"Kau mengganggu, tapi aku cukup menyukainya. Dasar bocah."
[Apo Nattawin Wattanagitipat]
***
Pagi harinya, Mile sungguh-sungguh tidak mengganggu. Apo pun bisa melakukan penelitian dengan tenang hingga sore pukul 17:10 selesai. Dari Bumrungrad Internasional Hospital ke Ramathibodi Hospital, Apo pun lelah dan duduk di kursi panjang halamannya, lalu mencatat banyak hal. Dia tidak sendiri karena bersama kelompok, tapi tidak cukup beruntung masalah cuaca.
"Hujan! Hujan! Hujan!" seru teman-teman Apo. Catatan penelitian mereka sampai nyari basah andai tidak dimasukkan dalam tas selempang secepatnya. Ahhh! Sudah lelah, lapar, sekarang kena hujan juga.
Apo pun berteduh dengan teman-temannya di bawah halte bis, walau bisnya tidak datang-datang.
Mereka kedinginan semua, apalagi Apo yang paling kurus daripada siapa pun. Dia pun mengusap telapak tangan dan meniup-niupnya sendiri sampai kemudian didatangi mobil limusin yang entah darimana asalnya.
"Permisi, apa di sini ada yang bernama Apo Nattawin Wattanagitipat?" tanya si sopir yang mengenakan seragam suit hitam-hitam.
DEG
"Aku?" Apo pun buru-buru mendekati jendela supir. Lelaki itu malah tersenyum, padahal perasaan Apo sungguh tak enak.
"Oh, iya. Bagus. Sesuai ciri-cirinya. Tampan, manis, dan tinggi," kata si sopir agak meresahkan. "Ayo, masuk ke dalam. Tuan Muda ingin saya menjemput Anda kalau sudah selesai."
"Eh? Seriusan?"
"Iya."
"Tapi aku dengan teman-temanku."
Si sopir pun melongok sebentar ke belakang. "Ya sudah, ikut masuk saja semua. Nanti saya antarkan ke rumah masing-masing," katanya. "Jangan sungkan. Saya senang bisa membantu."
Memikirkan teman-temannya yang sudah kedinginan, Apo pun menerima bantuan itu. Meski saat mereka sudah di dalam mobil, dirinya tidak tahan bertanya.
"Apa Mile bilang sesuatu? Dia dimana sekarang?"
"Oh, Tuan Muda memang berpesan harus menunggui Anda sampai selesai. Karena ramalan cuaca hari ini buruk," kata si sopir dengan senyum tampannya. Sambil menyetir, dia tetap bisa meladeni Apo. "Dan beliau juga minta maaf tidak bisa ikut kemari karena ada latihan survey pabrik. Tapi, semangat untuk Anda juga. Senang bisa melihat beliau sebegitu seriusnya."
Apo pun meremas tas selempangnya sendiri yang sudah basah. Hei, ini cukup berlebihan. Apalagi melibatkan teman-temannya. Namun, Apo bersyukur mereka tidak terjebak dalam guyuran hujan yang menggila. Petir dan guntur saja menyambar-nyambar sepanjang jalan. Oh, Tuhan ....
Sampai rumah, Apo pun buru-buru menghubungi Mile. Padahal dia baru selesai mandi. Bathrobe masih menempel di badan, dan rambut basah baru dihanduki. Namun, rasa segan tak karuan membuatnya cepat-cepat mengambil ponsel. Sayang, Mile ternyata tidak aktif.
Apalagi ini? Apa dia mulai sibuk sekali?
Apo jadi penasaran separah apa kenakalan bocah itu sampai-sampai teman dan bawahannya ikutan bersyukur semua.
"Ah, lebih baik aku mengiriminya pesan saja," batin Apo.
[Apo: Halo, Mile. Selamat malam. Terima kasih ya jemputannya. Kami sangat terbantu. Teman-teman juga senang karena tidak jadi kelamaan menunggu bus. Tapi, ini sangat berlebihan. Jadi, hanya kalau kau mau, aku bisa masakkan sesuatu lagi untuk balas budi. Sayangnya kalau kau meminta lainnya, maaf ya. Aku benar-benar tidak punya uang]
Di luar dugaan, balasan Mile secepat kilat.
[Mile: Bagus. Besok aku akan berangkat sekolah bersama Bible. Naik motor. Sebelum itu aku akan datang ke tempat Phi mengambil sarapannya. Jangan lupa! Buat aku semangat ikut ulangan harian. Ha ha ha]
Apo pun mengerutkan kening. Meskipun Mile tidak tahu dirinya sudah ketahuan menyukai Apo, tapi apa bocah itu tahu usahanya sangat kentara? Seperti kata Build. Dirinya adalah orang yang pertama kali didekati Mile . Jadi, bocah itu pasti belum paham bagaimana cara menyembunyikan motif aslinya melakukan sesuatu.
"Ada-ada saja kelakuannya," gumam Apo.
[Apo: Baiklah. Oke. Aku akan bangun sangat pagi untuk buat sesuatu. Semangat ya]
Mile mendadak tidak membalas apapun. Entah apa yang dia lakukan setelah membaca pesan terakhir, yang pasti bayangan Apo aneh-aneh. Apa dia berteriak di dalam kamar lalu berputar-putar seperti remaja yang baru jatuh cinta?
Mile pasti tipe yang makin suka mengganggu, jika dia menyukai seseorang.
