webnovel

Seorang Diri

Editor: AL_Squad

Keesokan harinya, Marvin terbangun karena lapar.

Dia berdiri perlahan-lahan, dan melihat kalau gadis setengah peri itu masih tertidur di tempat tidur yang ada di sebelahnya. Posisi tidurnya sangat anggun, bulu matanya sedikit bergetar, sangat damai dan cantik.

Dia segera membersihkan dirinya tanpa mengganggu Anna dan pergi melewati pintu. Dia memiliki banyak hal yang harus dia selesaikan.

Marvin pergi meninggalkan Penginapan Tanduk Elang Hitam dan pergi ke area pasar untuk menemui seorang pandai besi yang waktu itu dia temui. Dia membeli dua belati melengkung biasa yang sama sebelum pergi.

Walaupun dia sudah terbiasa dengan belati yang dia gunakan, itu masih belum menunjukkan gaya bertarung dua-tangan. Dan untuk belati yang ketiga, itu disimpan sebagai cadangan.

Seorang petarung berpengalaman akan menyiapkan senjata tambahan untuk bisa menghadapi segala macam situasi.

Dia kemudian pergi ke daerah kumuh di timur laut, dimana disana banyak sekali pengemis yang siap melakukan apa saja untuk beberapa koin, serta beberapa informasi. Marvin membutuhkan bantuan mereka untuk operasi ini.

Dia kembali dari daerah kumuh itu, kurang lebih masih ada 30 perak di kantongnya.

Dia kemudian membeli beberapa makanan dan kebutuhan dari toko kelontong terdekat sebelum diam-diam kembali ke penginapan.

Saat Marvin kembali ke kamar, Anna sudah terbangun. Dia sementara mengucek matanya yang terlihat masih mengantuk, sedikit terkejut melihat banyak barang di tangan Marvin. "Tuan Muda Marvin, apakah kita akan benar-benar melawan anggota geng Acheron?"

"Lagipula, hanya ada kita berdua, sendirian."

Anna tidak khawatir akan dirinya sendiri, dia hanya khawatir jika terjadi sesuatu terhadap Marvin.

Marvin memberikan sepotong roti mentega yang baru saja di panggang, berbisik, "Kita tidak akan sendirian, kota ini lebih gelap dari yang kita kira. Mungkin permohonan bantuan yang kita minta dari awal adalah suatu kesalahan. Tidak akan ada yang akan membantu kita. Untuk mendapatkan kembali wilayah kita, kita harus bisa mengandalkan kekuatan kita sendiri. Makanlah lebih dulu. Setelah kamu selesai makan, aku ingin kamu pergi ke pedesaan."

Anna terkejut ketika sedang meminum airnya, menanggapi, "Ke pedesaan?"

"Desa Hijau dan Desa Kabut. Andre dan yang lainnya mungkin sudah tidak bisa menahan diri lagi." Marvin dengan acuh tak acuh berkata, sambil berdiri di jendela dan memperhatikan orang yang tiada henti berlalu-lalang di jalanan.

"Bagaimana anda bisa tahu…?" Anna lebih terkejut.

"Aku memperhatikan hingga akhir. Hari itu, Andre dengan menghilang memasuki kota untuk menemui kamu. Ideanya adalah menggunakan kekuatan dia sendiri untuk mendapatkan kembali wilayah kita."

Marvin menggelengkan kepalanya, berkata, "Sayang sekali waktu itu kamu masih berpikir kalau balai kota akan membantu kita, jadi kamu menenangkannya, bukan?"

Warna yang berbeda muncul di mata Anna. "Tuan Muda Marvin, saya mungkin mengerti ide anda. Jika para penjaga muda bisa datang, para anggota geng Acheron tentu saja tidak mungkin bisa menjadi lawan mereka. Hanya saja…. Kota Pinggiran Sungai tidak akan mengizinkan mereka untuk masuk kesana lengkap dengan senjata."

"Biarkan mereka menyamar dan menyelinap ke Kota Pinggiran Sungai. Sementara untuk urusan senjata, aku akan memikirkan caranya." Marvin dengan santai sambil mengambil sepotong roti dan memakannya. "Aku beri kamu sepuluh hari."

"Sepuluh hari kemudian, aku ingin melihat Lembah Sungai Putih penuh dengan dua puluh pasukan berdiri di sebelahku."

Anna sedikit bersemangat.

Marvin baru saja menampilkan keberanian yang luar biasa. Itu benar-benar luar biasa! Untuk berani mengumpulkan penjaga pribadinya di dalam Kota Pinggiran Sungai, bahkan jika dia seorang bangsawan, itu masih merupakan provokasi terhadap Balai Kota Pinggiran Sungai. Tetapi hanya Tuan Muda Marvin yang bisa membuat Anna melihat secercah harapan.

Hanya dengan cara ini mereka bisa mengakhiri penghinaan yang mereka derita dari Kota Pinggiran Sungai.

Tuan Muda Marvin memang seorang bangsawan, tapi disini di Kota Pinggiran Sungai, balai kota mempermainkan dia, pegawai kasino menipunya, dan seorang pedagang secara diam-diam menyewa anggota geng untuk menyingkirkan dia.

