Asya melamun sembari berdiri menunggu antrian. Saat itu, ia tengah di kantin untuk membeli minuman boba, yang akhir ini cukup populer di sekolahnya. Sudah jam pulang dan Asya berniat pulang dengan membawa oleh-oleh boba untuk ibunya.
Gadis itu memikirkan kejadian barusan. Semua orang di ruangan tadi, mengetahui bahwa Asya dan Sean itu dekat, tentunya tau juga bahwa mereka sudah berciuman. Benar-benar memalukan. Ini adalah privasi, karena salah Sean, semuanya jadi tau tentang mereka. Meskipun begitu, Asya agak bersyukur sebab Sean tak sedikit pun menuliskan tentang hubungan palsu mereka di ceritanya.
"Stt! Stt! Lihat, itu yang namanya Asya? Katanya, dia pacar Kak Sean," bisik salah seorang siswi kepada ketiga temannya, mereka sama-sama sedang mengatri. Mereka bertiga memakai seragam yang sama dengan Sean, menatap Asya yang tengah melamun.
"Yang benar?"
"Benar! Aku satu ruangan lomba dengannya. Dan Asyara itu satu meja dengan Kak Sean! Beruntung sekali dia!"
"Pasti dia orang kaya, karena itu Sean memilihnya."
"Dia juga sangat cantik. Pintar pula."
Bisikan dan tatapan itu tertuju pada Asya. Asya memandang mereka satu persatu. Banyak sekali yang membicarakannya dengan Sean. Apa Sean benar-benar populer hingga banyak sekali yang membicarakan lelaki itu?
Namun, Asya merasa bersyukur kali ini, sebab tak ada seorang pun yang menjelek-jelekkannya. Malah sekarang, saat Asya memeriksa media sosialnya, sudah dipenuhi followers baru. Mereka nampaknya penasaran dengan Asya, seperti apa seorang Asyara Hemalia yang berhasil menjerat hati seorang Sean?
Setelah antrian selesai, Asya mengambil minumannya. Lalu segera pergi ke gerbang untuk pulang. Sebelum itu, Reina memanggil Asya.
"Asya! Kamu tak apa-apa, 'kan?!" tanya Reina tiba-tiba sembari memeluk lengan Asya.
Asya sedikit terlonjak dan langsung menggelengkan kepalanya. "Aku baik-baik saja. Memangnya kenapa?"
"Aku baru tau kamu pacaran dengan siswa populer dari SMA 2." Reina tersenyum manis. "Murid-murid membicarakan kalian sedari tadi. Trending gosip! Apa kamu tak tersinggung?"
Untuk kedua kalinya, Asya menggeleng. "Tidak. Lagi pula mereka tak berbicara buruk tentangku," jawab Asya seadanya. "Oh, Reina. Wajahmu terlihat pucat. Apa kamu sakit?" tanya Asya khawatir.
Reina mengusap tengkuknya sembari meringis. "Ya. Aku tak enak badan akhir-akhir ini. Mungkin karena perubahan cuaca. Kalau begitu, aku pulang duluan, ya, Asya? Aku hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja."
Reina sangat baik dan peduli, Asya rasanya senang sekali diperhatikan seperti itu. "Baiklah. Banyak istirahat, ya." Asya berpesan dan langsung diangguki oleh Reina. Sejurusan kemudian, Reina melambaikan tangan dan segera beranjak dari sana, meninggalkan Asya di gerbang.
"Temanmu baik sekali," ujar Sean, tiba-tiba berada di belakang Asya sembari mengikut arah padang gadis itu yang menatap punggung Reina.
Asya terlonjak kaget. "Kau!" Asya memukul bahu lelaki itu.
"Aku senang sekali saat Lathia membaca ceritaku," ungkap Sean. "Dia terlihat cemburu! Hahaha." Sean tertawa cukup lebar, lelaki itu senang sekali.
Asya hanya memutar bola matanya. "Justru ini kesialan bagiku! Karena ceritamu itu! Semua orang tau, dan aku mulai sekarang terlibat dengan kehidupanmu lebih lama!" desis Asya kesal.
"Tapi—" Sean menghentikan ucapannya saat Asya memilih beranjak bahkan sebelum Sean menyelesaikan perkataannya. Sean terpaku menatap punggung gadis itu, Asya nampak sekali tak suka. Apa dekat dan terlibat dengan kehidupan Sean sungguh merupakan kesialan?
