Tidak lama kemudian, Ardi kembali ke bangsal dengan membawa makanan dan dia membeli jamur dan bubur ayam, begitu tutupnya dibuka, baunya harum dan menyebar ke seluruh ruangan .
Tepat setelah melepaskan botol infus, perawat disana mencabut jarum di tangan Fira dan mengucapkan beberapa patah kata kepada Ardi sambil tersipu. Tidak ada yang bisa berbicara dengan pria yang tampan itu tanpa tersipu.
Ardi menekankan bola kapas di punggung tangan Fira, dan Fira bergumam "Aku tidak perlu dirawat di rumah sakit. Aku akan pulang sebentara lagi."
"Tinggallah selama satu malam untuk observasi dan kamu bisa pulang besok kalau tidak ada yang terjadi."
"Apa kamu ... akan pergi di malam hari?"
Dia bertanya dengan hati-hati.
"Apa kamu mau aku pergi?"
Fira menggenggam ibu jari pria itu. Gerakan tubuhnya menunjukkan keengganan.
Dia seperti seekor kucing yang tidak ingin ditinggalkan.
"Aku tidak mau kamu pergi."
Ardi melemparkan beberapa bola kapas bekas darah ke tempat sampah medis di sampingnya, dan suaranya dalam, "Jangan memikirkan soal itu, makanlah dulu."
Setelah mencuci tangannya, mereka menikmati makan malam bersama, dan suara hujan di luar disertai dengan guntur yang teredam.
Ardi seperti pil penyelamatnya yang bekerja dengan cepat. Melihat pria itu duduk di sampingnya, Fira merasa sangat lega.
Ardi mengatur bangsal VIP untuk Fira, yang sama mewahnya seperti tinggal di kamar hotel kelas atas. Setelah dia mandi, masalahpun terlihat.
"Dimana kamu akan tidur?"
Ardi melirik ke arah sofa, yang artinya dia akan tidur di sana.
Fira merasa bersalah pada Ardi, dan menepuk ranjangnya "Kenapa kamu tidak tidur disini saja?"
Sebelum dia menyadarinya, sorot mata pria itu tiba-tiba berubah tajam. Suaranya terdengar berat, "Kamu masih sakit, jadi aku tidak mau mengganggumu."
Gadis itu selalu menggodanya tanpa disadarinya. Dia benar-benar menderita karenanya.
Fira berkata dengan panik "Maksudku, kamu saja yang tidur di tempat tidur dan aku akan tidur di sofa."
Apa yang dia pikirkan? Mungkinkah dia mengira kalau dia mengundangnya untuk tidur bersama?
Ardi memperhatikan wajah gadis itu memerah dan menyebar hingga lehernya yang ramping. Dia hanya bisa mematikan lampu depan, menyisakan lampu koridor dekat pintu masuk dan berkata, "Aku akan keluar untuk merokok, pergilah tidur lebih dulu."
Berdiri di depan jendela di bagian atas tangga darurat, dia mengisap tiga batang rokok berturut-turut untuk menenangkan detak jantungnya yang berdebar kencang dan tak bisa dijelaskan.
Pak Pur menghubunginya dan suaranya terdengar lembut "Tuan muda, apa Anda sudah kembali? Nyonya masih menunggu Anda."
"Katakan padanya kalau aku tidak akan kembali malam ini, ada sesuatu yang terjadi."
"Apakah ada yang penting?"
Dari kejauhan, Pak Pur mendengar suara desahan tuan mudanya. Dia tahu bahwa dia mungkin sudah melangkahi batasnya, dan dengan cepat berkata "Baiklah, saya katakan saja kalau itu masalah maskapai penerbangan."
Setelah menutup telepon, Pak Pur menghela nafas panjang. Bik Surti yang selama ini menjaga Ardi bertanya ada apa dengan diri tuan muda.
Pak Pur dengan cepat memberi tahu Bik Surti tentang Fira.
Bik Surti sempat tertegun selama beberapa waktu, lalu berkata "Tuan muda tidak mudah mempercayai orang lain. Kalau gadis kecil itu mengatakan bahwa dia adalah pacarnya, dia akan mempercayainya. Bahkan meski dia telah melupakan sesuatu, temperamennya takkan banyak berubah. Ah, saat aku melihatnya saat itu, dia masih terlihat dingin."
"Yang paling buruk adalah, dia hanya mempercayainya dan merasa bahwa gadis itu sangatlah baik hati,"
"Apa gadis kecil itu cantik?"
"Cantik, sangat cantik."
Bik Surti meletakkan tangannya di pinggangnya, tampak khawatir "Apa niatan gadis kecil itu mendekati tuan muda kita?"
***
Fira tadinya ingin menunggu Ardi kembali sebelum dia tidur, tapi dia tidak bisa menahan kantuk, jadi dia tertidur.
Dia sama sekali tidak bisa tidur nyenyak, dan dia merasa seolah-olah seseorang sedang duduk di samping tempat tidur sambil menatapnya dengan sorot mata tajam.
Dia membalikkan badan, meraih tangan besar di samping tempat tidur, berbisik samar "Jangan pergi", dan tertidur lagi.
Bab 76 Putra orang kaya
Ketika Ardi bangun di pagi hari, di luar masih hujan dan langit tampak mendung. Dia sedang duduk di sofa dekat jendela dan menghadap keluar. Kecuali matanya yang tertutup, tidak ada tanda-tanda lain yang menunjukkan bahwa dia sedang tidur.
