webnovel

Sebuah Tawaran Konyol

Seorang wanita muda yang baru saja keluar dari mall tiba-tiba saja melihat kekasihnya jalan dengan seorang wanita seksi. Keduanya masuk ke dalam mobil, dan berlalu dari tempat itu.

Wanita cantik itu bernama Emma, dia bergegas naik motornya dan mengikuti mobil sedan merah tersebut. Hingga tiba di sebuah hotel.

Sang kekasih dan selingkuhannya masuk ke dalam hotel itu, lalu naik lift hingga ke lantai sepuluh. Emma sudah mengikutinya.

Di depan kamar tersebut, Emma menekan bel. Beberapa saat pintu terbuka. Betapa terkejutnya dia melihat kekasihnya sudah melepas baju. Kejamnya lagi, pria itu tidak merasa bersalah, malah tertawa melihat kehadiran Emma di sana.

"Kenapa? Mau marah?" tanya pria itu menyeringai.

Emma yang sudah kesal dipermainkan begitu saja. Langsung menampar pria itu dengan keras.

"Kita Putus!" seru Emma. "Bajingan!"

Dia merasa dugaannya benar jika ternyata kekasihnya selingkuh di belakangnya. Ia benar-benar kecewa melihat pemandangan memalukan itu.

"Sialan, jalang!" seru pria itu.

Emma tidak menggubrisnya, ia langsung pergi dari tempat itu dengan luapan emosi yang membuncah.

Wanita itu sudah kembali ke rumahnya. Pikirannya kacau serta emosinya yang sudah tidak terkontrol lagi.

Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Emma langsung menerima panggilan tersebut. Dia mendapat kabar jika ayahnya mengalami kecelakaan. Dia panik, dan bergegas menuju rumah sakit tempat ayahnya berada.

Tiga puluh menit menyusuri jalan kota Jakarta menuju rumah sakit tempat ayahnya dirawat. Sesampainya di sana, dokter pun meminta Emma bertemu di ruangannya.

"Apa yang terjadi dengan ayah saya, Dok?" tanya Emma lirih.

"Kecelakaan tabrak lari itu telah membuat kedua kaki ayah anda patah tulang. Dia pun harus segera dioperasi untuk menghindari kelumpuhan total," jelas si dokter.

"Berapa biaya yang harus dibutuhkan untuk operasi itu?"

"Kurang lebih lima puluh juta," jawab si dokter.

Mendengar jumlah nominal yang disebutkan oleh dokter itu membuat pikirannya sedikit pening. Wanita itu bingung harus mendapatkan uang sebanyak itu di mana. Ia hanya menatap dokternya dengan senyum datar tersaji di wajahnya.

"Baikla, Dok. Saya akan segera membayar administrasinya," kata Emma dengan lirih.

Ia kemudian pergi meninggalkan ruangan itu. Dia kemudian mengambil ponselnya dan menghubungi sahabatnya. Ia berharap pria itu bisa membantunya mengatasi masalah darurat ini.

"Dina, gue pinjem uang lo 50 juta, ada nggak?"

"Buset! Banyak bener. Mana gue punya. Tapi gue bisa bantu lo, Emma."

"Serius. Gimana?"

"Kita ketemu di tempat biasa ya."

Satu jam berlalu, Dina pun muncul dengan kesedihannya. Dia ikut prihatin dengan masalah yang sedang Emma alami saat ini. Ia memang tidak memiliki uang sebanyak yang Emma minta, tapi ia memiliki satu solusi untuk menyelesaikan masalah tersebut.

"Gue punya satu solusi dari masalah lo. Gue harap lo bisa menerimanya, cuma itu satu-satunya cara yang bisa gue lakuin untuk bantuin papa lo," ungkap Dina dengan wajah meyakinkan.

Emma pun mulai tenang melihat wajah Dina yang begitu meyakinkan. Ia merasa akan menemukan jalan keluar dari masalahnya ini. Meskipun ia belum tahu solusi apa yang akan diberikan.

Dia sudah tidak peduli dengan cara apapun, ia hanya tahu cara cepat untuk bisa mendapatkan uang sebanyak itu dan segera melakukan operasi untuk ayahnya.

"Apa solusi yang lo tawarin ke gue?" tanya Emma.

"Jadi istri bayaran. Gimana?"

"Apa? Istri bayaran? Gimana caranya?"

Emma benar-benar ragu dengan ide sahabatnya. Dia pun hanya menunggu penjelasan Dina mengenai hal itu. Sang sahabat tersenyum melihat reaksi Emma.

"Intinya lo bersedia atau nggak?" tanya Dina memastikan untuk kedua kalinya.

"Lo nggak berniat mempermainkan gue, kan? Gue lagi butuh uang, Dina. Kalau gue nggak mendapatkan uang sebanyak itu, gue akan benar-benar menyesal karena melihat bokap gue lumpuh seumur hidupnya," tutur Emma, lirih.

