webnovel

BAB 1 - SEBUAH AKHIR

Kamu tahu aku tidak pernah benar-benar bisa tanpamu, tapi kali ini melepaskanmu adalah sebuah keharusan.

---

"Kamu apa ngga capek ngebahas ini lagi dan lagi?"

"Justru karena aku sudah terlalu capek makanya aku mau bahas ini untuk yang terakhir kalinya, dan kamu, untuk kali ini tolong dengarkan aku."

Naka menatap Diana dengan tatapan dinginnya. Gadis di hadapannya sudah menunggu selama hampir satu jam sampai akhirnya lelaki itu mau diajak berbicara. Benar, selama itu Diana hanya duduk di salah satu pojok ruangan itu, berdiam diri, mengamati lelaki yang tingginya melebihi dua puluh sentimeter tinggu badannya, memandang dalam diam. Hanya pikirannya yang terlalu berisik memikirkan segala kemungkinan yang akan terjadi, juga perasaannya yang terus beradu dengan segala pertanyaan dan kemungkinan jawaban yang akan ia dengar untuk kali ini. Satu yang pasti, kali ini Diana sudah sangat siap, dan ia sudah sangat yakin. Hubungannya dengan Naka harus diakhiri.

"Ayo kita akhiri."

Naka melepaskan begitu saja barbel di tangannya, barbel dengan ukuran lima kilogram itu hampir saja mengenai kakinya tapi ia sama sekali tidak peduli kalaupun benda yang terbuat dari besi itu sampai benar-benar menyakiti tubuhnya, karena ada bagian dari dalam dirinya yang merasakan kesakitan jauh lebih besar dari itu. Wajahnya nampak tidak senang dengan kalimat yang dilontarkan oleh kekasihnya itu. Naka berdecih sinis, lalu membuang pandangannya ke arah lain, ia kemudian mendongakan kepalanya menerawang ke langit-langit ruang fitnes pribadinya itu.

"Kamu kenapa sih?" tanyanya masih ingin berusaha menyangkal apa yang telah ia dengar.

"Naka, lebih baik kita akhiri sekarang dari pada,"

"Dari pada apa?!"

Intonasi suara Naka meninggi, kedua kelopak matanya terbuka lebih lebar, menatap tajam kepada Diana yang kini matanya mulai basah. Tidak, ia tidak akan menangis sekarang. Diana masih cukup kuat untuk tidak menangis di hadapan Naka sekarang.

Diana menghela napas dalam-dalam, ia masih berusaha untuk menormalkan detak jantungnya yang berpacu kencang, "Kamu dan aku sudah terlalu sering menyakiti satu sama lain. Aku sudah ngga bisa lagi, Ka. Lebih baik kita putus."

"Ini nih yang bikin aku ngga pernah mau kamu ajak ngomong di saat kayak gini, pasti ujung-ujungnya ngajak putus."

Sesaat Diana hanya bisa terdiam kelu. Ya, ini bukan pertama kalinya ia mengajak Naka untuk mengakhiri saja hubungan mereka. Namun Naka selalu menolak. Naka mencintai Diana, begitu pula sebaliknya. Akan tetapi, nyatanya cinta yang mereka miliki tidak cukup besar untuk menutupi semua luka yang mereka beri untuk satu sama lain. Dalam hubungan ini, Naka dan Diana saling mencintai, dan di saat yang sama, mereka juga saling menyakiti. Hubungan mereka sesungguhnya sudah sangat melelahkan untuk satu sama lain. Hanya saja ego Naka yang ingin terus mempertahankan hubungan merekalah yang membuat Diana masih berusaha untuk bertahan, hingga akhirnya, gadis itu telah mencapai batasnya. Ia telah bertemu dengan jalan buntu yang tidak lagi bisa memberinya jalan untuk bisa tetap bersama dengan lelaki yang sudah hampir lima tahun berbagi segala bentuk rasa bersama dengannya.

"Besok, lusa, atau kapanpun aku ngga akan ngajak kamu ngomongin hal kayak gini lagi, karena kali ii akan menjadi yang terakhir," ucap Diana kemudian tertahan, ia yang sejak tadi tertunduk kini mengangkat kepalanya, memberanikan diri untuk menatap dua lensa berwarna cokelat gelap yang menatapnya kian tajam.

Pada kedua mata itu, kekecewaan, kemarahan, kesedihan dan kehampaan tergambar jelas. Naka, sebagian orang akan menganggap ia adalah tokoh yang paling pantas disalahkan pada cerita ini. Terlepas dari segala bentuk perasaan sedihnya, semua orang mungkin akan setuju jika dirinyalah yang paling sering menjadi tokoh antagonis pada cerita mereka berdua.

"Maaf." Ucap Diana samar namun suaranya masih dapat tertangkap dengan jelas oleh pendengaran Naka.

Tiga puluh satu detik setelah satu kata itu—dan selama itu kedua mata Naka yang memerah dan sedikit berair menatap Diana dengan sangat tajam, tidak pernah sebelumnya Diana melihat tatapan Naka yang semenakutkan itu—Naka membungkukkan badannya, ia mengambil kembali barbel yang tadi ia lepaskan begitu saja, sedetik kemudian dengan cepat barbel itu melayang menghantam cermin seukuran dinding.

