David melangkahkan kakinya cepat menuju ke kamar Salsa. Tubuhnya mulai cemas panik jadi satu. Entah gimana ia merasakan. Baru kali ini dalam hidupnya bisa sepanik ini dengan keadaan wanita. meski belum tahu ia baik-baik saja atau sakit. Rasa khawatir dirinya melebihi rasa khawatir terhadap pacarnya. Tetapi dia tidak bisa sepenuhnya meninggallan kekasihnya saat ini. Karena dialah orang yang paling ia sayangi selama bertahun-tahun.
Tangannya secepat kilat membuka pintu berwarna coklat dengan ukiran klasik itu. hingga terbuka lebar. Terpapang wajah cantik Salsa tanpa balutan make up tepat di depannya.
Seketika Salsa yang sudah berdiri di depannya hanya mengenakan jubah mandi, dia mencoba mengunci pintunya. Tetapi dengan cepat David mendahuluinya untuk masuk. Dia melangkah mundur cepat dengan pandangan was-was.
Dalam hati dia merasa senang, sekaligus terkejut. Entah gimana lagi cara penyampaiannya. Salsa hanya diam melebarkan matanya, menelan ludahnya susah payah melihat wajah David kini sudah berada di depannya. Ingin sekali memeluknya. Tapi, dia sadar dirinya bukan siapa-siapa, hanya butiran debu baginya. Dia hanya bis menghela napasnya oanjang, acuh tak acuh padanya.
"Apa yang ingin kamu lakukan?" tanya Salsa lirih, sedikit mengernyitkan wajahnya takut. Dia memenatap wajah David kesekian detik. Lalu memalingkan wajahnya.
"Apa kamu bilang?" David memegang ke dua lengan Salsa, mencengkeram erat. Dengan ekspresi wajah paniknya yang semakin membuat Salsa menahan tawanya. Wajah paniknya begitu lucu, jika Salsa merasa tak malu. Ingin sekali mencubit ke dua pipi laki-laki di depannya itu.
"Gimana kondisi kamu sekarang? Apa kamu baik-baik saja." David menatap setiap detail tubuh Salsa, dari ujung kakinya, hingga ke ujung kepala. Mengusap rambutnya panik, hingga ke dua tanganya berhenti memegang ke dua lengan Salsa. membolak balikkan ke belakang tubuhnya seperti kain yang tipis yang tergurai. Dengan pandangan menatap sekeliling tubuhnya, hingga ke dua matanya terhenti pada luka gores di lengan tangan Salsa.
"Ini kenapa tangan kamu? Kenapa gak di perban? Atau di kasih plaster," David semakin panik, dia mengambil kotak obat di pagi. Dengan cepat kembali lagi memegang tangan Salsa. Sedangkan wanita itu hanya diam bengong, dengan ekspresi mulut sedikit terbuka tak percaya dengan apa yang sudah dia lihat. Tanpa kata menatap wajah lucu yang seakan jadi hiburan buatnya.
"Aku akan obati," cerocos David.
Salsa mengerutkan keningnya, seakan otaknya mencoba berpikir sejenak.
"Udah! Udah! Please, deh. Jangan sok perduli padaku." ucap Salsa. Ia menarik tangan kanannya dari cengkeraman David, dan melangkahkan kakinya mendekati almari putih yang didesain khusus untukku David sebenarnya. Tetapi sebelum nikah dulu.
David menghela napasnya, dengan ke dua mata terpejam sejenak. Mencoba meredakan emosi yang menggebu dalam dirinya. "Aku pulang karena khawatir padamu. Dan kenapa sekarang kamu malah cuek." umpat kesal David.
Salsa menoleh cepat, lidahnya menjulur seolah mengejek David yang te4lihat sangat geram padanya. Kemudian mengambil bajunya, menutup kembali pintu lemari putih itu. "Aku tidak menyuruh kamu perduli denganku. Dan lebih baik sekarang pergi!" pekik Salsa acuh tak acuh.
"Urus sana.. Em.. siapa tuh.. Siapa sih.. Wanita yang aku bilang biasa saja.. Cuma bedak aja yang tebel.." ledek Salsa menepuk bahu David yang diam berdiri menatap bingung ke arah Salsa, yang sudah berdiri di sampingnya.
"Kekasih kamu! Itu lebih penting." tegasnya lirih berbisik tepat di telinganya, menarik alisnya bersamaan, dengan senyum tipis berjalan meninggalkan David.
"Mau kemana?" David berlari berdiri tepat di depan Salsa menghalangi setiap langkahnya yang mencoba menghindar darinya.
"Minggir!" pekik Salsa kesal. Entah kenapa pikirannya selalu kesal di saat dia mengingat wanita itu.
"Enggak!"
"Aku bilang minggir,"
"Aku bilang enggak! Ya, enggak!" jelas David, merentangkan tangannya ke samping mencoba menghalangi setiap langkah Salsa akan pergi.
