webnovel

Bab 27. Cemburu?

"Aku kan juga nggak ke PD an. Papa ini namanya mempermalukan aku aja tahu." Dia bergumam sendiri sambil menyendokkan sup buah yang selalu tersedia di sana. Dia adalah gadis yang biasanya sangat malas makan, maka dengan memakan banyak buah, akan membuat perutnya tetap terisi dan tidak kelaparan.

Kemudian setelah satu mangkuknya penuh dengan sup tersebut, dia duduk di sana di kursi makan sambil berpikir. Dia rasa, tadi dia sempat melihat ibunya ada di sana. Tapi ternyata tidak. Yang tidak Cherry ketahui memang, ibunya sudah setelah sang suami berbicara serius dengan Berry.

"Ehem." Sebuah deheman terdengar dan Berry berdiri di ambang pintu dapur.

"Berry?"

"Boleh bergabung?" tanyanya dengan lembut. Dan dia mendapatkan anggukan dari Cherry.

"Boleh. Tapi Papa?" Beliau ada urusan lain. Dan aku sebentar lagi mau balik. Hanya menyapa kamu sebentar." Berry duduk di depan Cherry dan membuat suasana tiba-tiba canggung.

"Sebentar," ucap Cherry. Kemudian dia mengambilkan satu mangkuk sop buah lalu meletakkan di depan Berry, "silahkan. Ini buatan Mama, enak." Katanya seolah dia sedang berpromosi.

"Terima kasih." Berry menyendokkan sop tersebut dan menyuapkan ke dalam mulutnya. Rasa manis dan segar menjadi satu. Dan itu terasa menyenangkan.

"Ngomong-ngomong, kamu ada proyek apa sama Papa?" Cherry sepertinya sedikit ingin tahu.

"Ada pekerjaan. Dan ya, lumayan besar."

"Kamu harus terima!" bahkan dia belum tahu poyek seperti apa yang diberikan kepada Berry, tapi semangat itu sudah diberikan kepada lelaki itu. Hal-hal kecil semacam ini sangatlah berharga untuk lelaki itu. Dan itu menimbulkan semangat baru di dalam diri.

"Menurutmu aku bisa?" tanyanya.

"Tentu saja, aku yakin kamu bisa melakukannya. Bukanlah sebuah usaha akan menghasilkan keberhasilan? Jadi aku yakin dengan kemampuan kamu."

Dan sekarang, biarkan Berry menjabarkan situasinya. Bukankah perkenalan antara Cherry adalah sebuah kebetulan yang bahkan dia sama sekali tak pernah memikirkannya? Kemudian ketidaksengajaan itu berlanjut. Ada saja kejadian yang membuat mereka bertemu dan itu terjadi berkali-kali. Bukankah kalau itu dipikirkan lebih lanjut, sebenarnya itu adalah takdir yang sudah dipersiapkan oleh Tuhan gariskan kepada dirinya?

Semakin dia mengenal Cherry, kemudian berkenalan dengan orang tuanya, semakin dia tahu jika keluarga Cherry adalah gambaran orang yang benar-benar baik. Dia memang tak tahu itu akan berlanjut sampai nanti atau tidak, tapi dia merasakan ketulusan mereka.

"Sepertinya, ini akan membantu aku untuk mengambil keputusan." Keduanya saling melemparkan senyum dan ini adalah senyum kedua Berry yang benar-benar menakjubkan yang diberikan oleh lelaki itu untuk Cherry. Dan kali ini, jantung Cherry terasa sangat meresahkan.

Cherry mengantarkan Berry keluar karena lelaki itu akan pulang. Mereka berjalan diselimuti keheningan sampai motor Berry.

"Aku pergi dulu?" Berry berpamitan. Ketika anggukan itu diberikan oleh Cherry Berry tak kunjung pergi, lelaki itu kembali melepas helm miliknya setelah memakainya. "Cherry, terima kasih." Katanya dengan ketulusan tinggi yang dimilikinya. Dan setelah mengatakan itu, dia langsung pergi dari sana dengan deruan mesin motor.

Cherry terpaku di tempatnya dan dia tak tahu apa yang membuat lelaki itu berterima kasih kepadanya. Tapi senyumnya kemudian mengembang. Dia menunduk malu-malu entah kepada siapa. Hanya keheningan yang mengelilinginya, tapi seolah dia sedang dikelilingi banyak orang. Sangat cabe-cabean sekali.

"Wah, beneran cabe-cabean." Bahkan Arka yang masuk ke dalam halaman rumahnya saja tidak disadarinya. Membuat dia mendapatkan 'hinaan' tersebut dari kakak lelakinya.

