"Ayo, ikut aku sebentar. Aku mau ngomong sama kamu." Gladys diam saja tak bergeming. Dengan menahan perasaan gemas yang tiba-tiba muncul di hatinya, Banyu meraih tangan Gladys untuk berdiri dan mengikutinya. Lagi-lagi kali ini tanpa banyak drama, Gladys mengikuti keinginan Banyu. Rasa ingin tahu membuatnya penasaran.
⭐⭐⭐⭐
HAPPY READING ❤
Dag dig dug rasa di hati saat tangan itu menyentuh tangannya. Entah kenapa jantung ini senantiasa mengkhianati pemiliknya. Hai jantung, santai dikit atuh.
"Mau ngomong apa?" Tanya Gladys singkat dengan wajah datar. Padahal si jantung masih saja berdegup seolah dia habis melakukan marathon.
"Aku mau minta maaf." Ucap Banyu.
"Kenapa?"
"Kamu pasti kaget."
"Hmm..."
"Maaf aku..."
"Kenapa harus minta maaf? Karena kamu sudah membohongi keluarga gue? Karena seorang tukang sayur macam lo berani mengkritik putri bungsu Praditho Hadinoto?" Sindir Gladys tajam. "Jadi sebenarnya elo itu tukang kue atau tukang sayur? Cuma tukang jualan gayanya kok selangit."
Banyu terdiam mendengar ucapan Gladys yang entah kenapa cukup menusuk perasaannya. Suatu hal yang tak pernah terjadi pada dirinya saat seseorang mengomentari pekerjaannya. Bukan perasaan ini pula yang dirasakan saat dulu Senja meninggalkannya.
"Apalagi pekerjaan kamu selain yang dua itu? Tukang obyek sana sini? Supir? Tukang ojek? Kuli? Guru? Pemulung? Apalagi?" Kembali mulut tajam Gladys berucap. Entah apa yang merasuki pikiran Banyu, tiba-tiba ia menarik tubuh Gladys hingga menempel sempurna dengan tubuhnya, tangannya menahan tengkuk Gladys dan mencium bibir merah muda gadis itu. Hanya ciuman singkat namun mampu membungkam gadis itu.
Sementara itu yang lain bahkan beberapa pengunjung taman seolah terpana melihat kejadian itu. Jack, Vina dan Khansa hanya bisa terbengong-bengong melihat kejadian tak terduga itu. Gladys yang tak menyangka akan mendapat serangan tiba-tiba tersebut hanya terdiam bingung. Namun itu tak berlangsung lama. Ia segera mendorong tubuh Banyu. Lalu...
PLAK!!.... "DASAR COWOK KURANG AJAR!! BERANI-BERANINYA ELO NYIUM GUE!!"
"MA... MAAF." Banyu tergagap sambil memegang pipinya yang memerah karena tamparan Gladys. Bahkan bekas tapak tangan mungil gadis itu tampak jelas di pipi Banyu.
"Astaga Kasep.. naha atuh nggak minta baik-baik?" Ucap Vina dengan wajah kaget.
"Astaghfirullah Gladys!" Seru Khansa setelah tersadar. Ia hendak berdiri menghampiri sahabatnya namun ditahan oleh Vina.
"Biarin mereka selesaikan sendiri permasalahan mereka."
"ELO JAHAT!! ELO SUDAH MENCURI CIUMAN PERTAMA GUE! DASAR COWOK BA****AN." Gladys meradang. Banyu hanya bisa tertunduk sambil memaki-maki dirinya sendiri.
"Maaf... aku khilaf. Aku nggak bermaksud seperti itu. Aku hanya ingin menjelaskan kalau...."
"Sa, gue mau pulang" suara Gladys terdengar menahan tangis. "Ambu, Adis duluan pulang ya." Gladys langsung berjalan bergegas meninggalkan mereka. Ia tak ingin mereka melihat air matanya yang mulai menetes.
"Mbu, Khansa temani Gladys dulu ya. Khawatir dia kenapa-napa. Ambu nggak papa kan balik sendiri ke rumah." Khansa langsung menyusul sahabatnya.
"Sa, tolong bilang sama dia gue minta maaf." Ucap Banyu sebelum Khansa meninggalkan tempat itu. Khansa tersenyum mendengar ucapan Banyu.
