarylie. Tumbuh cantik." Dia tertawa sendiri. "Kenyataannya aku selama ini tidak 'kemana-mana'."