webnovel

Pejuang Cinta, penderita kanker

Apa aku bisa seperti anak lainnya yang mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya? Namun, itu mustahil bagiku. Aku hanya seorang gadis sederhana yang selalu diperlakukan kasar oleh keluargaku hanya karena kesalah pahaman. Tapi, aku tidak akan menyerah, aku akan berusaha. Meskipun aku menderita penyakit yang ku alami saat ini aku harus tetap semangat untuk melawannya. Hati ini sakit selalu mendapatkan perlakuan yang tidak terduga, sakit rasanya tapi hanya di pendam tidak di ungkapkan. Bersabar untuk saat ini. Sekuat tenaga untuk tidak tumbang dan tersenyumlah meskipun terluka. "Tuhan aku hanya ingin seperti dulu lagi dan berkumpul kembali." "Tuhan engkau boleh cabut nyawaku. Tapi, izinkalah aku untuk merasakan kebahagiaan." "Aku rela." Selanjutnya baca saja....... Budayakan voting⭐ and follow Ig : @inefitrianingsih08

Inefitrianingsih · วัยรุ่น
เรตติ้งไม่พอ
12 Chs

Bagian 5.

Amel menghampiri kedua orang tuanya yang sedang berada di ruang keluarga.

"Mah Pah" ucap Amel sambil menunjukkan kertas yang dulu pernah di berikan kepada orang tuanya, semoga kali ini mereka mau menerimanya dan membaca kertas tersebut.

Gama yang dari tadi nonton televisi terganggu oleh Amel dan langsung menatap Amel tajam.

"Saya bilang jangan ganggu saya!"

Mendengar ucapan Gema langsung Amel menunduk takut.

"Maaf pah, tapi setidaknya lihat dulu"

"Kamu dengar gak sih yang tadi suami saya bilang?" Jangan ganggu suami saya Paham!" timpal Mira.

"Maaf mah bukan maksud Amel mengganggu. Tapi, setidaknya kalian lihat dulu" maaf Amel sambil menunduk.

"Mah Pah, Mala pulang" teriak Mala sambil menenteng belanjaan yang begitu banyak dan langsung menghampiri mamah dan papah ya.

"Hai sayang sudah pulang, wahh banyak banget belanjannya pasti kamu cape ya?" ucap Mira mengelus-elus rambut Mala dengan lembut sesekali melirik-lirik Amel tajam.

"Iya mah. Mala sampe bingung mau beli barang apa lagi" jawab Mala.

Amel yang dari tadi hanya diam sambil menatap pemandangan tepat di depan matanya, membuatnya sedih namun sekuat tenaga Amel tahan kesedihan itu.

Buru-buru Amel pergi dan langsung menuju kamar meninggalkan mereka yang begitu bahagia, tanpa dirinya.

Amel mengunci pintu kamar dan langsung meyender di pintu kamar, tetesan demi tetesan membasahi pipi Amel, ia menangis.

Menahan perih yang ia rasa, sesak dan sakit yang amat mendalam. Saat ini ia hanya menangis menahan keperihannya.

Amel bangkit dan menyimpan kertas tadi di laci, kemudian menuju kamar mandi untuk mengguyur dirinya sendiri dan membiarkan air matanya jatuh bersamaan bersama guyuran air.

"Tuhan kenapa harus aku? kenapa tuhan kenapa?"

"Aku sudah tidak tahan tuhan"

"Tolong bantu aku tuhan"

*****

"Ka Clara"

Clara mendengar teriakan menyebut nama dirinya dan ia berbalik mencari siapa yang memanggilnya.

Clara tersenyum saat mengetahui siapa yang memanggilnya. "Amel"

"Hai ka" sapa Amel.

"Hai juga Amel" sapa balik.

"Ka boleh tidak nanti pulang sekolah kita ketemu?" tanya Amel.

"Boleh. Boleh banget nanti kita ketemu di cafe ka Angga mau gak. Kita ke sananya bareng."

"Mau ka"

"Oke nanti pulang sekolah kakak tunggu di parkiran kita kesana bareng"

"Iya ka, kalau gitu Amel pamit ke kelas dulu ya"

"Belajar yang benar ya Mel" ucap Clara sambil terkekeh pelan.

"Siap ka" jawab Amel dengan tangan hormat.

"Kakak juga yang benar belajarnya" lanjut Amel sambil terkekeh pelan.

"Akhirnya kelar juga, gue kangen masakan emak. Tunggu anakmu ini mak." pekik Rian, dia adalah orang yang gak bisa diam dan juga tukang bolos.

Amel menghela napas lega, akhirnya semua pelajaran telah selesai. Buru-buru Amel memasukan semua bukunya ke dalam tas dan ingin menuju ke parkiran menemui Clara.

"Maaf yah ka sudah menunggu lama" Maaf Amel.