"Tenang mas, nanti gue coba ngomong sama dia. Gue titip ambu ya."
"Sep... kasep... aya-aya wae maneh mah. Kenapa kamu tiba-tiba cium neng Adis?" Tanya Vina saat Banyu duduk di sampingnya dengan kepala tertunduk.
"Saya juga nggak ngerti kenapa tiba-tiba saja mencium dia. Mungkin karena saya cuma mau dia diam."
"Ah elo Nyu, bisa aja ente cari alasan. Bilang saja emang lo pengen nyium dia," ledek Jack yang kini duduk di hadapan mereka.
"Sumpah Jack, gue nggak merencanakan itu semua. Nggak tau kenapa gue nggak suka dengar omongan dia. Padahal gue sudah terbiasa direndahin orang."
"Kasep marah sama neng Adis? Naha atuh? Kamu suka sama neng Adis?"
"Nggak ambu. Saya mah nggak berani naksir anak orang kaya model Gladys. Beda strata sosialnya ambu. Saya cukup tahu diri. Nggak akan ada orang tua yang mau anaknya berjodoh dengan tukang sayur miskin kayak saya. Lagipula saya belum memikirkan punya pasangan."
"Lho, kenapa? Ambu yakin usia kamu sepantaran sama nak Gibran. Usia yang sudah pantas buat menikah, minimal punya pacar."
"Belum pantas ambu. Belum sanggup traktir anak orang. Ya masa setiap pacaran, anak orang saya ajak makan gorengan disini,"
"Bisa ae lo Nyu," sahut Jack. "Gue juga ogah lo datengin tiap pacaran. Bikin gue gerah. Apalagi kalau harus liat yang kayak tadi."
"Hehehe... bisa aja kamu kasep. Ambu yakin yang naksir sama kamu pasti banyak."
"Nggak ada, Mbu. Kalaupun ada yang naksir belum tentu ada yang mau diajak hidup susah."
"Belum tentu juga, kasep. Jangan menyamaratakan wanita seperti itu. Ada kok wanita yang tidak melulu menjadikan uang sebagai standard."
"Tapi kebanyakan begitu, Ambu."
"Banyu punya pengalaman buruk kayak gitu, Bu. Tuh sampai sekarang belum bisa move on." Celetuk Jack.
"S***an lo Jack. Jangan dengerin dia, Mbu."
"Wajar aja sih buat sakit hati atau trauma, tapi itu harus dilawan. Jangan hidup di masa lalu. Sakit hati, kesedihan, dendam atau apapun itu yang bikin galau di masa lalu sebaiknya dilupakan dan cukup dijadikan pelajaran." Banyu termanggu mendengar ucapan Vina. Ah, seandainya sesudah itu, pikir Banyu dalam hati.
⭐⭐⭐⭐
"GILA... GILA.. GILA.. AAARGHH....." Gladys berjalan mondar mandir sambil memukul-mukul kepalanya.
"Sudahlah Dys, jangan dipukul-pukul kepalanya. Nanti kalau jadi bego gimana?" Komentar Khansa yang sedang duduk bersandar di tempat tidur sambil bermain hp.
"SUMPAH, TUH ORANG SUDAH GILA YA!! SEENAKNYA AJA NYIUM GUE KAYAK GITU. THAT'S MY FIRST KISS, SA! AND HE STOLE IT FROM ME!!"
"Memangnya dulu sama si Evan lo nggak pernah dicium?"
"Belum pernah. Bisa digorok sama abang-abang gue kalau dulu ketauan cium-ciuman. Pegangan tangan aja gue di sidang. Lagian lo tau kan kalau gue pacaran sama Evan waktu kita berdua masih bocah banget."
"Pantesan di sana si Evan jadi liar ya."
"Sa, bibir gue sudah nggak perawan lagi gara-gara si tukang sayur itu. Sebal gue Sa, sebal bin kesal pake banget." Omel Gladys. "Kasihan calon suami gue harus dapat bekasnya si tukang sayur itu."
Khansa diam saja mendengar omelan Gladys, tapi dari raut wajahnya terlihat dia sedang berpikir.
"Dys, boleh gue nanya?"
"Nanya apaan sih? Biasa aja kali ngomongnya. Nggak usah sok serius gitu." Jawab Gladys. Ia menjatuhkan dirinya di samping Khansa. "Sebelum elo nanya, gue nanya duluan boleh?"
