Suamiku kawin

“Apa? Aku tidak mau,” teriak Daisha. “Tidak mau katamu? Ini semua demi keluarga, anggap saja ini sebagai rasa terima kasihmu karena sudah menumpang hidup di sini,” balas Jaya tidak kalah keras. “Rasa terima kasih? Aku tinggal memang di sini, tapi aku besar dan mendapatkan kasih kasang hanya dari Nenek. Sekarang kalian mengatakan rasa terima kasih?” cibir Daisha. “Kau! Inilah kenapa aku tidak suka saat Ibu memungut dia, Mas. Seperti apapun kita mendidiknya, anak gembel tetap akan menjadi gembel yang tidak memiliki sopan santun dan tidak tahu diuntung!” geram Melati marah. Daisha menundukkan kepalanya sambil terkekeh miris. Tidak jarang dia mendengar kata pedih seperti itu. Bahkan hampir setiap hari telinga gadis itu mendengar umpatan dan makian kasar dari sepasang suami istri itu. Sepasang suami istri yang merupakan orang tua angkatnya. “Yah, aku memang anak gembel yang hanya dipungut dan kebetulan dibesarkan oleh seorang perempuan lembut seperti Nenek. Aku beruntung, tapi … bukan dengan itu kalian bisa memperalatku. Semua masalah itu adalah ulah kalian, kenapa kalian selalu meminjam uang kepada rentenir itu? Sekarang kalian ingin melimpahkan masalahnya kepadaku? Aku tidak bisa menikah dengan laki-laki banyak istri seperti itu. Aku sudah punya kekasih.” Setelah mengucapkan itu, Daisha berdiri dari duduknya meninggalkan sepasang paruh baya yang nampak sangat kesal dan marah. “Daisha! Apapun itu, kau harus tetap menikahinya!” teriak Jaya marah.