Mendingin, begitulah ekspresi Lucius.
Seakan dinginnya malam mendukung tekanan sang pemuda, sang kakak pun dipaksa meneguk ludah kasar. Cengkeraman di lengannya cukup menyakitkan, namun dirinya enggan menyela.
“Kakakku?”
“Benar.”
Tiba-tiba Lucius menarik Lucia agar berdiri di belakangnya.
“Kau menginginkan kakakku?”
“Apa kalimatku barusan kurang jelas?” pandangan pun perlahan diedarkan. Siez melangkah menuju balkon yang terbuka, menyaksikan hamparan di sekitar dengan mata sayunya.
“Apa kau menyukai kakakku?”
Evelin terperangah. Tak menyangka, adik sang raga akan bertanya terang-terangan. Tatapannya pun teralihkan pada sosok di seberang, di mana laki-laki itu menatapnya sempurna.
Mengusik masa lalu akan lirikan milik sang bos yang agak dibencinya.
“Mungkin, aku lebih tertarik pada kakakmu.”
Support your favorite authors and translators in webnovel.com