"Serius banget sih? Hmm.. gue tau nih elo mau nanya apaan." Khansa tersenyum meledek sambil menarikturunkan alisnya. "Pasti elo pengen tau kapan first kiss gue dan sama siapa. Iya kan? Hmm.. kayaknya ada yang kepikiran nih walaupun tadi marah-marah."
"Iissh... apaan sih lo." Wajah Gladys tiba-tiba memanas dan memerah. Khansa tertawa ngakak melihat wajah sahabatnya.
"Cieee... ada rasa ya."
"Jangan ngaco deh Sa. Mana mungkin gue bisa suka sama orang kayak dia. Dia itu cuma tukang sayur, Sa. T-U-K-A-N-G-S-A-Y-U-R... TUKANG SAYUR."
"Ada yang salah dengan tukang sayur? Itu kan pekerjaan halal. Dia nggak jual narkoba, dia nggak mencuri, dia nggak menjual barang haram." Bela Khansa.
"'Iya... tapi apa kata dunia kalau sampai seorang Gladys pacaran sama tukang sayur."
"Kok jadi bahas masalah pacaran? Tadi kan cuma bahas urusan suka atau nggak suka. Orang suka bukan berarti harus jadi pacar kan? Gue suka sama orang seperti dia. Nggak malu melakukan pekerjaannya walau dia tahu bakal dipandang rendah sama orang lain yang seperti elo ini."
"Apaan sih, Sa? Siapa juga yang bilang mau pacaran sama dia. Nggak mungkin juga kan gue pacaran sama dia."
"Kenapa nggak mungkin? Everything is possible in this world honey."
"Neeeeng... yuhuuu neng Adiiis. Saaa... neng Adis aya di kamar kamu?" Terdengar suara melengking Vina yang tampaknya baru saja pulang dari taman.
"Iya, Mbu. Kita ada di kamar." Jawab Khansa dari depan kamarnya yang terletak di lantai dua.
"Neng Adis, sini turun. Ambu beli mendoan dan lumpia kesukaan neng Adis nih. Geura kadieu neng."
"Mendoan? Sa, turun yuk," ajak Gladys sekaligus menghindari pertanyaan dari Khansa.
"Nih, mendoannya. Mumpung masih hangat. Oh iya, ambu juga bawa zuppa soup kesukaan kamu."
"Iih.. ambu baik banget deh. Adis jadi betah kabur ke rumah ambu dan abah."
"Sudah nggak diet lagi, lo?" Tanya Khansa yang baru turun dari lantai dua. Dilihatnya Gladys sedang asyik menikmati mendoan dan zuppa soup yang masih mengepulkan asap. Yang ditanya hanya menggeleng sambil menikmati makanan yang tersaji di hadapannya.
"Ambu mah nggak adil. Khansa nggak dibeliin apa-apa. Ambu mah lebih sayang sama Adis daripada sama anak sendiri." Khansa mulai merajuk melihat makanan yang dibeli ibunya rata-rata kesukaan Gladys.
"Enak neng?" Tanya ambu tanpa mempedulikan Khansa yang ngambek, saat melihat Gladys menghabiskan zuppa soup-nya.
"Enak banget. Tapi lebih enak buatan ambu." Jawab Gladys sambil mengelap bibirnya.
"Alhamdulillah kalau kamu suka. Itu tadi si kasep yang beliin khusus buat kamu." Sontak Gladys menyemburkan air yang ada di dalam mulutnya ke arah Khansa.
"Astagaa... neng Adis nggak kenapa-napa kan?" Vina sibuk menepuk-nepuk punggung Gladys dan mengelap baju Gladys yang terkena air.
"Ambuuuuu... kok malah kasihan sama Adis. Disini kan Khansa yang basah kuyub kena sembur si Adis." Omel Khansa sambil membersihkan wajahnya yang basah kena sembur Gladys.
"Kok ambu nggak bilang dari tadi kalau itu tadi dari si tukang sa... eh tukang kritik."
"Kalau ambu kasih tau kamu, nanti nggak dimakan. Tapi enak kan, neng?" Vina bertanya sambil senyum-senyum. "Dimana-mana kalau dilakukan dengan cinta pasti enaklah. Iya kan Sa?"