Pranngg!!!

Suara nyaring dari cermin yang pecah menggema di dalam ruangan itu. Diana adalah satu-satunya yang terkejut di sini, entah jantungnya sempat berhenti atau bagaimana, yang jelas Diana merasakan Dingin merasuki seluruh tubuhnya. Diana hampir saja pingsan karena apa yang baru saja terjadi, tubuhnya gemetar, ia jelas ketakutan, kakinya yang lemas pun masih berusaha sekuat tenaga untuk tetap berdiri tegak. Diana, ingin menangis detik itu juga, namun ia tahan.

"Oke, kita selesai." Ucap Naka datar.

Naka berucap dengan wajahnya tanpa ekspresi. Ia melangkahkan kakinya meninggalkan ruangan itu, membiarkan Diana sendirian di sana. Naka membanting pintu dengan sangat keras, membuat gadis itu refleks terperanjak. Tidak, tidak, Diana bukan gadis berhati baja, dia tidak sekuat itu. Kaki yang lemah itu kini telah tersungkur di lantai. Pipinya telah dibajiri dengan air mata, dadanya terasa sesak dan napasnya tersengal. Diana memukul-mukul dadanya yang terasa sakit, ia menangis dengan begitu hebat, namun sebisa mungkin ia rendam suara tangisannya. Dialah yang meminta perpisahan ini, dia yang menginginkannya, dan perasaan hancur yang ia rasakan sekarang adalah konsekuensi yang harus ia terima.

---

"Pagi Diana!"

Seseorang sudah lebih dulu menyapa bahkan ketika si pemilik nama masih berada di luar ruangan berdinding kaca itu. Diana tersenyum simpul, seperti biasa gadis itu selalu bersikap ramah kepada semua orang. Dibukanya pintu yang juga terbuat dari kaca tebal itu, berjalan mendekati meja berbentuk oval yang diletakkan di tengah-tengah ruangan itu, kemudian mengambil posisi agak belakang dengan duduk di salah satu kursi yang mengelilingi meja.

"Tumben banget hari ini pake kacamata." Yang tadi menyapanya kini kembali berkomentar.

"Eum? Aa- ini, lagi agak ngga enak matanya, kayaknya kebanyakan liat monitor dan layar hp." Jawab Diana berdalih.

Matanya terasa tidak enak bukan karena kebanyakan menatap monitor di ruang kerja, bukan juga karena kebanyakan menatap layar ponselnya. Matanya perih karena semalaman ia menangis tanpa henti di dalam kamarnya, dan pagi ini kedua matanya menjadi bengkak. Bahkan saat bangun tidur mata Diana benar-benar sangat bengkak, beruntung setelah dikompres dengan air dingin bengkaknya jadi sedikit berkurang.

"Oh~ makanya dikurang-kurangin kerjanya. Jangan sampe kesehatan lo sendiri jadi korban."

"Siap, capt!" Sahut Diana menurut.

Diana hanya bercanda dengan sebutan "capt" tersebut. Yang mengajaknya bicara dari tadi adalah Hana, pimpinan tim manajemen kantornya. Lebih tepatnya Hana adalah manager yang mengurusi semua bentuk kegiatan dan pekerjaan dari Naka. Iya, Naka. Naka adalah salah seorang top model yang bernaung dibawah agensi tempat Hana dan timnya bekerja, termasuk di dalamnya adalah Diana. Naka dan Diana adalah dua orang beruntung yang mendapatkan ijin untuk memiliki hubungan spesial antara staf dan artist, dengan syarat mereka tidak boleh mengumbar hubungan mereka di depan publik. Singkatnya, cukup hanya orang-orang terdekat yang boleh tau. Tentu saja karena Naka adalah top model sekaligus aset berharga agensi mereka, maka dari itu agensi memberikan ijin untuknya mengencani salah seorang staf mereka, yaitu Diana. Ah, lupakan tentang hubungan itu. Mereka sudah berakhir tadi malam.

"Naka berangkat dari rumahnya jam berapa ya, Di?" tanya Hana sambil sibuk dengan pekerjaannya di layar tablet yang ia gunakan.

Diana yang tadinya juga sibuk mengerjakan pekerjaannya di laptop seketika menarik jari-jarinya dari keyboard. Selama beberapa detik ia hanya terdiam, jika sebelumnya Diana masih bisa memberikan jawaban, maka kali ini ia tidak tahu harus menjawab apa. Bahkan sekarang Diana harus memikirkan cara dan kalimat yang tepat untuk memberitahu pimpinan dan rekan kerjanya yang lain kalau hubungannya dengan Naka telah berakhir.

"Di," Hana kembali memanggil Diana, menunggu jawaban dari gadis itu.

"Eee- jam,"

Ceklekk

Seseorang membuka pintu dan berjalan masuk ke dalam ruang rapat.

ตอนถัดไป