Davis di sana. Tidak salah sih, dia kan memang salah satu mahasiswa di kampus tersebut. Bukan hal aneh mendapatinya dalam satu perkumpulan yang sama dengan Joshua. Malahan, aku cukup tenang karena mengetahui ada orang lain yang bisa diandalkan untuk menolong Joshua. Mabuk katanya? Aku sudah bisa membayangkan wajah memerah Joshua di seberang panggilan, sedang bercakap-cakap denganku di sini. Pantas saja dia tiba-tiba bertanya tentang keadaanku, itu pasti karena dia tak bisa lagi mengontrol diri. Jika biasanya aku tak menyukai orang mabuk, kali ini bayangan wajah mabuk Joshua malahan membuat darahku berdesir. Mungkin benar kata pepatah, bahwa cinta itu buta dan tuli.
"Oh~ Haaay~" Suara Joshua terdengar mendayu-dayu, ku duga dia telah masuk terlalu dalam hingga tak bisa mengontrol dirinya lagi. "Aku tidak mabuk! Aku tak akan pulang!"
สนับสนุนนักเขียนและนักแปลคนโปรดของคุณใน webnovel.com