Sayang, paginya malah hanya Bible yang datang. Dia memang naik motor untuk mengambil sarapan Mile, tapi sahabatnya itu tidak jadi datang ke sekolah.
"Lho, kenapa? Bible?"
Bible menggeleng dengan raut paling muram sedunia. "Ayahnya kecelakaan mobil. Sekarang koma. Ibunya turun tangan langsung ke kantor untuk menggantikan. Sementara Mile datang ke RS untuk donor darah dan menemani semalaman."
DEG
"Oh Tuhan ...." desah Apo syok. Bekal makanan bersusun di tangannya saja nyaris jatuh, tapi Bible sudah membantunya untuk menyeimbangkan diri.
"Phi? Phi? Apa kau baik-baik saja?" tanya Bible.
Pasti senyum Mile langsung menghilang. Padahal bocah itu baru semangat-semangatnya berjuang demi masa depan. Tapi sekarang malah ....
"Oh, iya. Aku baik. Ngomong-ngomong apa kau tahu dimana rumah sakitnya? Aku ingin ke sana sekarang."
Bible yang sudah memakai seragam sekolah pun mengangguk. "Tentu. Beliau kan dirawat di RS-nya sendiri. Tahu Roman Abramovich Hospital tidak? RS swasta yang belum lama berdiri. Itu punya keluarga mereka," katanya. "Aku juga mau ke sana. Apa Phi mau ikut juga? Aku bisa bonceng untuk datang."
"Eh? Tapi kau kan akan ulangan?"
"Iya, tapi tenang saja tak apa," kata Bible. Remaja lelaki itu tersenyum untuk menenangkan Apo. "Kami sudah biasa bolos hanya untuk main game center. Apalagi untuk jenguk orang kecelakaan? Gas lah!"
Apo yang tidak pernah bolos di sesi kuliah saja tidak pikir dua kali. Dia langsung setuju dengan Bible dan membeli buket bunga juga sebelum menjenguk.
Yang Apo tidak tahan adalah ketika melihat raut lusuh Mile. Sejak semalam, tepatnya setelah bocah itu membaca pesannya ... ternyata kabar mengerikan itu justru datang dan membuat dunianya runtuh.
Mile bahkan belum makan dan mandi sejak saat itu, dan rambutnya acak-acakan ketika Apo Dan Bible tiba pada pukul 10 pagi. Untung Build menemaninya di sisi. Apo pun sedikit lega, walau setelah Bible dan Build memberikan waktu privat untuk mereka, rasanya aneh sekali.
"Halo, Mile."
Mile yang termenung di depan mesin minuman pun menoleh dengan mata berbayangnya.
"Oh, Phi ...."
Apo langsung mendekat dengan bekal dan buket di tangannya. "Bagaimana kabarmu? Pasti lapar. Aku bawakan sarapan yang kau mau semalam."
Menurut Build, Mile memang agak pucat karena setelah donor darah dia tidak mau makan. Mungkin hatinya terlalu hancur, jadi selera konsumsi pun hilang. Namun, bocah itu tersenyum tipis saat melihat bekal yang dibawa Apo.
"Apa aku dapat sarapan spesial lagi?" tanya Mile .
"Iya, tentu. Sangat-sangat-sangat spesial," kata Apo. Dia lalu menyeret Mile duduk di kursi sebelah kamar rumah rawat inap sang ayah, sementara Bible dan Build menemani pria itu di dalam sana. "Lihat? Aku buat telur dadar gulung ekstra tomat. Kau juga dapat daging panggang dan mayonaise. Makan semua, ya. Habiskan biar tidak sakit."
Namun, Mile malah menatap kotak makanan itu dengan tatapan yang kosong. Dia membuat Apo serba salah, lalu menyuapkan sesendok untuknya.
"Aa. Jangan sampai lupa makan, Mile. Kau harus kuat untuk belajar lagi."
Mile malah merindukan sosok ayahnya yang memandangnya seperti anak kecil. Persis yang dilakukan Apo sekarang.
"Phi, kata dokter harapan hidup ayahku kecil," kata Mile . "Padahal, aku sudah bertekad untuk jadi lebih baik. Tapi semuanya terasa agak terlambat. Jadi ... apa selama ini salahku? Aku memang keliru karena main-main dengan harapannya yang besar."
Apo pun menarik sendoknya lagi. Sejujurnya dia bingung harus melakukan apa. Karena bagaimana pun, dia baru mengenal Mile beberapa Minggu. Namun, kalau sudah begini ... mana mungkin dia tak ingat situasinya sendiri?
Apo paling tahu rasanya kehilangan orangtua.
"Begini, Mile. Menurutku sudah bagus kalau kau menyadari kesalahanmu," kata Apo dengan senyuman tipis. "Tidak ada kata terlambat selama masih ada waktu. Jadi, lebih baik kau tetap fokus saja. Bukankah tujuanmu setelah lulus masuk ke universitasku juga? Semangat. Tidak mudah kalau mau ke sana. Farmasi saja saingannya ketat sekali. Apalagi jurusan bisnis? Kau harus mengejar banyak ketertinggalan dalam waktu singkat, dan kalau goyah sekarang-"
BRUGH!
"Aku tahu," sela Mile mendadak. Remaja lelaki itu tersenyum tipis, kemudian memeluknya erat. "Aku sebenarnya sangat-sangat tahu. Tapi, terima kasih untuk segalanya."
Apo pun tercenung sambil meremas sendoknya gugup.
Hei, kenapa dipeluk bocah bisa semendebarkan ini?