webnovel

Chapter 1

Dunia ini penuh dengan banyak konflik kehidupan. Mulai dari masalah pertemanan, keluarga, percintaan, dll. Seperti yang terjadi pada seorang remaja laki-laki yang tinggal di kota Amazila.

"Hoamm," kuap seorang remaja laki-laki yang baru saja bangun dari tidurnya. Ia menguap dengan mulut yang sangat lebar karena terlalu mengantuk untuk bangun. "Sudah pagi saja, padahal rasanya aku baru memejamkan mata sebentar," keluh remaja tersebut. Rambutnya yang disisir ke atas terlihat acak-acakan dan air liur menghiasi wajahnya.

"Bangun Arsen, lihat sudah jam berapa sekarang. Kakakmu sudah siap untuk pergi kuliah, apa kamu mau pergi ke sekolah sendiri?" seru seorang wanita dari arah pintu kamar yang merupakan ibu dari remaja laki-laki tersebut yang ternyata bernama Arsen.

Ya namaku adalah Arsen. Sebenarnya nama lengkapku adalah Arsenil, namun ibuku selalu memanggilku dengan nama Arsen karena menurut ibu nama itu lebih keren. Aku masih bersekolah di jenjang SMA dan saat ini umurku 16 tahun.

"Aku masih mengantuk ibu, kemarin aku lelah sekali. Aku tidak siap memulai hari ini di sekolah. Aku tidak ingin dibully terus menerus oleh teman sekelasku. Lagi pula, bukankah kakak tidak akan mau kalau kakak pergi dengan orang lemah sepertiku? Biasanya aku juga pergi ke sekolah sendiri dengan berjalan kaki," gerutu Arsen dengan wajah cemberut.

"Tidak, Arsen. Kamu tidak lemah. Orang-orang hanya tidak senang denganmu karena iri dengan kelebihanmu. Mereka juga menganggapmu lemah karena kamu tidak mau melawan mereka padahal menurut ibu itu tindakan yang baik. Ibu bangga mempunyai anak sepertimu, Arsen. Jangan pedulikan kata-kata orang lain yang menyakiti hatimu, tetapi dengarkanlah kata-kata orang yang mendukungmu dan bisa membangun dirimu menjadi lebih baik," jelas ibu dengan wajah yang penuh kehangatan.

Aku memandang ibu dengan tatapan yang hangat kemudian aku memeluknya.

"Aku sangat menyayangi ibu. Tidak ada orang lain yang lebih peduli kepadaku dibandingkan ibu. Aku senang masih ada orang yang menyayangiku apa adanya. Walaupun kelihatannya kakak dan ayah tidak menganggapku karena aku lemah," kata Arsen dengan wajah sedih.

"Sudahlah, Arsen. Ibu yakin suatu saat kamu bisa berubah menjadi laki-laki yang kuat dan dianggap oleh orang-orang di sekitarmu. Sekarang, cepat kamu bersiap-siap pergi ke sekolah. Sekarang sudah jam 06.30, jika tidak cepat kamu bisa terlambat masuk kelas," kata ibu.

"Baiklah, ibu. Aku akan segera mandi dan sarapan sebelum berangkat sekolah," kata Arsen menuruti perkataan ibu.

***

Sesampainya Arsen di sekolah, sekolah sudah ramai dipenuhi murid-murid SD, SMP, dan SMA. Arsen segera menuju ke kelasnya yaitu XI IPA 3.

Sebelum masuk ke kelasnya, Arsen menghembuskan nafas panjang untuk bersiap-siap menghadapi teman-temannya. Ia melangkah dengan perlahan seakan-akan tidak siap mengahadapi kenyataan yang ada di depannya. Hingga akhirnya ia mencapai gagang pintu kelas dan masuk ke dalam kelas. Hawa panas langsung terasa di tubuh Arsen. Teman-temannya menatap Arsen dengan tatapan tidak senang.

"Hei, itu Arsenil. Selamat pagi, Arsenil yang lemah," sapa temannya dengan nada meremehkan.

"Hei, Rim. Bukan begitu cara menyapanya di pagi hari. Minggir, biar aku beri tahu caranya," kata seorang teman yang lain, "Selamat pagi Arsenil yang sangat lemah, apakah kamu sudah siap untuk sarapan hari ini?" sapa temannya itu dengan wajah yang penuh semangat dan sambil mengepalkan tangan yang siap untuk melayangkan pukulan ke arah Arsen.

"Tidak, terima kasih. Aku sudah sarapan di rumah tadi sebelum ke sekolah dan sarapannya jauh lebih enak dibandingkan sarapan dari kalian," jawab Arsen sambil melihat kepalan tangan temannya. Arsen berbicara dengan tenang seakan-akan ia adalah remaja yang pemberani. Tetapi walaupun begitu sebenarnya ia sangat ketakutan.

"Lihat dia, sepertinya dia takut kepadamu. Dia tidak mau menerima sarapan darimu, Roy. Haha," seru temannya yang ternyata bernama Rim.

"Yahh, walaupun begitu aku tidak akan menghiraukan jawabanmu itu. Aku tetap akan memberimu sarapan hari ini. Bersiaplah, Arsenil. Sarapanmu akan segera datang," seru temannya yang bernama Roy.

Tanpa berpikir panjang temannya melayangkan pukulan yang tidak terlalu keras ke arah Arsen. Dengan beberapa pukulan, Arsen sudah merasa kelelahan. Seperti biasanya, Arsen tidak melawan perbuatan temannya itu. Dalam sekejap, ia merasa tubuhnya lemas.

