webnovel

Pesona Sang Duda

Author: Lovegreene
ชีวิตในเมือง
Ongoing · 29.2K Views
  • 242 Chs
    Content
  • ratings
  • NO.200+
    SUPPORT
Synopsis

Zelin Maheswari yang berstatus janda sejak setahun lalu memulai kembali kehidupannya dengan bekerja sebagai pegawai restoran di salah satu hotel bintang ternama di bawah naungan Grey Tower. Namun, siapa yang akan menyangka jika suatu hari Zelin dipertemukan dengan pria yang bertamu di kamar hotel dan menyamar sebagai tamu hotel adalah anak dari pemilik hotel tersebut dan merupakan seorang duda kaya raya, bernama David Grey Lian. David sendiri tidak menyangka kalau dirinya jatuh cinta pada Zelin dipertemuan pertamanya. Zelin yang menamparnya justru membuat David jatuh hati pada wanita itu. Ketika keduanya mulai mendekat. Satu persatu orang di masa lalu mereka pun hadir kembali. serasa dunia begitu sempit. Kevin merupakan mantan suami Zelin kembali datang mendekat ingin rujuk. karena menyesal karena dulu telah selingkuh. Friska juga datang mendekati David kembali karena suaminya kasar, meminta perlindungan dibawah kekuasaan David. membuat salah paham antara Zelin dan David. lalu, apakah Zelin dan David bisa bersama?

Chapter 11 Pria Mesum

Zelin Maheswari si janda kembang yang baru saja berusia 30 tahun ini memiliki pembawaan wajah yang lembut. Rambut hitam panjangnya tetap ia jaga dan rawat hingga kini. Postur tubuhnya ideal. Kini ia bekerja sebagai pelayan di salah satu restoran hotel bintang 5 di Jakarta. Sejak memutuskan pergi dari kehidupannya yang dulu sebagai istri dari Kevin Danial Radeya, yang merupakan salah satu pengusaha yang berdiri di bawah naungan Grey Tower. Kini ia harus tinggal di salah satu komplek rumah susun yang ada di Kalibata Jakarta.

Zelin memutuskan untuk hidup sendiri dan memilih berpisah juga meninggalkan mantan suaminya Kevin sekitar setahun yang lalu. Karena ia mengetahui kalau suaminya berselingkuh bahkan menyimpan wanita lain yang tertnyata adalah sahabatnya Zelin sendiri.

Zelin sendiri tidak membawa banyak barang yang berkaitan dengan sang mantan suami saat meninggalkan rumah mewah yang lebih dari 5 tahun ia tinggali dengan nyaman. Justru kini ia hidup dari nol lagi, dengan uang tabungan yang ia miliki. Juga deposito warisan dari mendiang orangtuanya. Kenapa ia tidak meminta harta gono-gini? Karena ia tidak mau terlibat apapun lagi, baik itu harta benda yang berupa fisik atau non fisik baik dengan Kevin dan juga keluarga besarnya sang mantan suami.

***

"Zelin, kamu bisa antar makanan ini ke lantai 9?" kata seorang pelayan wanita lainnya yang baru saja menyiapkan meja dorong atau troli stand servis  yang di atasnya berisi makanan dan red wine pesanan customer dari hotel tersebut.

Zelin yang saat itu mendapat jatah masuk siang dan baru saja tiba pun hanya bisa menyanggupi. Ia dengan cepat meletakkan tasnya di loker, lalu memakai apron merah di dalam saku apron tersebut ada buku kecil untuk mencatat menu pesanan dan juga pulpen. "Harus aku antar ke lantai berapa?" tanya Zelin sambil mengecek lagi pesanannya sudah sesuai atau belum dengan list menu yang dipesan.

"Lantai 9, Zel. Kamar 905."

"Oh, benar. Baiklah. Semua pesanannya sudah ready jadi aku berangkat sekarang." Zelin tersenyum sambil mendorong troli tersebut. Lalu, melewati selasar resto dan berdiri di depan lift. Lift pun tiba dan ia langsung masuk ke dalamnya. Cuaca di luar tadi agak mendung, mungkin memang akan segera turun hujan. Menjadikan suhu di resto dan lift hotel Queen agak dingin. Bulu kuduknya pun meremang, kedua tangannya menyilang dan mengusap lengannya keatas juga kebawah.

Pintu lift terbuka tepat di lantai 9. Zelin kembali mendorong troli dengan hati-hati. Biasanya pelayan yang akan mengantar makanan untuk pelanggan kamar hotel itu pelayan laki-laki. Tetapi, tadi pelayan yang laki-laki sedang sibuk dengan tamu di resto. Jadi, Zelinlah yang menggantikannya. Tidak masalah, perempuan atau laki-laki dalam tahapan bertahan hidup itu sama saja. Dan sampailah ia di depan pintu kamar hotel 905.

