webnovel

MENGEJAR CINTA MAS-MAS

Gladys Mariana Pradito "Sudah deh mi... aku tuh bosen dengar itu lagi itu lagi yang mami omongin." "'Makanya biar mami nggak bahas masalah itu melulu, kamu buruan cari jodoh." "Santai ajalah. Aku kan baru 24 tahun. Masih panjang waktuku." "Mami kasih waktu sebulan, kalau kamu nggak bisa bawa calon, mami akan jodohkan kamu dengan anak om Alex." "Si Calvin? Dih ogah, mendingan jadian sama tukang sayur daripada sama playboy model dia." **** Banyu Bumi Nusantara "Bu, Banyu berangkat dulu ya. Takut kesiangan." "Iya. Hati-hati lé. Jangan sampai lengah saat menyeberang jalan. Pilih yang bagus, biar pelangganmu nggak kecewa." "Insya Allah bu. Doain hari ini laku dan penuh keberkahan ya bu." "Insya Allah ibu akan selalu mendoakanmu lé. Jangan lupa shodaqohnya ya. Biar lebih berkah lagi." "Siap, ibuku sayang." **** Tak ada yang tahu bahwa kadang ucapan adalah doa. Demikian pula yang terjadi pada Gladys, gadis cantik berusia 24 tahun. Anak perempuan satu-satunya dari pengusaha batik terkenal. Karena menolak perjodohan yang akan maminya lakukan, dengan perasaan kesal dan asal bicara, ia mengucapkan kalimat yang ternyata dikabulkan oleh Nya.

Moci_phoenix · สมัยใหม่
Not enough ratings
108 Chs

MCMM 65

Happy Reading ❤

"Selamat pagi sayang," Suara serak maskulin yang terdengar seksi menyapa rungu Gladys saat ia membuka mata.

"Ngapain kamu sudah disini pagi-pagi?" tanya Gladys panik.

Ia teringat ucapan Lukas beberapa hari lalu. Ia langsung melihat ke bawah selimut. Aah.. untunglah ia masih berpakaian lengkap dan tak ada yang terasa aneh pada tubuh bagian bawahnya. Menurut cerita Khansa, bagian bawah tubuh akan terasa sakit bila diambil kepera****nnya. Bagaimana kalau dia tidak mengambil keperawananku tapi menggerayangi tubuhku. Kalau itu kan tidak ada bekasnya, pikir Gladys panik.

Sementara itu Lukas hanya duduk bersandar sambil tersenyum memperhatikan Gladys panik. "Kenapa?"

"Kamu dari tadi malam disini?"

"Iya. Semalam aku menginap disini."

"Ngapain menginap disini?"

"Kamu yang minta." Lukas tidak sepenuhnya berbohong. Tadi malam saat Gladys tertidur, Lukas sudah bersiap pulang saat di dengarnya bisikan lirih Gladys yang memintanya untuk tidak pergi.

"Kamu pasti bohong."

"Aku nggak bohong. Kamu boleh tanya sama Endah yang tadi malam menemani disini.

"Sekarang Endahnya mana?"

"Semalam aku suruh dia pulang pakai taksi."

"Kenapa disuruh pulang?"

"Karena ada aku yang menjagamu, sweetie." Lukas mendekat dan duduk di samping Gladys. Diraihnya tangan Gladys dan diciumnya dengan mesra.

"Ngapain sih pake cium-cium tanganku, mas?"

"Apa kamu maunya dicium di bibir?" goda Lukas. "Tapi aku yakin kamu pasti nggak mau, karena kamu baru bangun tidur. Padahal impianku dulu adalah memberikan morning kiss saat kamu membuka mata."

"Heran, mesum kok tambah akut," omel Gladys. "Semalam kamu nggak grepe-grepe aku kan?"

"Menurutmu?"

"Mas, jangan bercanda deh. Aku yakin kamu nggak memperkosaku. Tapi aku nggak yakin kamu nggak grepe-grepe."

"Hmm.. suatu kesempatan yang sangat bagus untuk mencicipi tubuhmu. Kamu dalam kondisi tak bisa melawan. Jadi apa mungkin kesempatan itu aku sia-siakan?"

Gladys ingin menangis mendengar jawaban Lukas. Ya Allah, aku sudah gak suci lagi. Tubuhku sudah dijamah pria yang tak kucintai. Apakah aku masih pantas mengharap Banyu untuk menjadi suamiku sementara bibir dan tubuhku telah disentuh Lukas? Tanpa sadar air mata menetes. Tentu saja Lukas kaget, tak mengira Gladys akan menangis.

"Sayang, kenapa menangis?" tanya Lukas lembut sambil mengelus kepala Gladys.