Penghinaan ini, sudah lama dia ingat-ingat. Alasan satu-satu-nya dia menahan semua ini hanya karena Tuan Muda Marvin.

Marvin sudah berbeda sekarang. Dia mengalami suatu perubahan yang mengherankan. Bahkan Anna tidak habis pikir seorang pemuda yang selalu mengikuti dia sejak dia masih anak kecil telah belajar mengelola wilayahnya sendiri.

"Tapi, ketika saya pergi…" Anna melihat Marvin, sedikit ragu.

Dia mengkhawatirkan keselamatan Marvin.

"Aku akan bersembunyi di penginapan ini. Kamu harus percaya dengan kemampuanku sekarang. Tidak akan ada yang memata-mataiku."

Marvin menunjukkan senyuman percaya diri. "Pergilah! Aku akan menunggu kabar baik darimu."

...

Sore itu, dengan menyamar sebagai seorang wanita desa, Anna pergi meninggalkan Kota Pinggiran Sungai seorang diri, menuju selatan.

Memikul misi dari Tuan Muda Marvin, kecepatannya lebih cepat dari pada biasanya.

Saat Marvin secara diam-diam memperhatikan dia pergi, dia tiba-tiba tertawa sinis.

Senyum itu memiliki niat membunuh yang kuat.

Mengirim Anna pergi itu memiliki dua tujuan. Pertama, dia benar-benar membutuhkan tenaga dari pasukan-pasukan itu. Dan juga, dia ingin membunuh malam ini. Dia tidak bisa menunjukkan kekuatannya secara penuh jika ada pelayan setengah peri di sebelahnya. Misalnya, waktu berurusan dengan si perampok makam, Anna hampir saja merusak rencananya.

Terkadang, membunuh adalah hal yang mudah. Terlebih saat seorang Penguasa Malam ikut campur.

Marvin tidak pamer. Dia tahu saat kapan waktunya untuk melakukan tugas sendirian, dan kapan dia harus mengoptimalkan pasukannya. Alasan dia mengirim Anna ke pedesaan sebelumnya adalah untuk mengirim pasukan untuk melindungi para penduduk desa.

Setelah Lembah Sungai Putih ditaklukkan, sejumlah besar penduduk melarikan diri untuk berlindung di gunung, Desa Hijau, Desa Kabut, dan juga Danau Air Piringan. Itu semua merupakan bagian dari wilayah Marvin. Mereka lari ke gunung, itu jadi lebih mudah untuk menghindari kejaran dari para gnoll. Karena peraturan dari Kota Pinggiran Sungai, hanya Marvin dan pelayannya yang boleh meminta bantuan. Pasukannya tetap tinggal di pedesaan.

Para orang muda itu sudah tidak sabar menunggu, ingin membunuh untuk mendapatkan kembali milik mereka, dan mereka hanya menunggu perintah dari Marvin.

Mereka semua adalah orang-orang yang sangat setia, muda dan kuat.

Namun, ini masih belum cukup.

Marvin tahu bahwa ada banyak bayangan di balik serangan para gnoll ke wilayah mereka. Dua puluh pasukan tentu saja tidak akan kuat melawan pasukan gnoll yang terlatih. Dia harus mengumpulkan kekuatan yang lebih kuat.

Dan sebelum itu, dia harus mencari tahu siapa yang ingin membunuhnya.

Mungkin Paman Miller yang pelit itu, tapi mungkin juga orang lain.

Singkatnya, setelah malam ini, semuanya akan jelas.

...

Malam hari, sebelum jam malam Kota Pinggiran Sungai, adalah saat dimana kekuatan jahat dari kota ini paling aktif.

Semua akuntan dari para anggota geng-geng menghitung keuntungan mereka hari itu, dan beberapa pencuri muda akan dihajar oleh seseorang yang bertugas karena tidak memenuhi tuntutan kuota harian mereka.

Segera, mereka akan belajar melalui rasa sakit untuk meningkatkan keterampilan tangan mereka. Pada saat itu, mereka akan diampuni dari penyiksaan fisik, tapi bagian keuntungan yang mereka dapat hampir tidak cukup untuk memberi makan keluarga mereka.

Ini adalah wilayah abu-abu dimana yang kuat akan bertahan hidup.

Pelacur berpakaian indah berdiri di gang di samping jalan utama, bedak tebal menghiasi wajah mereka. Kadang-kadang mereka menggunakan lapisan tebal dari kosmetik murahan bukan karena tampang mereka yang pas-pasan, tapi untuk menyembunyikan jerawat yang mengerikan. Tapi dua hal yang mengerikan dari pekerjaan ini, yaitu hamil dan menderita penyakit. Keduanya berarti mereka akan kehilangan pekerjaan mereka.

...

Gudang di halaman belakang, Tempat Minum Pyroxene.

Cahaya lilin menyinari tubuh para penari wanita. Dua pria diam-diam merencanakan sesuatu sedang duduk di sofa yang terbuat dari kulit harimau, tertawa kejam.