"Permisi, layanan resto," ucap Zelin sambil mengetuk pintu kamar.

Satu detik, dua detik, tiga detik, masih belum ada jawaban. Zelin kembali bersuara namun kali ini melalui interkom yang tersedia di dekat pintu. "Permisi, saya dari resto ingin mengantar pesanan."

Dan kali ini terdengar langkah kaki seseorang mendekat dari dalam. Dalam sepersekian detik, pintu terbuka dan memperlihatkan kepala pria berambut hitam yang basah, berewok tipis, hidung mancung. Sepertinya pria itu baru saja selesai mandi karena terlihat dari rambutnya yang masih basah.

"Masuklah dan tolong rapikan di pojok dekat jendela. Aku ingin makan sambil menatap hujan di luar." Pria tadi membuka pintu lebar untuk membiarkan Zelin masuk sambil mendorong troli. Dan Zelin kaget sekali karena pria itu hanya melilitkan handuk di bagian bawah saja. Sedangkan tubuh bagian atasnya dia biarkan tanpa penutup. Menampilakan roti sobek di bagian perut.

Zelin berusaha bersikap biasa saja sambil menata makanan yang ia bawa tadi di atas meja. Sedangkan pria tegas itu sedang memakai celana pendek dan kaos polos putih.

Posisi Zelin yang memunggungi pria tadi pun kaget ketika pria itu muncul dari balik bahunya.

"Sudah siap?"

Zelin kaget dan menynggol botol red wine yang ada di sebelah kanannya. Air merah itu menyiprat ke kaos putih milik si pria. "Ma-maafkan saya, saya tidak sengaja," ucap Zelin sambil mengambil tissu yang banyak untuk mengelap baju sang pria.

Pria itu hanya menarik napas panjang namun tidak bicara apa-apa. Hal itu justru membuat Zelin takut. Karena orang yang marah lalu terdiam bisa meledak kapan saja. Dan Zelin tidak menginginkan itu. Ia tidak ingin mendapatkan peringatan atau dipecat.

"Sudahlah, biarin aja. Kamu boleh keluar," ucap pria dengan nada dingin.

"Ta-tapi bajunya jadi noda, Pak. Bapak boleh membukanya dan biarkan saya bawa ke binatu hotel." Zelin dengan gugup masih ingin mempertanggung jawabkan kelalaiannya.

Pria itu memejamkan matanya, menarik napas panjang dan berat lalu membuka matanya lagi. "Gak perlu, kamu boleh keluar."

"Ta-tapi Pak, saya jadi tidak enak. Baju Bapak kotor, saya minta maaf. Tolong izinkan saya--" Zelin terdiam saat bibirnya dicubit dengan jari pria yang ada di depannya.

"Kamu keras kepala ya. Cerewet. Padahal saya sudah menyuruh kamu keluar tapi masih aja ngeyel. Baiklah kalau gitu. Temani saya makan sampai makanan dan wine ini habis. Duduk!" perintahnya. Dan kali ini Zelin menurut dan duduk di kursi kosong yang ada di depan pria tersebut.

Zelin meremas ujung apronnya karena gugup dan takut. Takut kalau dicari oleh teman-teman lainnya. Ia juga salah tingkah karena mata pria itu terus saja memandang ke arahnya. Meskipun ia tahu pria itu menatap jendela yang ada di belakangnya. Seakan zelin itu benda transparan.

"Kamu cantik, udah lama kerja di resto?" tanya si pria tiba-tiba. Membuat Zelin agaknya tersentak, karena sejak tadi diacuhkan.

"Uhm, terimakasih, Pak. Saya udah 6 atau 7 bulan bekerja di resto. Jadi masih baru dan butuh banyak belajar lagi." Perasaan takut dan gugup pada diri Zelin semakin menjadi-jadi. Ujung apronnya sudah mulai lecek dan telapak tangannya mulai basah.

"Kamu ini tipe wanita yang banyak bicara rupanya. Aku bertanya satu pertanyaan, kamu menjawab lima jawaban. Kamu gugup?" pria itu menatap tajam ke arah Zelin.

Zelin hanya bisa mengangguk dan matanya menatap piring yang hampir kosong. Karena ia tidak tahan melihat tatapan si pria seakan sorot mata itu akan mengeluarkan sinar laser hijau dan membakar serta melubangi kepalanya.

"Jangan takut, aku gak akan macam-macam dengan pelayan sepertimu. Aku hanya ingin ditemani makan saja. Karena makan sendirian itu gak enak. Zelin M." Si pria menyebut namanya di akhir. "Apa kepanjangan dari M nya?" lanjutnya.

"Maheswari," jawabnya singkat.

"Oh bagus ya namanya. Indah seperti orangnya. Mau wine?"

