Seorang lelaki tinggi yang memakai mantel berwarna coklat terang kini berjalan sembari menarik koper besar miliknya. Di belakang lelaki itu, ada seorang gadis sangat cantik dengan membawa perlengkapan yang sama kini tengah mengekor di belakang.
"Mama! Papa!" sapa lelaki itu sembari mengangkat tangan ke udara, melambai dengan senyuman lebar ke arah mereka.
"Crish!" seru Sonya dan Arman bersamaan sembari merentangkan kedua tangan, menyambut kedatangan Crish. Crish lalu berhambur ke pelukan Sonya, cukup lama Sonya memeluk anak pertamanya itu sembari tersenyum bahagia, saking bahagianya, air mata keluar dari pelupuk. Tak bisa lagi menahan kebahagiaannya, setelah beberapa tahun tak bertemu, akhirnya Sonya bisa kembali menatap anaknya dengan langsung.
Sonya melepas pelukannya, lalu menangkup ke dua pipi Crish, menatap lelaki itu dengan manik berbinar. "Kamu semakin tinggi, Nak," ujar Sonya terharu.
Crish hanya tersenyum kecil, lalu beralih memeluk ayahnya yang sedari tadi menunggu giliran. "Crish, anak Papa. Selamat atas kelulusanmu. Kamu sudah membuat Papa bangga," ujar Pak Arman bangga sembari memeluk dan menepuk-nepuk pelan punggung Crish.
Sementara itu, manik Sonya lalu melirik ke arah seorang gadis yang ada di belakang Crish. "Lathia, apa kabar?" tanya Sonya tersenyum kecil, menatap gadis bernama Lathia itu penuh arti.
"Baik, Tante. Tante bagaimana?" tanya Lathia balik dengan senyuman manis khas-nya.
"Tentu saja, seperti yang kamu lihat," balas Sonya.
Setelah melepas pelukannya dengan Arman, Crish melirik ke arah sekitar, mengedarkannya dengan tatapan mencari sesuatu.
Sonya yang menyadari arti tatapan dan tingkah Crish hanya tersenyum kecil. "Mencari Sean?" tanyanya menebak. Walaupun Sonya sudah yakin tebakannya seratus persen benar.
Crish hanya tersenyum sembari mengalihkan tatapannya. Jujur saja, pertanyaan Sonya yang ditujukan padanya sangatlah benar. Crish mencari keberadaan adiknya, yang setiap kali menanyakan kabarnya.
"Aku di sini," sahut Sean cepat. Semua mata tertuju pada arah Sean yang saat itu tengah berjalan menuju ke keberadaan mereka.
Crish terdiam, terpaku pada sosok yang kini tengah berjalan ke arah mereka. Sesosok lelaki muda yang bertubuh tinggi, rambut hitam legam dengan manik yang begitu tajam dan rahang yang tegas. Crish rasanya tak bisa berkata-kata melihat penampakan adiknya sekarang.
"Sore, Kakak," sapa Sean sembari tersenyum kecil. Namun, lelaki itu langsung mengerutkan keningnya saat menyadari tatapan terpaku kakaknya. Sean tertawa kecil. "Kak Crish pasti kaget dengan penampilanku sekarang," sindir Sean.
Crish menghela nafas lalu tersenyum kecil, mengusap pelan rambut hitam adiknya. "Kamu sangat berbeda. Sekarang sudah tinggi dan terlihat gak cengeng lagi," komentarnya. "Saat aku berangkat kuliah ke luar negeri kamu masih kelas enam SD, sekarang pasti sudah SMA, ya?" tebak Crish.
Sean tak bereaksi apapun. Lelaki itu lebih memilih mengalihkan tatapannya pada seorang gadis yang sedari tadi berdiri di belakang Crish, seolah menyimak pembicaraan mereka. Tatapam Sean turun pada tangan gadis itu yang tengah membawa koper besar miliknya.
"Sini, biar kubawa," ujar Sean merebut koper gadis itu tanpa persetujuan darinya.
Lathi terbelalak kaget. Ia hendak melarang Sean, tapi sepertinya Sean tak bisa dihentikan. Crish melirik sekilas ke arah Lathi yang nampak malu.
"Lathi sekarang sudah lulus. Meski seumuran denganmu Sean, Lathi sangat pintar, jadi bisa menyusulku. Dia akan mencari pekerjaan di sini, dan tinggal di rumah kita seperti dulu," ujar Crish.
"Oh, begitu? Benarkah Lathi?" tanya Arman ikut menyahut.
Lathi hanya mengangguk pelan sembari melirik sekilas ke arah Sean yang sedari tadi menatapnya. Sejujurnya, Lathi ingin mengatakan sesuatu, namun ia sepertinya harus menahannya terlebih dahulu dan mengungkapkan apa yang ada di dalam hatinya di waktu yang tepat.