"Aku tak punya waktu untuk mendengarkan ocehan Sean. Aku harus segera pulang, atau boba ini tak akan enak!" gumam Asya sembari memasuki gang dengan komplek sepi. Gang yang biasanya ia jadikan jalan pintas jika terdesak untuk segera pulang.
Sembari berjalan, Asya menatap langit yang terlihat mendung dan mulai menampakan beberapa kilatan kecil. Asya menegaskan untuk segera pulang, kalau bisa ia naik bus saja.
Namun, Asya langsung menghentikan langkahnya saat mendengar suara langkah dan derap sepatu di belakangnya. Asya mengepalkan tangannya kuat. Sean sialan! Untuk apa lelaki itu mengikutinya?!
Asya berbalik dengan amarah yang siap diledakkan. "Sean! Jangan mengikutiku!" benyak Asya. Gadis itu langsung membeku ketika tau bahwa orang yang mengikutinya bukanlah Sean, melainkan orang lain.
"Kalian ... siapa?" tanya Asya ragu, dengan tatapan tanda tanya. Asya melihat orang yang mengikutinya itu ada tiga orang, para siswa dan memakai seragam yang sama dengan Sean.
Asya melihat satu persatu name tag yang ada di seragam mereka. Tio dengan rambut hitam acak-acakan, Joan yang memiliki rambut agak kepirangan, dan Athas yang memiliki wajah kebaratan. Ketiga murid itu, nampak menyeramkan apalagi penampilan mereka mirip sekali dengan geng motor yang suka membuat ulang.
"Hello, Nona Asyara." Athas mendekati Asya sembari menepuk bahu Asya, tatapan Athas terlihat jahil dengan senyum menggoda.
Di sisi lain Asya tersentak. Gadis itu langsung mundur dan menepis tangan Athas. "Apa yang kalian lakukan!" bentak Asya risih.
"Oh? Lumayan juga. Gadis yang menarik." Joan tertawa diikuti Tio dan Athas. Joan lalu mengcengkeram dagu Asya kuat, dan menatap gadis itu dengan tatapan tajam. "Kau pacar Sean, 'kan?" tanyanya dengan geraman.
"Lepas!" pekik Asya. Namun kedua tangan gadis itu ditahan oleh Tio dan Athas. Asya sungguh merasakan dirinya dalam bahaya sekarang.
"Hebat sekali Sean bisa dapat gadis seperti ini," komentar Athas.
"Kamu cantik dan menarik. Mau bersenang-senang dulu?" tanya Joan lagi. "Tempat ini sepi," lanjutnya.
Asya menggelengkan kepalanya kuat. "Lepaskan aku!" Ia menghentakkan kaki sembari menyikut Tio dan Athas. Tapi kedua lelaki itu memiliki tenaga yang kuat.
Joan tertawa kecil, tawa yang seram, lalu mengusap rambut lembut milik Asya, dan menyentuh dagu gadis itu, mendekat untuk meraup bibirnya. Sementara itu Asya mengmahan nafasnya, sembari memikirkan apa yang akan mereka lakukan. Saat sadar, Asya langsung menghentakkan keningnya pada kening Joan dengan keras, membuat Joan langsung menjauh dan mengaduh dengan keras.
"Argh!" Joan meringis sembari mengusap keningnya. Hentakan Asya kuat sekali, membuat keningnya perih.
Asya langsung berlari, tapi ia lupa Athas dan Tio masih memegangnya. "Eh? Kau mau kemana, Nona Asya yang cantik?" Mereka tersenyum, menggoda Asya. Asya mulai panik sekarang, berusaha mencari cara agar lepas dari mereka.
"Kami tak akan melepaskanmu, sebelum bersenang-senang! Ayo, bersenang-senang!" seru Athas dengan nada bahagia yang dibuat-buat. Mereka memaksa Asya dan menghentakkan punggung gadis itu ke tembok gang, membuat Asya meringis kesakitan.
"Sekarang, kita mulai—"
"Lepaskan dia!"
Semua mata tertuju pada seseorang yang baru saja datang, bahkan Joan yang masih nengaduh pun langsung teralihkan. Joan langsung tersenyum jahat. "Akhirnya, kamu datang juga, Sean. Menyelamatkan pacarmu?" tanya Joan sinis.
