webnovel

SAHID : Death in Love

Sahid. Pemuda yang kehilangan cintanya, kemudian meninggal dengan mengenaskan sebagai seorang pecundang. sebut saja dia pria gila, hilang akal, bodoh, dan sebagainya. Tapi, ingatlah. Dalam hatinya masih ada cinta untuk sang kekasih. Sahara. Cinta yang membuatnya tetap hidup meskipun jiwanya tidak bernyawa. Membuatnya seperti anai-anai yang keberadaannya tidak diharapkan.

Sy_Vanilla · สมจริง
เรตติ้งไม่พอ
7 Chs

Kepasrahan

"Sahid..."

Mike segera berlari menghampiri Sahid yang tak sadarkan diri di mejanya. Mike membaringkan Sahid di atas ranjang tempat tidur dan memanggil dokter. Beberapa menit kemudian. Dokter datang dan memeriksa keadaan Sahid. Dia memberikan daftar resep obat yang harus ditebus dan meminta Sahid

untuk berhenti minum minuman keras. Setelah dokter pergi, Mike pergi ke apotek untuk membeli obat sesuai resep dokter. Sekembalinya dari apotek, dia melihat Sahid duduk di meja dengan sebotol

minuman di tangannya.

PYARRR...

Mike membuang botol itu ke lantai. Dia meletakkan obat yang sudah ia beli di meja. Kemudian ia pergi sebentar untuk mengambil air putih. "Berhenti minum itu dan minum ini mulai sekarang."

"Gue nggak butuh obat ini." Sahid melempar obat itu hingga berceceran di lantai. "Yang gue butuhkan hanya RACUN itu."

"LO MAU MATI. HAH?"

"Apa gunanya gue hidup kalau nantinya ada yang nyuruh gue buat mati."

Mike menghela napas, "Terserah. Jujur gue kasihan lihat lo kayak gini. Gue mau lo sembuh. Tapi, kalau ini sudah menjadi keputusan lo. Nggak ada gunanya nasihat gue kalau hanya lewat kuping doang."

Mike berlalu pergi meninggalkan Sahid. Tetap saja ia hiraukan nasihat temannya itu. Dia

mengambil botol minuman yang ada di bawah kolong meja dan meminumnya seteguk kemudian kembali menuliskan tiap-tiap bait puisi. Dia ingin segera menyelesaikan puisi itu sebelum ajal menjemputnya.

Hari-hari yang kelam telah berlalu. Sedikit demi sedikit Sahara mulai bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. Keluarga baru. Dan orang-orang baru. Menjadi nyonya di rumah yang besar bukanlah hal yang mudah baginya. Dia harus menyesuaikan diri dengan adat dan kebiasaan yang ada.

Terlebih dia masih belum bisa melupakan Sahid, kekasihnya. Entah, kenapa ia teringat semua kenangan saat bersama Sahid. Seakan lorong waktu ingin membawanya kembali ke masa lalu. Sahid yang dulu sudah mati. Sahid yang sekarang. Siapa dia? Bahkan ia sendiri enggan menyebut namanya. Pecundang

itu telah menaruh duri dalam cintanya. Menaruh luka dalam hatinya. Yang membuatnya harus hidup dalam penderitaan.