Zelin menggeleng pelan sambil tersenyum, semoga penolakannya kali ini lebih baik. "Saya sedang bekerja Pak."

"Kalau tidak sedang bekerja berarti bisa?"

Zelin mulai kesal dibuatnya. Ingin rasanya ia menyiramkan wine yang ada di depannya ke wajah pria tampan itu. Namun, logikanya masih bekerja dan memerintahkan tubuhnya untuk lebih bersabar lagi.

"Kok diam aja? Tadi banyak omongnya, sekarang malah bisu. Aku nyebelin ya?"

Pria itu tersenyum miring dan meminum wine langsung dari botolnya. Padahal gelas kristalnya ada di dekatnya.

"Apa Bapak sudah selesai makannya? Biar saya rapikan," ucap Zelin sambil berdiri untuk merapikan. Tetapi dia kaget, karena tangannya ditahan.

"Kamu sepertinya tidak kenal siapa aku ya. Aku masih ingin minum." pria itu masih terus menahan pergelangan tangan Zelin.

Zelin menepisnya, rasanya ingin sekali dia menonjok pria asing yang menyebalkan itu. "Kalau begitu biarkan saya kembali bekerja. Permisi." Zelin memutar tubuhnya dan hendak berjalan menuju pintu. Belum juga tangannya sempat memegang kenop pintu, tubuhnya sudah dibalik dan membuat dirinya kembali terkejut. Pria itu kini lebih dekat dengannya dan sedang menatapnya. Kedua tangan pria itu pun memegang erat bahunya. Tatapan itu kembali hadir dan siap mengeluarkan laser yang akan menembus kepalanya.

"Mau kemana kamu?"

"Lepasin saya! Saya bisa laporkan anda karena sudah melecehkan saya." Zelin mengancam. Sebenarnya itu hanya gertakan saja. Mana berani juga dia melapor, sedangkan dia hanya seonggok butiran debu. Dan yang memegangnya erat adalah pria yang merupakan berlian. Sungguh beda sekali.

"Kamu silakan laporkan saja. Aku memang hanya ingin mencari masalah hari ini. Katakanlah kepada polisi aku sudah melecehkanmu bahkan memperkosamu, silakan. Aku sudah tidak peduli lagi. Yang aku inginkan hanyalah mencari masalah dan dia kembali datang menemuiku. Tidak apa-apa."

Zelin mengerutkan keningnya, sudah gila sepertinya pria di depannya ini. Tanpa sadar Zelin menggigit bibir bawahnya sendiri. Itu hanya kebiasannya saja setiap kali bingung atau gugup. Dan pria yang melihatnya menjadi gemas melihat Zelin yang menggigit bibirnya.

"Biarkan aku yang menggantikannya," ucap si pria.

"Menggantikan apa?" tanya Zelin dengan kerutan di keningnya yang semakin dalam.

"Ini…." pria itu langsung mengecup bibir Zelin. Tidak hanya kecupan tapi sedikit bermain di bibirnya Zelin.

Zelin yang kaget hanya bisa membelalakan matanya. Untuk sepersekian detik ia hanya terpaku dan mematung. Namun, ketika bibirnya merasakah hisapan. Barulah ia sadar dan mendorong si tubuh pria. Refleks ia pun menamparnya. "Kurang ajar, kamu pikir aku wanita macam apa yang bisa kamu lakukan seenaknya. Jangan kamu pikir aku ini pelayan murahan. Anda salah besar."

Zelin membuka pintu dan meninggalkan pria tampan tadi dengan penuh keterkejutan. Zelin berlari meninggalkan kamar juga troli. Ia segera menekan tombol lift karena shock. Untung saja saat masuk ke dalam lift, di dalamnya kosong. Zelin memegangi dadanya, berharap jantungnya akan sehat dan baik-baik saja. Karena saat ini kerja jantungnya lebih cepat dari biasanya.

"Pria itu tampan tapi psikopat, mesum dan menyebalkan. Harusnya tadi dia aku pukul saja pakai botol wine. Dasara sialan." Zelin terus menggerutu sampai pintu lift terbuka. "Semoga aja dia tidak melaporkanku yang macam-macam." saat Zelin memasuki resto, semua temannya sedang menatapnya. Karena sejak sejam lalu Zelin tidak kembali dan membuat semua temannya di resto cemas.