"Iyah Mel santai aja"

"Oiya Mel, kenalin ini temen-temen gue. Ini Lia dan ini Santi"

Amel tersenyum dan mengukur tangannya "Amel ka."

Lia dan Santi pun langsung menerima uluran Amel sambil tersenyum.

"Mel gak apa-apa kan mereka juga ikut. Tapi, nantinya pas udah sampe mereka nggak bakal gabung." ucap Clara.

"Iya ka tidak apa-apa"

Sesampainya di cafe Amel dan Clara menuju meja yang dekat jendela. Lia dan Santi tidak gabung bersama mereka.

"Oiya Mel mau pesen apa?" tanya Clara sambil membuka menu makanan.

"Aku minum saja ka"

Clara mengangguk dan langsung memesan kepada salah satu pelayan di cafe.

"Ka, kakak mau ti-" ucap Amel berhenti, karena kepalanya begitu sakit.

Clara yang melihatnya pun kaget.

"Amel are you oke?"

"Aku tidak ap-"

Amel pingsan membuat Cakra panik.

"Amel!"

Lia dan Santi yang mendengar teriakan Clara langsung menghampiri Clara.

Amel langsung dibawa pergi kerumah sakit.

Clara, Lia dan Santi cemas kepada Amel, karena mereka tidak tahu mengapa Amel bisa seperti ini.

Saat pintu terbuka terlihat sosok seorang dokter.

"Bagaimana dok?" tanya Lia.

"Apa disini ada keluarganya?" tanya dokter, membuat Lia, Santi dan Clara saling menatap satu sama lain dengan bingung.

"Saya Kakak calon suaminya dok"

Ucap seorang pria tampan yang diikuti di belakang oleh tiga orang.

"Saya calon suaminya" ucapnya lagi.

"Kalau begitu mari ikut saya keruangan, ada yang ingin saya sampaikan" ucap dokter.

Clara, Lia dan Santi menatap kaget apa yang diucap barusan oleh pria tadi.

Farel yang melihat kebengongan mereka  membuat terkekeh dan langsung menepuk bahu Clara pelan.

Clara kaget dan langsung menyenggol lengan Santi dan Lia agar sadar.

"Cantik-cantik ko cengo" Ucap Beta sambil terkekeh.

"Rel emang benr , Revan calon suaminya Amel? tanya Santi dengan penasaran.

Bukan hanya Santi yang penasaran sekaligus bingung, Clara, Lia, Farel, Toni dan juga Beta bingung dengan Revan.

"Iya gue calon suaminya Amel!" tegas revan.

Bukan Farel yang menjawab tapi Revan yang menjawab pertanyaan Santi tadi.

"Tayo. Revan salah minum obat atau apa ya? bisik Beta kepada Toni.

"Mana gue tau, gue aja bingung" bisik Toni.

Revan melangkah memasuki ruang ICU untuk melihat keadaan Amel.

Jujur. Revan tidak tega melihat keadaan Amel.

Lalu melangkah menghampiri Amel yang sedang berbaring lemah di banker rumah sakit.

Revan menggenggam tangan Amel sambil mengusap kepala Amel "Kenapa kamu nggak bilang? kenapa kamu Pendem sendiri Mel?"

Air mata Revan perlahan jatuh membasahi pipinya, ia menangis.

"Ayo buka mata kamu Mel, lihat aku."

Tidak ada tanda-tanda pergerakan dari Amel. Revan menghela napas sabar.

Clara dan yang lainnya masuk yang dimana melihat Revan kasihan, betapa kacaunnya Revan saat melihat keadaan Amel.

Farel menepuk pundak Revan "Sabar Van. Lebih baik lo makan soalnya dari tadi lo belum makan, biar gue sama yang lain jaga Amel disini."

Revan hiraukan ucapan Farel

Farel yang dihiraukan hanya menghela napas pelan.

Clara maju menghampiri Revan "Sebaiknya lo dengrin apa kata Farel, biar gue sama yang lain jaga Amel."

"Emang dengan lo kaya gini Amel bakal sadar? ngliat keadaan lo kaya gini." lanjut Clara.

Benar apa kata Clara dengan keadaan kacau kaya gini emang Amel bakal sadar yang ada Amel sedih melihat keadaannya.

Revan bangkit dari duduknya dan menatap satu persatu "Gue balik, nanti gue bakal kesini lagi. Inget jaga Amel!" perintah Revan.

"Aku pulang dulu ya, nanti aku kesini lagi" bisik Revan tepat di telinga Amel dan mencium kening Amel lama.

Farel dan yang lainnya kaget saat melihat Revan begitu perhatian.

Kenapa Revan begitu perhatian kepada Amel pasalnya ia begitu dingin dengan yang namanya wanita. Tapi, kenapa dengan Amel ia begitu lembut dan perhatian.

Bingung

Ada apa sebenarnya?