"Ngapain kamu senyum-senyum begitu? Berry baru saja datang?" tanyanya dengan kedua tangan bersedekap di depan dada. Seolah dia sedang mengintrogasi gadis itu. Tapi aksi lelaki itu sama sekali tak berpengaruh pada Cherry. Gadis itu mengabaikan kakaknya dan pergi begitu saja dari sana.

"Hei, Dek!" teriaknya dan mengejar gadis itu. Semakin dia mengejar, Cherry semakin berlari kencang. Meninggalkan Arka di belakang. Sambil menjulurkan lidahnya mengejek. Setelahnya dia tertawa-tawa melihat Arka yang menunjuk-nunjuk dirinya sambil bernafas dengan lelah. Cherry langsung masuk ke dalam kamarnya dan mengunci pintunya.

Gadis itu langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang dan otaknya berkelebat memikirkan ucapan Berry. Hanya ucapan terima kasih, tapi itu membekas di dalam hati Cherry. Sungguh terlalu, jika otak dan hatinya sudah merasa sinkron dengan sebuah tanda cinta di sana.

----

Sampai di dalam rumah, Berry duduk di meja belajarnya sambil termenung seorang diri. Entah apa yang sedang dia pikirkan sekarang, tak ada yang tahu. Tangannya mengetuk-ngetukkan pensil yang dibawanya ke atas meja. Matanya menatap ke sebuah kalender yang terpasang di sana dengan nyalang. Otaknya sepertinya berpikir dengan keras.

Helaan nafasnya keluar. Memejamkan matanya, dia membayangkan sesuatu di kepalanya. Dan itu adalah tentang gambar sebuah bangunan. Dan harusnya itulah yang muncul di sana. Lalu kenapa, pada akhirnya wajah Cherry yang terlihat di sana.

Seketika matanya terbuka lebar. "Jangan seperti ini," katanya pada dirinya sendiri. Mencoba mengendalikan dirinya, lagi-lagi dia membayangkan sesuatu yang sesuai dengan pekerjaannya dan yang kembali muncul adalah Cherry. Bahkan selama hampir dua jam, hanya itu yang terjadi.

Benarkah ini cinta? Tanyanya lagi pada dirinya. Hatinya mengatakan jika 80% ini adalah kebenaran, dan yang lainnya hanyalah bayangan abu-abu. Sedangkan di dalam pikirannya, itu benar-benar cinta. Logikanya kini semakin di depan. Dibandingkan dengan hatinya yang masih sedikit meragu.

Menyandarkan punggungnya, Berry mengambil ponselnya. Inginnya dia menghubungi Cherry, tapi dia sama sekali tak memiliki keberanian untuk itu. Berusaha sekeras apapun, dia masih takut melakukannya.

Pagi datang dan dia sudah berada di dalam kelas. Menunggu dosennya untuk memberikan materi di pertemuan ini. Semua teman-temannya mengobrol satu sama lain kecuali Berry yang sedang berpikir keras bahkan keningnya sampai berkerut.

"Ber, yang nyariin lo waktu itu siapa?" salah satu temannya yang melihat kejadian waktu itu bertanya.

"Ow, dia teman."

"Teman biasa, atau teman luar biasa?"

"Teman biasa." Jawabnya singkat dan jelas tanpa ada lagi imbuhan yang lainnya. Toh dia tak perlu menjelaskan kehidupannya kepada orang lain bukan? Itu adalah urusan pribadinya dan tidak ada yang berhak ikut campur.

Jeda kuliah, dia berjalan bersama teman-temannya menuju ke kantin. Melihat ke arah kirinya, fakultas ekonomi. Biasanya dia akan bertemu dengan Aga di sana dan mereka akan ke kantin bersama. Tapi sekarang justru dia tak mendapati lelaki itu. Entah kemana bocah satu itu. Berry melanjutkan jalannya. Namun tatapannya memicing ketika dia mendapati Cherry yang berdiri di bawah pohon sambil mengobrol bersama dengan seorang lelaki.

Jika mengobrol biasa saja, mungkin dia tak seperti ini sekarang. nyatanya melihat Cherry sambil terlihat terkekeh kemudian sesekali menepuk pundak lelaki itu membuat dirinya tak suka. Ah, tidak. Sangat tidak suka memang. Dan entah keberanian dari mana, kakinya berjalan mendekati mereka dengan wajah yang tidak bersahabat.

*.*

Hai, yang mau baca kisah Berry dan Cherry. Terima kasih ya. Ini cerita memang membosankan, tapi saya juga mengharapkan ada yang menyukainya *.* Selamat beraktifitas.

Yoelfucreators' thoughts
ตอนถัดไป