"Ha ha ha ha ha. Baru segitu saja sudah lemas. Dasar laki-laki lemah," tawa teman-teman sekelasnya.

Aku mulai merasa kesal dengan teman-temanku dan wajahku mulai memanas karena marah. Aku ingin sekali menghajar mereka atau melawan mereka. Namun, menurut ibu sebaiknya aku tidak melawan atau membalas perbuatan mereka karena mungkin saja mereka akan semakin menjadi-jadi. Aku pun tetap diam dan menunggu sampai semua itu selesai.

Akhirnya, seorang guru masuk ke kelas dan mengatur kondisi kelas seperti semula. Guru tersebut melihat perbuatan teman-temanku dan merasa iba kepadaku. Beliau memperbolehkanku pergi ke UKS untuk mengobati memar-memar di tubuhku akibat pukulan dari temanku yang ditujukan kepadaku. Tanpa berpikir lama aku pun segera meminta izin kepada guru tersebut. Aku tidak bisa menahan rasan sakit di tubuhku terlalu lama, sehingga aku berlari secepat yang aku bisa menuju ke UKS.

Sesampainya di UKS, aku berbaring di tempat tidur UKS dengan napas terengah-engah. Aku mengambil beberapa obat untuk menyembuhkan memar dan luka-luka kecil di tubuhku. Setelah mengobati memar dan luka-luka di tubuhnya ia terpikir sesuatu dalam kepalanya.

"Kenapa aku harus hidup seperti ini? Kenapa aku terlalu lemah sebagai laki-laki? Aku ingin melawan dan membalas perbuatan mereka, tetapi aku tidak mau melanggar perintah ibu. Bagaimana caranya aku bisa hidup seperti ini terus menerus? Semakin lama aku tidak tahan dengan semua ini, suatu saat nanti aku akan membalas perbuatan mereka," pikir Arsen.

Karena ia terlalu lemas dan lelah untuk mengikuti pelajaran jam pertama di sekolah, ia pun meminta izin kepada guru mata pelajaran tersebut. Setelah diizinkan, ia kembali ke UKS dan beristirahat sampai pergantian pelajaran.

Bel pergantian jam pelajaran pun berdering, Arsen segera menuju ke kelasnya dan saat ia berjalan di sepanjang koridor sekolah ia mendapati dirinya tengah dilihat dan dibicarakan oleh kebanyakan murid di sekolah tersebut karena melihat memar dan luka di tangan dan wajahnya. Arsen yang melihat hal tersebut pun tidak menghiraukan mereka dan terus berjalan menuju kelasnya.

Sesampainya di kelas, Arsen diperhatikan oleh seluruh murid yang ada di kelas tersebut. Ada yang membicarakannya, ada yang merasa sedikit kasihan, bahkan ada juga yang masih menertawakannya. Arsen tidak menghiraukan mereka dan langsung menuju tempat duduknya. Arsen membuka buku pelajaran Matematika dan mulai belajar. Rim dan Roy yang telah memukul Arsen menghampiri meja yang ditempati Arsen.

"Bagaimana sarapan dariku tadi, cukup enak bukan? Yahh, menurutku itu belum seberapa. Mungkin lain kali aku akan memberimu sarapan yang jauh lebih enak," kata Roy.

Arsen yang mendengar hal itu diam saja dan terus melanjutkan belajarnya.

"Wahh, sekarang dia tidak menghiraukan kita. Apa kamu tahu Arsenil kalau kami paling tidak suka jika ada orang yang diam saja saat diajak bicara?" kata Rim dengan nada kesal.

Arsen yang sudah mulai tidak tahan dengan perkataan mereka pun akhirnya berbicara. "Cukup, aku tidak ingin mendengarkan kata-kata kalian lagi. Sarapan yang tadi kalian berikan itu sudah cukup. Sekarang tolong jangan menggangguku, bisakah kalian berhenti menggangguku? Aku juga paling tidak suka jika ada orang yang berbuat semena-mena kepada orang lain," kata Arsen dengan suara keras.

"Mungkin saja kita bisa berhenti mengganggumu, tetapi kita tidak mau berhenti. Kalau kamu tidak suka dengan perbuatan kami, lawan saja kami. Jangan diam saja seperti itu. Dasar lemah," kata Roy dengan nada mengejek. Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, Roy dan Rim pergi meninggalkan meja Arsen

Arsen yang mendengar perkataan Roy diam saja dan termenung cukup lama. Beberapa saat kemudian guru mata pelajaran selanjutnya masuk ke kelas dan pelajaran pun di mulai.

***

Dringg..... Dringg.....

Akhirnya bel pulang sekolah berdering. Arsen merapikan peralatan sekolahnya dan memasukkannya ke dalam tas. Kemudian, Arsen pulang ke rumahnya.

Selama perjalanan pulang, ia merasa sudah agak membaik. Namun, sesampainya di rumah ia disambut oleh kabar buruk yang menimpanya. ....

Saya belum terlalu berpengalaman dalam menulis sebuah novel, oleh karena itu mohon dukungannya agar saya bisa menjadi lebih baik.

Adakah pemikiran tentang kisah saya? Tinggalkan komentar dan saya akan membaca dengan serius.

Vlz_Dreamercreators' thoughts
ตอนถัดไป