19 Kat - Australia

Kat menatap Alvo yang kini duduk juga berjarak disampingnya. Entah kenapa hanya melihat mata itu, mendadak begitu banyak yang ingin Kat sampaikan. Salah satu kekuatan para Xanders tentunya, membuat semua manusia percaya hanya dengan melihat mata mereka.

"Hidup memang kadang berat kan?" Tanya Alvo membuka pembicaraan.

"Iya. Sebenarnya ini sekolahku yang ke tiga dalam dua tahun belakangan ini. Orangtuaku adalah diplomat dan mereka terlalu sering berpindah karena pekerjaan. Aku memiliki dua adik laki-laki yang harus kujaga. Setiap kami pindah ke tempat baru, orangtuaku ingin aku membantu adik-adikku melewati semuanya padahal aku sendiri tidak merasa baik. Baru saja masuk ke tempat baru, aku harus menyesuaikan diri lagi dengan lingkungannya belum lagi orang-orangnya. Dan rupanya sekolahku yang ini sedikit lebih merepotkan karena ternyata ya aku sedikit berbeda." Ucap Kat akhirnya.

"Lalu kenapa dengan menjadi berbeda?" Tanya Alvo lagi.

"Maka kau akan menjadi sasaran empuk untuk penindas. Mereka mengolok-olok warna kulitku bahkan kadang menjambak rambutku. Pernah sekali mereka melemparku dengan beberapa plastik tepung agar aku bisa serupa dengan mereka. Ya selama ini aku hanya diam saja berharap semuanya akan berakhir dengan sendirinya tapi ternyata salah, semua malah bertambah buruk." Cerita Kat lagi.

"Kau boleh percaya atau tidak tapi aku pernah merasakannya. Kau bisa lihat sendiri kan penampilanku seperti apa? Awalnya aku juga seperti ini, bersembunyi. Tapi aku bicara dengan ibuku dan dia memberiku sebuah nasehat bahwa aku harus berani bicara pada diriku sendiri." Ucap Alvo saat itu.

"Bicara pada diri sendiri?" Tanya Kat.

"Ya, kurang lebih ibuku berkata seperti ini. Kita harus belajar mencintai diri kita sendiri, dan kau harus mulai berbicara pada diri sendiri. Saya akan bertanya padamu. Siapa namamu? Apa yang membuatmu bisa bangkit dan berdebar? Beritahu saya cerita itu! Saya ingin mendengar suara dan pendapatmu. Tidak peduli siapa dirimu, darimana kamu berasal, apa warna kulitmu, apa jenis kelaminmu, cukup berbicara pada dirimu sendiri. Temukan namamu, temukan suaramu dan berbicaralah pada dirimu sendiri." Cerita Alvo ketika itu.

"Wow. Ibumu keren." Ucapnya saat itu.

"Kau juga sangat keren dan aku percaya orangtuamu juga keren. Pasti berat harus berulang kali pindah tapi ini semua juga berat untuk mereka. Dan aku percaya kalian sekeluarga akan menemukan tempat yang nyaman yang bisa kalian tinggali bersama suatu saat nanti. Saat ini percayalah dimana pun kalian tinggal maka disitulah yang kalian sebut rumah. Kau benar-benar harus bersyukur karena kau memiliki keluargamu. Mungkin para penindasmu diluar sana tidak seberuntung dirimu." Ucap Alvo pada akhirnya.

Kat hanya menunduk saja masih mecoba mencerna semuanya. Tentu saja itu benar, bagaimanapun dia bahagia di rumah karena dikelilingi keluarga yang sangat mencintainya dan rela memberikannya segalanya. Tapi sekolah juga merupakan bagian penting dalam kehidupannya yang akan bisa mempengaruhi seluruh hidupnya nanti.

"Kau cantik Kat. Aku beri tahu sedikit rahasia ya. Kau bisa lihat aku juga seorang laki-laki disini. Kami para lelaki sebenarnya tidak terlalu memandang fisik meskipun itu penting. Tapi kami para lelaki pasti akan jauh lebih tertarik pada perempuan yang percaya diri juga punya kepribadian yang baik. Kami lebih suka wanita yang pintar tapi tahu cara memposisikan diri di depan lelaki. Dan kau? Aku yakin kau sebenarnya memiliki semua itu ditambah kecantikan. Sempurna." Ucap Alvo dengan senyumnya tak ayal membuat Kat salah tingkah juga.

"Terima kasih banyak." Ucap Kat dengan senyum yang lebih lebar dari sebelumnya.