Sean menatap mereka satu persatu tanpa ekspresi. Lelaki itu lalu melirik ke arah Asya yang tengah menunduk, dengan pergerakan yang dikunci oleh Athas dan Tio. Sean berdecak, "Aish ... kalian merepotkan sekali."
Sean berjalan mendekati Asya, lalu menyuruh Athas dan Tio melepaskan gadis itu. Ia lalu menarik Asya dan melingkarkan lengannya di leher Asya, Sean lalu mencubit gadis itu pelan sembari menatap ketiga siswa yang satu sekolah dengannya itu.
"Dia memang pacarku. Cantik sekali, bukan?" Sean tersenyum menantang. "Kalian iri padaku, ya. Makanya mengganggu orang yang dekat denganku? Apa tak cukup aku membayar kalian dulu?"
"Kau pikir, dengan memberi uang pada kami, kami akan melepaskanmu, begitu?" tantang Joan. "Berikan gadis itu, maka kami akan berhenti mengganggumu." Joan bernegosiasi.
Sean berdecih. Ia melepaskan rangkulannya. Lalu melirik ke arah Asya dengan tatapan serius. Asya balik menatap Sean sembari mengangkat alisnya.
"Baiklah, Asya. Kalau begitu kita ...," Sean menggantungkan kalimatnya.
Asya melotot, sekaligus terkejut. Tatapan Sean mengisyaratkan bahwa lelaki itu ingin memutuskan Asya dan menyerahkannya pada ketiga lelaki bedebah itu.
"Yang benar saja! Kamu akan meninggalkanku?" tanya Asya dengan suara kecil.
Sean menurunkan tangannya. "Kalau begitu kita ...." Joan dan kedua temannya mulai tersenyum puas saat menyadari apa yang akan diputuskan oleh Sean.
"Lari!" Dengan secepat kilat, Sean menarik lengan gadis itu, mengayunkan tungkainya cepat, dan membawa gadis itu lari dari sana.
Asya terkejut. "E-eh!" Namun gadis itu langsung paham dan ikut berlari kuat untuk menyamakan langkahnya dengan Sean. Ia menatap Sean sembari tersenyum lebar, tenyata Sean tak menyerahkannya! Asya melirik ke belakang dan terkejut saat melihat ketiga siswa tadi mengejarnya.
Saat Sean dan Asya sampai di halte, Sean melepaskan pegangannya. Lelaki itu menatap Asya yang tengah mengatur tempo nafasnya.
"Kenapa berhenti?! Mereka mengejar kita tau!" Asya panik.
Namun Sean terlihat tenang. Lelaki itu melihat bus berhenti tepat di hadapan mereka. Sean menarik pundak Asya menatap Asya serius. "Asya, ada bus. Kamu ingin pulang, 'kan?"
Asya mengangguk cepat. "Ya, tentu! Ayo, pulang!" Asya menarik lengan Sean sembari mulai menaiki bus.
"Kamu bilang tak ingin terlibat dengan kehidupanku, 'kan?" tanya Sean, sukses membuat Asya terhenyak sembari menatap lelaki itu penuh tanda tanya.
"Maka karena itu ...," Sean tersenyum lembut, "pergilah!" Sean mendorong pundak Asya kuat, membuat gadis itu terhuyung ke depan hingga jatuh di lantai bus.
Pintu bus langsung tertutup. Asya meringis saat lututnya terasa sakit akibat terbentur lantai. Saat sadar apa yang terjadi, Asya langsung bangkit dan menatap Sean dari jendela, Asya terbelalak. Apa Sean menyuruh Asya untuk melarikan diri seorang diri?
Asya mengetuk-ngetuk jendela. "Sean! Ayo, masuk! Kita pulang!" teriak Asya panik. Namun, Sean hanya menatap Asya dengan senyuman kecil, hingga bus langsung melaju meninggalkan Sean sendirian.
"Sean! Tunggu! Hentikan!" Asya terus mengetuk-ngetuk pintu.
Bersamaan dengan itu, Tio, Joan dan Athas sampai di tempat Sean dan langsung membuat Sean ambruk, Sean seolah pasrah dan sampai Sean tak bisa lagi terlihat, Asya tanpa sadar meneteskan air mata, mendadak percakapannya dan Sean kembali teringat.
'Aku tak ingin terlibat dengan kehidupanmu lebih lama!'
'Kamu tak ingin terlibat dengan kehidupanku, 'kan? Karena itu ... pergilah!'
***
~Bersambung~