"Tuan Muda Farma, saya secara khusus menemukan wanita yang cocok dengan selera anda hari ini. Sekarang, silahkan anda menikmati."

Di antara mereka, seorang pria tinggi menunjuk salah satu dari penari yang memiliki tubuh yang indah.

Ada bekas luka di antara alisnya yang tebal dan dia memiliki ekspresi yang kejam.

Yang satu lagi memiliki tubuh yang pendek dan berpenampilan buruk, dengan kantung mata yang berat, tipikal seseorang yang energinya terkurang oleh anggur dan wanita.

Dia tidak bisa mengalihkan matanya dari penari itu, terus-menerus mengangguk, "Bagus, bagus, bagus! Tuan Diapheis, selama kamu bisa menyingkirkan sampah itu, aku akan kembali dan akan mengatakan sesuatu yang bagus tentangmu kepada ayahku, dan dia akan meningkatkan investasinya kepadamu."

Diapheis dengan tenang berkata, "Terima kasih banyak, Tuan Muda Farmar. Anak kecil bernama Marvin tidak akan lolos dari genggaman kita. Kita sudah mengirimkan tim kecil untuk memburunya, jadi tidak akan lama lagi kepalanya akan mengambang di Sungai Kerucut Pinus."

"Pada saat itu, Lembah Sungai Putih akan menjadi milik ayahku!" Farmar dengan keras melanjutkan, "Jean dan anaknya mengambil wilayah ayahku untuk waktu yang lama, dan sekaranglah waktunya untuk mengambil itu kembali!"

"Tentu saja." Diapheis tertawa. "Harga kelompok gnoll itu tidak terlalu tinggi; persediaan untuk mereka sudah diberangkatkan. Marvin akan mati dan segala sesuatunya akan baik-baik saja."

Keduanya tertawa kejam saat tiba-tiba, seorang pria berpakaian hitam bergegas masuk. Dia menunduk dan berbisik di telinga Diapheis.

Wajah Diapheis tidak berubah setelah mendengar laporan itu. "Dua tim sudah berangkat. Masalah sepele seperti itu masih perlu perhatianku?"

Pria berpakaian hitam itu dengan cepat pergi.

Tepat ketika Diapheis ingin mengatakan sesuatu, Farmar tiba-tiba bergegas berdiri, menakuti para penari tersebut, hanya membuat wanita bertubuh indah itu, bingung.

Farmar memeluknya dan menariknya ke sebuah ruangan kecil di sebelah.

Penari itu melawan, dan berkata dengan suara ketakutan, "Tuan Diapheis, ketika anda mencari saya bukankah saya disini hanya untuk menari saja?!"

Diapheis dengan acuh tak acuh menjawab, "Maaf, rencana telah berubah."

BUG!

Pintu ruangan kecil itu ditutup. Suara penari yang ketakutan itu bisa terdengar bersamaan dengan tawa cabul dari Farmar.

...

Diapheis mengerutkan dahi, fokus dan ekspresinya menjadi sangat serius.

"Satu tim telah pergi terlalu lama. Bagaimana mungkin tidak ada berita, apa yang sedang terjadi?"

Pada saat itu, pria berpakaian hitam itu kembali, dan setelah memeriksa sekitarnya, dia berbisik, "Dua buah berita buruk. Satu tim ditemukan di Hutan Kerucut Pinus, semua mati. Musuh menggunakan belati melengkung, dan kemampuan membunuhnya sangat tajam."

Diapheis mengerutkan kening.

"Selain itu, gudang kita di area dermaga dibakar dan perkelahian orang banyak terjadi di kasino di bagian timur. Orang-orang yang menjaga jalanan tidak datang."

Diapheis melotot, "Seseorang diam-diam memancing perkelahian?"

"Mungkin orang-orang Ular Biru Langit atau orang-orang Merak Putih." Pria berpakaian hitam itu cemas menambahkan, "Kita berkembang cukup cepat belakangan ini, cukup untuk membangkitkan permusuhan dari mereka."

"Tidak peduli siapa itu, kebangkitan Acheron sudah ditetapkan di batu." Diapheis tiba-tiba berdiri dari sofa dan memerintahkan, "Kirim tiga tim untuk memeriksa gangguan ini, dan bunuh semua orang yang menyebabkan masalah ini."

"Tapi masalahnya, hanya ada dua tim yang tersisa di sini di Tempat Minum Pyroxene, bersama dengan beberapa anggota yang biasa-biasa saja," kata pria berpakaian hitam itu.

"Siapa takut, aku disini!" Diapheis berjalan cepat ke arah dinding, mengambil sebuah kapak yang besar.

Pada saat itu, seorang bawahan yang masih muda tiba-tiba muncul turun dari lantai atas.

"Tidak bagus! Bos! Seseorang menyebabkan masalah di atas, dia membunuh banyak orang kita!"

"Berapa banyak mereka!?" Pria berpakaian hitam itu bertanya dengan keras.

Bawahan yang masih mudah itu menelan ludah, takut.

"… Satu!"