"Lihatlah. Kau jauh lebih cantik ketika tersenyum." Ucap Alvo bersamaan dengan munculnya Juno.

"Sudahkah?" Tanya Juno sedikit tersenyum pada Kat.

"Sudah menyelesaikannya?" Tanya Alvo menyelidik.

"Ah ini untukmu. Aku melihatmu dari kejauhan tadi dan membuat sketsa ala kadarnya." Ucap Juno merendah dan menyodorkan kertas.

"Ah ini adikku, namanya Juno. Dia memang pintar menggambar dan melukis." Ucap Alvo mengenalkan.

"Begitukah? Baiklah aku akan menerimanya." Ucap Kat hampir membalik kertas yang nampak kosong itu.

"Eits tolong jangan dibuka sekarang. Hm hehe, nanti saja kalau aku sudah pergi dari sini ya." Ucap Juno.

"Owh. Ya oke kalau begitu." Ucap Kat singkat.

"Kau sudah merasa lebih baik sekarang kan?" Tanya Alvo memastikan.

"Ya terima kasih. Kau banyak membantuku hari ini. Tentu gambar ini juga darimu yang aku belum tahu apa." Ucap Kat menunjukkan senyumnya.

Sepeninggalan Kat yag memang harus memulai lagi sekolahnya. Hanya tinggal Juno dan Alvo di atap sekolah itu. Menatap pemandangan Australia di kejauhan yang siang ini cukup terik tak berawan.

"Kau masih juga terlalu ragu untuk menunjukkan hasil lukisanmu." Ucap Alvo.

"Hahaha. Aku terlalu takut melihat reaksinya." Ucap Juno siang itu.

"Bagaimana kau akan belajar kalau kau tidak membiarkan orang bereaksi didepanmu?" Tanya Alvo lagi.

"Entahlah. Hanya saja tidak ingin mengetahuinya untuk sekarang." Ucap Juno lagi.

Mereka berdua turun mencoba kembali ke Malghavan. Datang ke sekolah seteah sekian lama membuat mereka jadi sedikit bernostalgia.

"Zaman sudah banyak berubah. Sekolah sekarang membuatku iri. Semua nampak mewah dan modern. Berbeda jauh dengan sekolah kita jaman dulu bukan?" Tanya Alvo lagi.

"Aku tidak terlalu mengingatnya. Aku selalu membenci sekolah." Ucap Juno santai.

"Kau membencinya? Tapi bukankah nilaimu selalu bagus dulu?" Tanya Alvo penasaran.

"Iya itu benar. Aku selalu unggul tidak hanya dalam pelajaran tapi juga olahraga. Aku berbakat disana sejak dulu." Juno berbangga diri.

"Aku selalu menyukai sekolah sejak dulu." Ucap Alvo singkat.

"Dan aku tidak terkejut." Ucap Juno singkat.

"Kau pasti sangat populer kan dulu di sekolah?" Tanya Alvo.

"Iya benar. Aku sampai harus menumbuhkan rambutku melebihi mataku karena aku begitu risih semua guru dan temanku selalu memuji bagaimana mataku sangat besar dan menggemaskan." Ucap Juno yang disambut tawa Alvo.

"Hahaha. Dan itu kenapa kau mencoba menutupi seluruh keimutan itu dengan tato dan tindik?" Selidik Alvo.

"Cih, ini memang semua keinginanku sejak aku sekolah. Bukan hanya karena aku ingin terlihat keren." Ucap Juno lagi.

"Benarkah itu? Serius aku bertanya. Lalu untuk apa semua ini? Faktanya kau akan selalu menjadi yang termuda diantara Xanders dan akan selalu menerima banyak cinta dari kita semua. Juga tidak akan ada yang bisa merubah pandangan kita semua padamu kalau kau memang imut." Goda Alvo menahan tawanya.

"Untuk aktualisasi diri?" Juno sendiri pun tak paham.

"Aktualisasi diri? Hahaha. Maaf kau membuatku tertawa Juno. Matamu itu tidak akan pernah berubah sebanyak apapun tato dan tindik yang ada pada tubuhmu." Ucap Alvo tak mau kalah.

"Kau memang sialan!" Ucap Juno akhirnya.

Alvo menatap Juno dengan bangga walau pria itu memang selalu menampakkan sisinya yang keras tapi dia tahu itu semua hanya kedok dari hatinya yang lemah lembut.

avataravatar
ตอนถัดไป