Dina mencoba meyakin sahabatnya tentang tawaran tersebut. Hanya dengan menerima tawaran itu, Emma bisa mengobati ayahnya.

Dina menatap mata Emma dengan teduh.

"Jadi jawaban lo?"

"Iya, gue bersedia jadi istri bayaran pria itu. Kapan dan di mana gue bisa ketemu dia?" tanya Emma penasaran.

"Iya, gue kenal banget sama dia. Namanya Elano Bramajaya, dia bos gue. Dia pria yang nggak percaya dengan pernikahan, tapi nyokapnya udah memaksanya untuk menikah, makanya dia mau mencari wanita yang mau menjadi istri bayarannya," tutur Dina.

Mendengar hal itu, Emma menjadi penasaran dengan sosok wanita bernama Elano itu. Dia pun sudah membayangkan kehidupan yang menyenangkan bersamanya. Pasti hidupnya akan berubah derastis. Dan itulah salah satu impian Emma menjadi orang kaya.

"Baiklah, gue sepakat. Gue terima tawaran itu. Kapan pernikahan akan di langsungkan?"

"Gue akan hubungin lo secepatnya mengenai jadwal pernikahan kalian. Lebih cepat lebih baik, dan gue juga akan sampaikan masalah lo ke Pak Elano, supaya dia langsung mengurus biaya operasi bokap lo," ujar Dina.

"Terima kasih ya, Din. Gue merasa ini sebuah keajaiban, sekalipun harus menjadi istri bayaran," kata Emma.

Setelah itu, Dina pun berpamitan dan meninggalkan Emma sendirian di cafe itu. Emma berada di antara dua rasa yang membuatnya bimbang, antara bahagia atau sedih. Namun, ia bertekad untuk melaksanakan tugasnya dengan baik demi kesembuhan sang ayah. Dia juga akan merahasiakan hal ini kepada ayahnya.

"Seperti apa ya pria itu? Apa dia tampan? Apa buruk rupa? Sudahlah, gue nggak peduli sama hal itu. Gue hanya butuh uang untuk biaya bokap gue, itu yang penting," gumamnya pelan. Ia sedikit bisa bernapas lega karena sudah menemukan solusi dari masalahnya.

Dia pun kembali ke rumah sakit menemui ayahnya. Wajahnya sudah tidak lesu lagi seperti sebelumnya. Meskipun hatinya sedih ketika melihat kondisi ayahnya yang menyedihkan.

***

Keesokan harinya, Emma mendapat telepon dari Dina. Wanita itu memberitahu kalau pernikahan mereka akan dilaksanakan tiga jam lagi di kediaman Elano. Tentu saja keluarga besar Bramajaya akan hadir di acara itu.

"Din! Kenapa sih dadakan begini? Mana gue belum mandi lagi," keluh Emma lalu bersiap-siap.

Beberapa waktu kemudian, akhirnya dia tiba di kediaman keluarga Bramajaya. Rumah yang besar sekali bak istana yang megah, mobil dengan berbeda merek berjejer rapi di garasi rumahnya. Emma cukup tercengang melihat kekayaan keluaga tersebut.

"Luar biasa, ini benar-benar durian runtuh. Gue nggak lagi mimpi, kan?" Emma memastikan hal itu dengan cara menampar dirinya sendiri dengan pelan.

Emma kemudian masuk ke dalam rumah itu. Seluruh keluarga besar Bramajaya sudah berkumpul. Wanita itu masih penasaran dengan sosok pria yang akan menjadi suaminya nanti.

"Emma, ayok!" ajak Dina yang sudah berada di tempat itu lebih dulu.

Wanita itu pun memperkenalkan Emma kepada semua anggota keluarga Bramajaya. Mereka semua hanya penasaran dengan pernikahan yang terjadi secara mendadak ini.

Emma pun berpura-pura sudah mengenal Elano sejak lama. Dia ingin rencana mereka berjalan lancar tanpa kecurigaan dari keluarga Bramajaya.

Setelah ijab kabul diucapkan, maka resmilah Elano dan Emma menjadi sepasang suami istri di mata keluarga Bramajaya, dan masyarakat kompleks yang ikut menghadiri pernikahan mereka.

"Sah! Sah! Sah!" ucap para saksi pernikahan.

Setelah acara itu selesai, tentu saja semua tamu undangan bergegas pulang, begitu juga dengan semua anggota keluarga Bramajaya berpamitan satu persatu. Hanya tinggal Dina dan orang tua Elano yang masih tersisa di rumah itu.

Lalu Dina mengajak Emma berbincang rahasia dengan Elano, karena pria itu ingin menyampaikan sesuatu kepada Emma di depan Dina sebagai saksi dari hubungan sandiwara mereka itu.

"Emma, gue punya satu syarat yang lo harus penuhi dalam sandiwara ini," ucap Elano, pelan, ia tidak ingin ibunya mengetahui sandiwara mereka.

"Apa itu?"

***