"Aku sudah nggak suci," jawab Gladys di sela-sela isaknya. Lukas langsung tergelak mendengar jawaban Gladys.

"Kok kamu malah ngetawain aku sih, mas? Kamu jahat!" Gladys menarik tangannya yang berada di genggaman Lukas, namun ditahan. "LEPASIN!!"

"Kata siapa kamu sudah nggak suci. Aku nggak pernah memp****sa kamu."

"Tapi mas sudah mencium dan meraba-raba tubuhku. Aku nggak pantas lagi menjadi istri...."

"Kata siapa kamu nggak pantas? Kamu pantas kok menjadi istriku."

"Atau kamu sengaja melakukan itu biar aku mau menerima mas Lukas sebagai suami?" Lukas tak menjawab. Ia hanya tersenyum penuh misteri. "Mas, kamu kok tega banget sih sama aku." Tangis Gladys makin kencang.

"Please don't cry, sweetheart. I'm just kidding. I didn't touch you."

"Aku nggak percaya! Kamu itu dokter mesum!"

Lukas menarik Gladys ke dadanya. Dielusnya kepala Gladys dengan lembut. Dibiarkannya air mata Gladys membasahi kemejanya. Setelah beberapa lama akhirnya Gladys berhenti menangis.

"Aku serius, sayang. Aku hanya menggodamu. Aku tidak menyentuhmu tadi malam. Semalam, Gibran juga ikut menginap disini. Tapi habis shalat subuh tadi dia pulang karena harus ke kantor."

Gladys menatap Lukas tak percaya. Dipandangnya mata Lukas, mencari adakah kebohongan disana. Tapi ia tak menemukannya.

"Please, jangan nangis lagi ya sayang."

Gladys melepaskan diri dari pelukan Lukas dan hendak turun dari tempat tidur, namun ditahan oleh Lukas.

"Kamu mau kemana? Kamu nggak boleh banyak bergerak."

"Aku mau ke kamar mandi. Mau p***s dan ambil wudhu. Aku belum shalat. Mumpung masih ada waktu." Belum sempat Gladys menyelesaikan ucapannya, tubuhnya melayang. Diangkat oleh Lukas.

"Mas, kamu ngapain?"

"Bawa kamu ke kamar mandi."

"Buat apa?"

"Tadi kamu bilang mau p***s dan wudhu. Makanya aku gendong kamu. Nih, kamu pegang infusnya ya."

Gladys kehilangan kata-kata karena sikap Lukas yang lembut namun tegas tak mau dibantah. Dasar dokter aneh.

"Mas, kamu nggak shalat?" tanya Gladys saat dilihatnya Lukas duduk di sofa.

"Malas." jawab Lukas singkat.

"Bagaimana mau jadi imam yang baik bagi rumah tangga kalau kamu malas shalat."

"Memangnya kamu mau berumah tangga sama aku?" tanya Lukas antusias. "Kalau gitu aku akan shalat. Demi kamu sayang."

"Shalat kok demi aku. Shalat tuh karena Allah. Menjalankan kewajiban sebagai muslim. Bukan karena ingin memikat hati wanita."

"Paling tidak aku shalat kan?"

"Terserah kamu deh." Manusia aneh, batin Gladys.

⭐⭐⭐⭐

"Dys, elo besok pulang ya?" tanya Intan sambil mengupas buah untuk Gladys.

"Iya, akhirnya dokter freak itu mengijinkan gue pulang."

"Kok dokter freak sih? Menurut gue sikap dia tuh manis banget lho. Sebelum mulai praktik, selesai praktik dia pasti kesini. Bahkan yang gue dengar dari Khansa, dokter ganteng itu suka menginap disini untuk menemani elo ya?"

"Gue nggak suka. Dia terlalu banyak ngatur. Gue nggak boleh turun dari tempat tidur. Harus tidur siang. Harus makan sesuai menu yang disediakan oleh rumah sakit. Bahkan dia sering maksa gue buat menghabiskan makanan. Padahal makanan rumah sakit kan nggak seenak jajanan di luar sana. Eneg tau."

"Menurut gue, dia melakukan itu karena dia sayang banget sama elo Dys. Elonya aja tuh yang kurang bersyukur," celetuk Khansa yang dari tadi asyik makan seblak buatan ambu.

"Sa, elo mah benar-benar ya."

"Kenapa?"

"Kok gue nggak dibagi seblaknya? Gue yakin tadi ambu bawain itu buat gue. Iya kan?"

"Yeuuh ge-er. Ambu tahu elo nggak boleh makan yang pedas-pedas. Tadi dia bawain ini buat yang nungguin elo. Kalau makanan buat elo tuh, itu tuh.. bubur sumsum."

"Yaaa.. kalau itu mah sama aja kayak menu di sini."