"Benar banget, Mbu. Semua makanan yang bang Ghif beliin buat aku semuanya enak, walau buat beberapa orang katanya nggak enak. Itu karena dia memberinya dengan cinta dan aku menikmatinya juga dengan cinta." Jawab Khansa menangkap umpan yang ibunya lempar.
"Iih.. ambu dan Khansa apaan sih?" Wajah Gladys mulai memerah lagi. "Kenapa tiba-tiba jadi ngomongin cinta. Siapa juga yang cinta sama si tukang sayur itu."
"Bukan nggak cinta, tapi belum cinta neng." Ledek Vina. "Kasihan lihat wajah si kasep mendadak sedih dan penuh penyesalan waktu kamu pulang tadi."
"Tadi tuh si Adis nangis, ambu. Dia nggak mau ketahuan sama si tukang sayur kasep kalau menangis."
"Beneran neng Adis nangis? Eh naha atuh sampai nangis begitu. Kalau masih muda, hati ambu akan berbunga-bunga dicium sama orang ganteng kayak si kasep."
"Idiih.. ambu mah lebay." Seru Khansa dan Gladys berbarengan. "Kedengeran abah berabe lho."
"Ih lebay gimana. Tapi memangnya selain marah kamu nggak ada sedikit rasa gimana gitu pas dicium sama si kasep?" Tanya Vina penasaran. Gladys terdiam mendengar pertanyaan tersebut. "Misalnya deg-degan."
"Aah.. ambu kok begitu nanyanya? Adis tuh kesal tau karena dia seenaknya aja mencium Adis di depan umum. Selain itu dia juga sudah mencuri ciuman pertama Adis yang seharusnya untuk calon suami Adis nanti."
"Jadi marahnya kamu tuh karena tau kenyataan dia itu tukang sayur atau karena dia mencium kamu di depan umum?" Selidik Vina penasaran.
"Ya campur-campur ambu."
"Kalau memang dia cuma tukang sayur lalu kenapa kamu marah? Kalian kan bukan pasangan kekasih. Dia nggak pernah bohong tentang pekerjaannya kan?"
"Adis memang nggak pernah nanya sih ke dia tentang pekerjaannya. Boro-boro mau nanya, ngeliat mukanya aja sudah bikin bete. Menyebalkan." Jawab Khansa kesal.
"Jangan terlalu sebal, neng. Nanti malah cinta banget lho." Ledek Vina. Khansa dan Vina kembali tergelak melihat wajah Gladys memerah.
"Ambu dari tadi ngeledek melulu, nih."
"Tapi beneran ambu setuju banget kalau neng Adis jadian sama si kasep. Terlepas dari masalah dia cuma tukang sayur. Oh iya, si kasep janji mau ngasih kue buat ambu. Ibunya si kasep teh pinter bikin kue."
"Ooh.. jadi yang jualan kue itu ibunya," ucap Gladys lirih.
"Tuh Dys, bukan dia kan yang tukang kue. Tapi ibunya."
"Memangnya kue buatan ibunya si kasep beneran enak ya, Sa?"
"Iya ambu. Mami Cecile salah satu pelanggannya."
"Wah bisa ambu ajak kerja sama nih, buat mengisi kue di resto ambu. Oh iya, ambu juga ajak si kasep kerja sama untuk menjadi supplier bahan baku buat di resto."
"Selama ini kan harus ambu dan abah yang belanja sendiri ke pasar. Kalau memang ada yang bisa dipercaya menyediakan kebutuhan bahan baku untuk di resto, ya kenapa nggak pakai jasa si Kasep."
"Waaah.. calon suami lo bakalan berkembang tuh usahanya. Diawali dengan menjadi supplier di resto ambu, lama-lama bisa lebih banyak.lagi customernya. Bakalan sukses tuh, Dys."
"Siapa sih calon suami gue, Sa?"
"Ya si tukang sayur kasep idolanya ambu itu lah. Masa si Jack."
"Iiih amit-amit deh."
⭐⭐⭐⭐
Hayoo siapa yang nge-ship pasangan ini? Ngaku yaa...
Pengen tau kelanjutannya? Ikuti terus ya
Ditunggu vote dan komennya
Jadilah pembaca bijak yg senantiasa mendukung penulis-penulis pemula