You May Also Like

Ciuman Pertama Aruna

Bagaimanakah rasanya menjadi pengganti kakak sendiri untuk menikahi seorang lelaki tak dikenal hanya demi sebuah perjanjian? Itulah yang dirasakan Aruna, gadis 20 tahun mahasiswi jurusan desain ini. Ia harus menikahi Hendra, seorang CEO muda, pemilik mega bisnis di seantaro negeri! Hanya pernikahan kontrak Tak masalah tapi rumornya Hendra memiliki kekasih?? Kekasihnya malah seorang artis! Namun...apa yang akan terjadi ketika sang CEO tiba-tiba saja mulai menunjukkan bibit-bibit cinta padanya? Tak hanya itu, seorang pemuda sahabat terbaik, Damar namanya juga mendekatinya! "Apa bedanya tanggal 28 sama 29 Oktober??". Damar melempar pertanyaan. "Apa? nggak lucu gue jitak". "28 Oktober sumpah pemuda". "29 Oktober.. ". Aruna tak sadar Damar mendekati dirinya. "Sumpah aku sayang kamu". Pemuda Padang benar-benar berbisik tepat ditelinga Aruna. Membuat gadis itu gelagapan dan mendorong tubuh Damar. Siapakah yang akan dipilihnya, sang suami kontrak atau Damar, solois bersajak manis ini? Dapatkah keinginan Aruna untuk menjadi janda dan pulang ke rumahnya kelak terlaksana seiring berjalannya waktu ataukah hatinya akan luluh untuk sang CEO? Nikmati kisah Aruna, CEO Hendra dan Solois Damar dalam 'Ciuman Pertama Aruna' #available in English, title: The Beauty Inside: stealing the first kiss, get a wife. INFO : Instagram bluehadyan, fansbase CPA (Hendra, Aruna, Damar) Nikmati visualisasi, spoiler dan cuplikan seru tokoh-tokoh CPA.

dewisetyaningrat · ชีวิตในเมือง
4.9
1020 Chs

Setelah Meninggalkan CEO, Dia Mengejutkan Dunia

``` Mo Rao lahir di keluarga dokter militer. Orang tuanya telah mempertaruhkan nyawa mereka untuk menyelamatkan nenek Fu Ying, sehingga yang terakhir memaksa Fu Ying untuk menerima Mo Rao sebagai istrinya. Mo Rao selalu tahu bahwa Fu Ying memiliki gadis pujaan bernama Qu Ru. Gadis ini gagal menikah dengan Fu Ying sebagaimana keinginannya karena nenek Fu Ying menghalanginya. Setelah menikah, Fu Ying sangat memperhatikan Mo Rao. Mereka bahkan sangat cocok terutama di atas ranjang. Fu Ying selalu menemukan dirinya tenggelam dalam kelembutan Mo Rao. Hingga suatu hari, Fu Ying berkata, “Qu Ru telah kembali. Mari kita bercerai. Aku akan mentransfer properti yang telah aku janjikan kepadamu atas namamu.” Mo Rao berkata, “Bisakah kita tidak bercerai? Bagaimana jika... aku hamil...?” Fu Ying menjawab tanpa hati, “Aborsi saja! Aku tidak ingin ada lagi hambatan antara aku dengan Qu Ru. Lagipula, Qu Ru memiliki leukemia, dan sumsum tulangmu secara kebetulan cocok dengan dia. Jika kamu bersedia mendonasikanmu, aku bisa menjanjikanmu apa saja.” Mo Rao berkata, “Bagaimana jika syaratku adalah kita tidak bercerai?” Mata Fu Ying berubah dingin. “Mo Rao, jangan terlalu serakah. Bahkan jika aku menjanjikanmu demi Qu Ru, kamu tahu sendiri aku tidak mencintaimu.” Kata-kata ‘aku tidak mencintaimu’ menusuk hati Mo Rao seperti sebilah pisau. Senyumnya tiba-tiba menjadi terpelintir dan dia bukan lagi wanita penurut seperti dulu. “Fu Ying, ini pertama kalinya kamu membuatku muak. Kamu menyebutku serakah, tapi bukankah kamu sama? Kamu ingin aku menceraikanmu agar kamu bisa bersama dengan Qu Ru? Baik, aku setuju dengan itu. Tapi kamu bahkan bermimpi kalau aku akan menyelamatkannya? Jangan lupa, tidak ada yang namanya mendapatkan semua yang terbaik dalam hidup, sama seperti antara kamu dan aku.” Kemudian Mo Rao pergi. Fu Ying benar-benar merasa sesak, dan perasaan ini membuatnya gila. Ketika Mo Rao muncul sekali lagi, dia telah menjadi bintang yang menyilaukan. Ketika dia muncul di hadapan Fu Ying, bergandengan tangan dengan kekasih barunya, Fu Ying tidak peduli lagi dan berkata, “Sayang, bukankah kamu bilang kamu hanya akan mencintaiku?” Mo Rao tersenyum samar. “Maaf, mantan suami. Aku salah dulu. Kamu hanya pengganti. Aku sebenarnya mencintai orang lain.” ```

Mountain Springs · ชีวิตในเมือง
Not enough ratings
670 Chs
Table of Contents
Volume 1
Volume 2 :vol 2

SUPPORT