"Elo mah ada-ada aja, Dys. Sudah tau baru sembuh dari gerd dan typhus, kok malah pengen makan seblak. Dasar aneh!" omel Khansa.

"Dasar ipar laknat lo!" balas Gladys tak mau kalah.

"Biarin. Daripada gue diomelin sama calon suami lo. Ogah deh gue liat dia marah. Serem tau!"

"Sok tau lo, Sa."

"Kemarin malam gue liat dia marahin perawat hanya gara-gara salah bawain makanan buat elo. Habis tuh perawat dimaki-maki."

"Dys, elo sudah yakin memilih Lukas?" tanya Intan sambil menyorongkan garpu yang ada buahnya kepada Gladys.

"Kalian nih gimana sih? Kan kalian yang nyuruh gue mencoba mengenal Lukas. Kenapa sekarang berubah?"

"Habis dengar cerita Khansa, gue kok malah takut ya sama Lukas. Soalnya gue juga pernah lihat dia marahin OB rumah sakit hanya gara-gara ngepel lantainya terlalu basah. Memang benar sih apa yang dia bilang. Tapi bisa kan menegur dengan baik. Apalagi tuh OB sudah tua."

"Nggak usah ngarang, ah. Lagipula gue juga belum ambil keputusan menerima dia walau gue akui dia baik dan perhatian banget sama gue."

"Elo masih belum bisa melupakan Banyu?"

"Gue kangen sama dia. Gue sedih karena sepertinya dia benar-benar nggak mau kenal gue lagi. Padahal dulu dia pernah bilang akan tetap berteman baik walau kita nggak bisa bersatu."

"Yang sabar ya Dys. Mungkin dia sibuk. Kan elo pernah bilang kalau pekerjaan dia macam-macam. Jadi asdos, mengajar bimbel, jd supplier, ngawasin kios."

"Apa mungkin dia sudah kembali pada Senja?" Gladys bergumam.

"Mantannya itu?" Gladys mengangguk sedih.

"Hmm.. mungkin. Itu artinya elo harus benar-benar melupakan dia. Terima aja Lukas menjadi suami lo. Gue yakin lo bakal dimanja seumur hidup sama dia." ucap Khansa.

"Elo kok labil sih, Sa? Sebentar nyuruh gue mengenal Lukas. Sebentar nyuruh gue menjauhi dia. Sekarang nyuruh jadiin dia suami. Nggak jelas lo!" omel Gladys. Khansa tergelak melihat wajah Gladys.

"Jangan kebanyakan ngomel. Jelek tau!Kalau elo jelek nanti Lukas juga kabur dari elo."

"Assalaamu'alaykum," tiba-tiba terdengar suara menyapa.

"Wa'alaykumussalaam." Mereka bertiga melihat ke arah pintu dan tampaklah Aminah bersama anak-anaknya berdiri di pintu masuk.

"Kak Gladiiiys!" Nabila berlari mendekati Gladys dan langsung memeluknya. Dengan hangat Gladys memeluk erat Nabila.

"Sssst.. sudah jangan nangis ah. Malu tau dilihat yang lain. Sudah gede kok masih cengeng aja." tegur Aidan. "Kak Gladys, gimana kondisi kakak hari ini?"

"Alhamdulillah baik, Dan. Dek Bila kenapa menangis?"

"Bila sedih dengar kabar kakak sakit."

"Gimana kabar kamu, nak?" Aminah mendekat ke tempat tidur. Gladys merain tangan Aminah dan menciumnya.

"Alhamdulillah kondisi Gladys sudah mulai membaik. Insyaa Allah besok sudah boleh pulang."

"Itu juga kalau dokternya benar-benar merelakan elo pulang, Dys." Khansa meledek Gladys.

"Alhamdulillah kalau kamu sudah sembuh. Nih, ibu bawa kue kesukaan kamu. Tiramisu." Aminah menunjuk ke plastik yang dibawanya.

"Wah, kebetulan banget. Saya suka banget kue ini bu," sambar Khansa.

"Heh, ipar nggak ada akhlak! Tadi seblak yang dibawa ambu elo embat. Sekarang tiramisu buatan ibu juga mau lo embat. Emang bener-benar kakak ipar laknat lo!" omel Gladys disambut tawa oleh yang lain.

"Tenang aja kak. Ibu sengaja bikin banyak kok. Biar bisa dibagi-bagi."

"Dasar adik ipar pelit. Segitu aja sudab ngomel kayak nenek kehilangan gigi palsu." balas Khansa.

"Hey, kalian kok malah ribut sendiri sih?" tegur Ayu melihat kedua sahabatnya berdebat. "Silahkan duduk bu."