"Baiklah, kalau begitu kita harus segera pulang. Jamuan dan pesta sudah menunggu kita semua," ajak Arman yang ingin segera membawa anaknya ke rumah mereka.
***
Di dalam mobil, suasana begitu hangat. Crish membicarakan apa yang ia alami di luar negeri dan apa yang membuatnya begitu senang. Sepertinya Crish sangat menikmati masa-masa kuliahnya itu, dan Arman serta Sonya begitu antusias mendengarnya. Berbeda dengan Sean, lelaki itu sesekali melirik Lathi yang terdiam tanpa suara. Seolah mengisolasi diri.
"Sudah lama," ujar Sean tiba-tiba, memulai pembicaraan.
Lathi tersenyum sembari menunduk. "Apa kabar?" tanya gadis itu.
"Baik. Kamu bisa melihatku baik-baik saja sekarang," jawab Sean dengan suara pelan.
"Syukurlah," gumam Lathi tersenyum kecil tanpa melirik ke arah Sean.
Tanpa bisa Lathi prediksi, Sean tiba-tiba menyentuh tangan gadis itu dan menggenggamnya secara diam-diam. Hal itu membuat Lathi terbelalak.
"Tenanglah," gumam Sean kecil. Lathi hanya terpaku dengan sikap Sean yang kini sudah berubah. Namun lelaki itu nampak sangat merindukannya. Lathi tersenyum kecil, sekaligus pilu.
***
Waktu sudah malam, sayup-sayup suara pesta yang sudah dimulai terdengar ke ruangan pelayan. Asya yang sedari tadi hanya fokus menulis pelajaran nampak tak bergeming seolah tak tertarik dengan pesta tersebut. Walaupun memang, para pelayan hanya melayani, bukan diizinkan mengikuti pesta.
"Asya, apa kamu tak ingin melihat pestanya? Sebentar saja?" tanya Alma menyembulkan kepalanya.
Asya menggelengkan kepalanya kecil. "Tidak, aku masih memiliki tugas yang harus diselesaikan malam ini," ujarnya.
"Baiklah," ujar Alma menghela nafas, lelah. Anaknya itu memang keras kepala dan sulit untuk diajak bernegosiasi. Dengan berhasil mengajak Asya datang dan tinggal di rumah majikannya saja, sudah luar biasa, sebab Alma biasanya selalu mengalah pada keinginan Asya.
Klek!
Pintu kamar milik Alma ditutup. Asya terdiam beberapa detik, lalu melirik ke arah jejak hilangnya Alma. Ibunya itu pasti sangat sibuk sekarang, melayani banyak tamu karena pesta yang berlangsung saat ini cukup meriah.
Asya menghela nafas kecil. Lalu menutup bukunya saat dirasa tugas yang ia kerjakan telah selesai. Selanjutnya, ia keluar dari kamarnya sembari memasang headset. Suasana di ruangan pelayan begitu sepi, mungkin hanya ada dirinya. Asya tak tahu, apakah cuma ibunya yang membawa anaknya ke rumah majikan mereka? Entahlah.
Gadis itu lalu melangkah mendekati pintu yang menghubungkannya dengan ruang utama, ia memiliki niat untuk sedikit melihat bagaimana pesta itu berlangsung. Namun saat hendak Asya membukanya, seseorang terlebih dahulu memutar kenop pintu dan hal itu membuat Asya terbelalak.
Seorang gadis berambut panjang dengan memakai gaun hitam yang sangat anggun muncul dari sana. Asya masih kaget, sama halnya dengan gadis itu. Namun gadis itu tak berapa lama langsung berlari masuk ke area pelayan dan menaiki tangga menuju atas dengan cepat.
"Lathia, tunggu aku!" ujar seseorang tiba-tiba datang dari arah yang sama dengan gadis yang bernama Lathia itu.
Betapa terkejutnya Asya saat menyadari seorang lelaki yang barusan masuk untuk mengejar Lathia adalah lelaki yang ia temui beberapa akhir ini. Lelaki berambut hitam dengan tatapan tajam dan rahang tegas.
Asya semakin terkejut saja dan tak tahu harus bereaksi bagaimana. Berbeda dengan Asya, lelaki tadi nampak tak memedulikan keberadaan Asya, seolah Asya itu tak ada.
"Tunggu!" tahan Asya tanpa sadar.
Sean yang hendak menaiki tangga langsung menghentikan langkahnya dan melirik Asya dengan malas. "Ada apa?" tanyanya. Setengah kesal.
***
—Bersambung—