Salsa berdengus kesal, menguntupkan bibirnya seakan gumpalan emosi ingin keluar dari bibirnya.
"Aku mau ganti baju," geram Salsa merendahkan suaranya.
"Aku bantu kamu? Gimana?" goda David, menarik turunkan alisnya.
Ke dua mata lentik itu semakin melebar.
"Ogah, aku bilang urus pacar kamu sana." ucap Salsa.
"Lagian kemarin kemana saja. Tidak perduli denganku sama sekali." Salsa mendorong bahu David keras membuat laki-laki itu memberikan jalan untuk Salsa.
David meraih tangan Salsa, tanpa menoleh ke belakang. Dia menarik tangannya membuat tubuh Salsa berdiri lagi tepat di depannya. "Kamu cemburu padaku?" tanya David, mendekatkan wajahnya.
Tatapan laki-laki ini membuat aku benar-benar ingin marah...Kenapa dia perduli denganku. Padahal sebenarnya dia tidak pernah perduli denganku. Dasar otak mesum. Gumam Salsa dalam hatinya, melihat wajah David yang hanya berjarak 3 telunjuk tangan dari wajahnya. Salsa memalingkan wajahnya acuh.
"Cium aku," pinta terus terang David. Salsa terkejut dengan ucapannya. Tatapan matanya menajam. Di tambah hembusan napas beratnya menandakan dia sangat gugup mendengar ucapan itu.
"Gak mau." Salsa memalingkan wajahnya.
"Yakin?" suara lembut David di telinganya membuatnya bergidik geli.
"Jauhkan tubuhmu," Salsa mendorong tubuh David menjauh darinya.
"Kenapa?"
"Aku tidak mau sama orang yang bekas wanita lain. Apalagi tidur denganmu." gertak Salsa, beranjak pergi masuk ke dalam kamar mandi. Secepat kilat dia ganti baju di dalam. Sedangkan David masih berdiri bersandar di dinding dengan tangan bersendekap tak sabar menunggu Salsa keluar.
Ckleekk
Suara pintu kamar mandi terbuka, membuat David, berdiri tegap. Dan langsung tanpa banyak bicara meraih tangan Salsa. Menarik menghadap ke arahnya.
"Apa yang kamu katakan tadi?" tanya David tak terima.
Salsa memutar matanya malas. Dengan kaki bergerak-gerak seperti bermain drum.
Pandangan matanya terhenti, ia mengernyitkan wajahnya. Menatap setiap sudut bajunya. Pandangan matanya terhenti di saat melihat ada bekas merah bibir seseorang di kemeja putih yang di kenakan David.
Salsa menarik ujung bibirnya sinis. Mendekati David dengan tatapan jijiknya. Mencoba tegar menahan rasa sakit. Entah kenapa hatinya merasa teriris-iris melihat bibir merah itu. Ia meraih kerah kemeja David, sedikit menariknya ke depan.
"Lihat ini?" bentak Salsa penuh emosi, mendorong tubuh David untuk yang ke dua kalinya, hingga terpental ke belakang.
Dasar nyebelin. Jadi laki gak peka banget. Padahal aku ingin di perhatiin dari kemarin waktu lagi sakit. Sekarang udah gak butuh aku. Geram Salsa dalam hatinya. Dia melipat ke dua tangannya di atas dadanya. Memalingkan pandangannya acuh.
David tersenyum tipis. Berjalan mendekati Salsa. Mencubit manja pipi kiri Salsa yang terlihat menggemaskan. "Apa kamu cemburu?"
Wajah Salsa terlihat suntuk dengan bibir manyun beberapa senti. Menepis tangan David kesal.
"Jangan sentuh aku," geram Salsa. Membalikkan tubuh David, mendo4ong punggungnya keluar dari kamarnya.
"Lebih baik kamu pergi,"
"Salsa, kenapa kak David kamu suruh pergi. Nanti kalau kamu jangan lagi?" saut Lia. Salsa menoleh cepat, menautkan ke dua alisnya. Dengan bibir sedikit tertarik, mencibir pelan.
Kenapa dia bisa bilang gitu.. Haduh.. Bikin malu saja. Pasti tuh laki kepedean..
"Jadi kamu kangen denganku, sayang?" tanya David, mengembangkan bibirnya Jemari tangannya mencolek wajah cantik Salsa yang terlihat semakin cantik jika ngambek. Apalagi bibirnya semakin membuat David tak tahan ingin sekali menggigitnya.
Salsa berdengus kesal, memutar matanya malas. "Siapa juga yang kengen." kata Salsa. "Udah cepat pergi sana," Salsa memukul berkali-kali bahu David.
Lia melihat pengantin baru itu merasa iri. Mereka terlihat unik. Ia melangkah ke samping mendekati Alan, meraih tangannya. Lalu memeluk erat lengannya sembari melihat pertengkaran David dan Salsa yang tidak ada habisnya.