"Kak, kok nggak ngabarin kalau lagi sakit?" tanya Nabila sedikit merajuk. "Untung saja mbak Endah kasih tau rumah sakit tempat kakak dirawat. Maaf ya Bila baru bisa datang sekarang. Kemarin sedang pekan ulangan."

"Iya nggak papa. Gimana kabar om Pram?"

"Ayah nanyain kak Gladys terus. Katanya ayah kangen cerewetnya kak Gladys," jawab Aidan sambil tertawa.

Sementara itu di luar kamar, Banyu mendengarkan kedua adik dan ibunya asyik mengobrol dengan Gladys. Ia memilih untuk tidak masuk karena takutnya membuat suasana menjadi awkward. Selain itu ia masih sibuk menata hatinya. Sejak kejadian di kampus, Banyu belum pernah bertemu dengan Gladys. Apalagi akhir-akhir ini ia sering menghabiskan waktu bersama mantan kekasihnya.

"Mas Banyu nggak ikut bu?" tanya Gladys saat Aminah bersiap-siap pulang.

"Hmm.. ikut.. tapi dia..," jawab Aminah ragu. Gladys mengangguk mengerti kenapa Aminah ragu untuk menjawabnya.

"Terima kasih ya ibu dan adik-adik sudab bersedia menjenguk Gladys."

"Cepat sembuh ya kak. Biar kita bisa main bareng lagi," ucap Nabila sambil memeluk erat Gladys. "Mas Banyu malu mau masuk kesini," bisik Nabila.

"Hayoo.. kamu bisikin apa ke kak Gladys? Pasti mau ajak kak Gladys main. Memangnya kak Gladys nggak ada kerjaan lain selain main sama kamu. Kak Gladys itu orang sibuk, dek."

"Apaan sih mas Aidan. Mas kan juga senang kalau kak Gladys main ke rumah. Ada teman nonton Upin Ipin."

"Dih, siapa juga deh yang suka nonton film Upin Ipin. Itu kan film bocah."

"Ciee.. ciee... iya deh yg bukan bocah lagi. Ada yang baru jadian nih sama tantenya Zahra," ledek Nabila.

"Ih, apaan sih dek. Siapa juga yang jadian sama Sita. Kita cuma temenan kok," elak Aidan.

"Huussh.. sudah-sudah. Kalian nih senangnya ribut melulu. Kasihan kak Gladys nggak bisa istirahat gara-gara kalian. Ayo pamitan. Sudah kelamaan kita disini," Aminah menyuruh kedua anaknya berpamitan pada Gladys.

"Nak Gladys bilang saja sama ibu ya kalau lagi kepengen makan sesuatu. Nanti ibu bikinin buat kamu."

"Terima kasih ya bu." Gladys memeluk erat tubuh Aminah yang juga balas memeluknya. "Gladys sayang ibu dan adik-adik."

"Sayang sama mas Banyu juga?" celetuk Nabila.

"Adek, jangan bikin kak Gladys malu. Lihat tuh mukanya jadi merah gitu," tegur Aminah. "Kami juga selalu sayang sama nak Gladys. Ibu pulang dulu ya. Kamu jangan banyak pikiran. Biar cepat pulih."

Di luar kamar Banyu mendengar celetukan Nabila. Ia dapat membayangkan wajah Gladys yang memerah. Sungguh menggemaskan.

"Salam buat mas Banyu, ya bu."

"Salam apa nih kak?" Kali ini Aidan yang mengggoda. Aminah segera menyuruh kedua anaknya keluar kamar sebelum mereka menggoda Gladys.

"Elo dekat banget ya sama keluarganya Banyu? Yu, elo dengar kan apa katanya adiknya Banyu yang cewek. Ayahnya yang notabene sudah cerai sama ibunya aja bisa jatuh hati sama si Gladys. Pakai jampi-jampi apaan sih lo?"

"Iya, tapi gue nggak bisa bikin Banyu jatuh hati sama gue." ucap Gladys sedih.

"Sabar ya Dys. Kalau memang kalian berjodoh, Allah pasti akan menyatukan kalian entah bagaimana caranya."

"Capek gue disuruh sabar, Yu."

"Hey, percaya sama rencana Allah. Jangan sampai hilang kesabaran."

"Tapi kalau dia tetap nggak bisa mencintai gue gimana?"

"Doain terus kalau memang elo serius cinta sama dia. Tapi elo sendiri pernah bilang, mencintai secukupnya. Nah, elo terapkan dong hal ini dalam hidup lo. Supaya kalau kehilangan sakitnya nggak bikin elo masuk rumah sakit." Ayu mencoba menasihati.

"Tuh, dengar apa kata Ayu. Siapa tahu jodoh lo memang bukan dia." Gladys terdiam mendengar nasihat-nasihat kedua sahabatnya.

⭐⭐⭐⭐