webnovel

Menggoda Kakak Ipar Sendiri

Editor: Wave Literature

"Bertaruh tentang apa?" tanya Bai Ran sambil mengangkat alis. Dalam hati, ia merasakan sebuah firasat buruk, Pria jahat ini ingin bermain tipu muslihat apa lagi?

"Hm… Aku bertaruh bahwa kamu akan menang. Taruhannya adalah 24 jam waktumu," kata Quan Rui.

Dia ingin 1 hari yang aku punya? Baiklah, pikir Bai Ran. Ia merasa tidak ada yang merugikannya, tapi ia juga ingin mengambil sedikit keuntungan untuk dirinya sendiri. Bai Ran pun berpikir sejenak, lalu berkata, "Aku juga merasa aku akan menang. Taruhannya, kamu tidak boleh menikah dengan Jiang Bangyuan."

"Sepakat," Quan Rui mengangguk.

Jiang Bangyuan dulu pernah menindas Bai Ran dan ibunya dengan kejam. Kali ini, ia akan menggunakan kesempatan yang ada untuk balas mempermalukan Jiang Bangyuan. Bagaimanapun juga, Quan Rui akan selalu menjadi pemenang terakhir dalam bisnis seperti ini. Setelah Bai Ran berdiskusi dengan Quan Rui, barulah ia membuka kartunya sendiri dengan tenang. Lalu, ia memandang Quan Rui sambil tersenyum dengan sangat manis dan berkata, "Sayang sekali, kamu tidak bisa memiliki wanita cantik."

Semua orang di sekitar meja judi menahan napas saat melihat kartu Bai Ran, yakni A Sekop dan Q Sekop, dan suasana langsung menjadi sunyi. Dealer mengambil kartu Bai Ran, lalu mendorong tiga dari lima kartu di atas meja. Kartu J Sekop, 10 Sekop, dan K Sekop yang ditambah dengan dua kartu Bai Ran menjadi Straight Flush, kombinasi kartu terbesar. Dealer tersenyum dan mengumumkan hasil perjudian, "Straight Flush menang."

Begitu dealer mengumumkan pemenangnya, semua orang bertepuk tangan meriah. Beberapa di antaranya bersorak riang, dan beberapa pula masih terkejut. Ternyata, kombinasi kartu Quan Riui benar-benar adalah Straight Flush. Ekspresi Meng Fan yang mulanya arogan langsung berubah menjadi pucat pasi setelah kartunya dikalahkan oleh kartu Bai Ran. Ia hanya bisa duduk terdiam dan pikirannya mendadak kosong. Ia telah kalah dan kehilangan seluruh asetnya. Sementara, Jiang Bangyuan bernapas lega karena bukan Meng Fan yang menang sehingga ia tidak perlu menjadi taruhan.

Bai Ran tidak terlalu kaget dengan hasil ini. Namun, sebuah senyuman tetap terbit di wajahnya. Bagaimanapun juga, kali ini ia mendapatkan biaya untuk perawatan ibunya. Bai Ran yang masih tenggelam dalam pikirannya sendiri sama sekali tidak menyadari bahwa Jiang Hao sedang melihat ke arahnya.

Jiang Hao kini merasa lemas. Ia melihat ke arah Meng Fan yang tampak kecewa, lalu beralih pada Bai Ran yang tampak bahagia dan masih berada dalam pelukan Quan Rui. Rasanya hati Jiang Hao sudah mau meledak. Ia segera berdiri, menatap Quan Rui, dan berkata, "Kakak Ipar, aku benar-benar tidak bisa menahannya lagi! Kakak punya kontrak pernikahan dengan kakakku. Sekarang… Bagaimana bisa… Kakak Ipar malah memeluk wanita lain yang tidak relevan? Tapi, sudahlah. Bagaimana bisa Kakak sembarangan mempertaruhkan kakakku dan bersikap tidak acuh?"

Jiang Hao terlahir dengan sifat tidak sabaran. Sebelumnya, masih ada Jiang Yuanshan yang dapat mengendalikannya. Namun, sekarang ia langsung bertindak semaunya sendiri. Setelah Jiang Hao selesai berbicara, Jiang Bangyuan segera menariknya dan memberi kode padanya untuk tidak bertindak impulsif. Lagi pula, Meng Fan sudah sudah kalah dan sekarang tidak ada gunanya lagi membicarakan masalah ini. Namun, tindakan Jiang Bangyuan malah semakin membuat Jiang Hao kesal. Ia tidak terbiasa melihat kakaknya tertindas. Ia pun menuding Bai Ran dan menuduhnya, "Kamu juga! Kamu seharusnya juga memanggilnya Kakak Ipar, Sekarang ini kamu sedang merayu kakak ipar sendiri?!"

Semua orang yang mendengar perkataan Jiang Hao mulai bising kembali. Berbagai spekulasi muncul di benar mereka. Kakak ipar? Apa mereka semua tidak salah dengar? Mengapa wanita di pelukan Tuan Quan harus memanggil Tuan Quan sebagai kakak ipar? Apakah wanita itu adik Jiang Bangyuan? Padahal, mereka tidak pernah mendengar bahwa keluarga Jiang memiliki tiga putri!

Bai Ran menatap Jiang Hao yang berbicara dengan begitu berapi-api sambil menudingnya. Ia pun mengerutkan kening. Saat ia baru saja ingin berbicara, Quan Rui segera menyahut dari belakangnya.