Dia bergerak untuk bangun dan membuka matanya perlahan. Tiba-tiba saja, senyum cerah gadis itu menghantam matanya.
"Kamu sudah bangun?" Fira menyingkirkan selimut tipis di tubuhnya dan duduk di sampingnya. Ada sedikit kerutan di jas Ardi. Sudah jelas kalau dia tidur dalam posisi ini.
Fira merasa sedikit bersalah karena seharusnya dia tidak menahan Ardi untuk tetap tinggal disini. Tapi, kalau tidak ada Ardi, dia tidak bisa tidur nyenyak.
"Aku akan segera mengatur seorang dokter untuk melakukan pemeriksaan fisik padamu," katanya dengan suara serak baru bangun tidur.
Fira menjalani pemeriksaan fisik dan dokter menyatakan bahwa dia sudah sehat tanpa ada kekurangan apapun.
Ardi merasa lega. Tidak lama kemudian, dia mengantarkan Fira pulang ke depan gang rumahnya.
Mobil mewahnya berhenti di dekat mulut gang dan tampak mempesona. Kakek-nenek yang membeli sarapan di dekat sana berhenti berjalan dan memandangi mobil mewah itu. Fira merasa seolah dirinya sedang duduk diatas peniti dan jarum.
Ardi mengelus gelang di pergelangan tangan Fira. Ada sebuah kartu kecil di atasnya dengan nama dan informasi kontak tertulis di baliknya.
Dia sangat puas melihat dirinya sebagai kontak darurat gadis itu.
Ketika Fira melihat sudah tidak ada orang lain di depan gang, Fira dengan cepat mengulurkan tangan dan mendorong pintu untuk keluar dari mobil. Tapi tiba-tiba saja, pergelangan tangannya ditarik Ardi. "Buatlah speed dial di ponselmu. Kalau ada masalah mendesak, hubungi aku secepat mungkin."
Dia masih peduli dengan fakta bahwa pria lainlah yang membawa Fira ke rumah sakit.
Fira langsung mengangguk "Baiklah, oke."
Setelah selesai mengatakan itu, dia buru-buru keluar dari mobil dan kembali ke rumah di bawah payung.
Tidak lama kemudian, dia sudah duduk di depan meja di kamarnya, melihat tanggal yang dilingkari di kalender meja, menghembuskan napas dan menepuk-nepuk kepalanya dengan ringan.
Ternyata memang ada hal yang konyol di dunia ini. Dia benar-benar menderita penyakit 'tidak bisa hidup tanpa Ardi'.
Apakah ini takdir yang ditentukan oleh Tuhan?
Dia mengambil pulpen dan tanpa sadar menulis dan menggambar di buku catatan. Yang dituliskan olehnya hanyalah angka tiga belas.
Tiga belas hari masih cukup lama. Sebagai pacar, biasanya mereka tidak akan menghabiskan waktu lebih dari tiga belas hari tanpa bertemu satu sama lain.
Hatinya diliputi rasa khawatir. Kalau suatu hari nanti ingatan Ardi pulih, kemana dia harus pergi?
Kalau Ardi marah padanya karena kebohongannya dan tidak mau bertemu dengannya lagi, dia tidak berhak menyalahkannya.
Bagaimanapun, dia duluan yang berbuat salah padanya.
Fira mengulurkan tangannya dan meletakkannya di atas jantungnya. Sebelum itu terjadi, dia berharap dia bisa menemukan cara lain untuk bertahan hidup.
Dia tidak boleh menggantungkan kelangsungan hidupnya hanya pada Ardi.
***
Putra dari keluarga konglomerat real estat ingin tinggal terpisah dari keluarganya, dan dia dipercaya untuk melakukan semua pengaturan yang diperlukan. Bagas tidak tahu bagaimana caranya.
Tapi kapten sudah memberinya perintah dan dia harus menyelesaikan semuanya.
Satu-satunya syarat yang dimintanya adalah rumah itu harus berdekatan dengan rumah Fira. Dia harus menghubungi agensi real estate dan ketika dia mengunjungi agensi itu, dia segera memeriksa dengan cermat kemungkinan untuk mendapatkan properti kelas atas di dekat sana.
Sang pengembang properti, Grup Citraland, memberinya gambaran yang cukup jelas.
Bagas tahu bahwa grup pengembang besar itu juga dimiliki oleh keluarga Cokroaminoto, tapi sekarang dia datang untuk menyewa rumah. Akan sangat bagus kalau kapten merasa senang dengan pilihannya ini.
Ada satu hunian kelas atas, privasi luar biasa, apartemen duplex, dengan luas 200 meter persegi, jendela dari lantai ke langit-langit, pemandangan indah, dekorasi bagus, furnitur dan peralatan semuanya merek mewah kelas atas. Dia mengambil beberapa foto untuk ditunjukkan kepada kaptennya, dan berharap kaptennya merasa puas.
Bagas juga sempat berpikir, kalau anak perusahaannya sendiri yang membangunnya, kalau kaptennya merasa tidak puas, bukankah itu artinya ada kekurangan di dalam anak perusahaannya sendiri?
"Gunakan saja namamu untuk menandatangani kontrak. Aku sudah mentransfer uangnya ke rekeningmu."
Ding ... Satu milyar rupiah sudah ditransfer ke dalam rekeningnya.
Bagas hanya bisa menghela napas panjang.
Sewa bulanan rumah ini adalah 20 juta rupiah, dan kaptennya adalah putra dari konglomerat kaya. Dia tidak mengenal tahu penderitaan dunia, dan uang yang dibayarnya dimulai dari satu milyar rupiah.