webnovel

BAB 19: BERIKAN AKU DIRIMU

BAB 19

"Jika menjadi bayangannya adalah sebuah jalan untuk memilikimu seutuhnya, aku ada."

[Mile Phakphum Romsaithong]

___ The Commander of War

Mile tidak paham apa tepatnya maksud Apo. Yang pasti, euforia seks ini takkan berakhir cepat. Apo tidak mau mengalah. Dia menggerakkan pinggul dengan sendirinya meski sudah dipegangi. Dari atas sana, dia merasa hebat bisa melihat jelas ekspresi Mile yang seakan ingin meledak.

Jemari mereka bertautan di setiap hentakan. Bunyi decap dan hisapan rakus memenuhi ruangan. Namun, meski sambil menahan perih, Apo justru menekan kepala Mile untuk memanja kedua puting tegangnya.

"Ahhh .... Hufft ... huft ...."

BRUGH!

Sepanjang seks, pandangan Mile terasa begitu buram. Selain karena hampir tak berjeda, posisi mereka pun berubah beberapa kali. Mile baru menemukan kesadaran penuh setelah mengakhirinya.

BRUGHHH!!

Apo tampak begitu letih. Lelaki itu nyaris pingsan di bawahnya, tetapi masih sanggup bernapas kasar. Jemarinya mengais seprai, punggungnya berhias kissmark yang bertebaran, dan kedua matanya terkatup elegan.

Apo masih menyambut beberapa kecupan terakhir yang datang. Dia tampak sudah terpuaskan, tetapi ada gurat-gurat hampa yang terlukis setelahnya.

"Apo."

"Hmm?"

Mile mungkin sudah gila. Namun, dia memilih kembali ke wajah Asia-nya sendiri saat dua manik itu terbuka perlahan-lahan.

"Apo, bisa lihat aku sebentar?" pintanya.

Mile membelai lembut pipi Apo yang berkeringat. Dia ingin lelaki itu melihat wajahnya sejelas mungkin. Namun, justru tak ada komentar apa pun.

"Apo. Aku yakin kau mendengar suaraku."

Mereka saling menatap begitu lama. Mile pikir, Apo akan syok karena wajahnya bukan lagi Bible, nyatanya tidak. Lelaki itu hanya terdiam, tak mengalihkan pandangan, lalu mendadak membenturkan kening ke bahunya.

"Mile ...."

DEG!

...

...

....

Butuh waktu lama untuk Mile mencerna situasi saat itu. Jantungnya berdebar gila, napasnya tertahan sesak, dan tubuhnya kaku kala suara Apo terulang lagi.

"Mile ... Mile ... Mile ...."

Sangat lirih. Sangat letih. Sangat ingin dimengerti bahwa pemiliknya tidak sedang baik-baik saja.

"Ya?" kata Mile, berusaha mendengar suara Apo sepelan apapun itu.

"Bisa peluk aku lebih erat?" pinta Apo. Geliat tubuhnya tampak begitu tak nyaman. "Aku kedinginan. Ah, aku ingin selimut tambahan."

Mile jarang menggunakan kemampuan iblis sejak berpura-pura sebagai Bible. Dia ingin tampak sempurna sebagai manusia di mata Apo. Namun, khusus untuk malam ini ... Mile abai.

Dalam satu ayunan jari, pintu-pintu lemari pun terbuka lebar. Dua selimut tertebal lantas melayang dari sana, lalu mendekap tubuh mereka berdua.

Tak hanya itu, jendela dan pintu-pintu di mansion ikut tertutup rapat. Suhu AC naik, dan perapian menyala tinggi.

Mile begitu cemas saat Apo sudah terpejam lagi. Dia mengira ada yang salah dengan tubuh lelaki itu, tetapi Apo justru membalasnya dengan pelukan pasrah.

Mile yakin, perilaku damai Apo bukanlah karena stamina yang habis. Jadi, bisakah esok hari Mile menanyainya?

"Kau belum pakai cincin yang sama denganku," gumam Apo tiba-tiba. Mile ragu dia hanya melantur, apalagi dengan gestur yang tertidur pulas itu. "Mile, aku yakin kau pun mendengarkan ini."

DEG!

"Ah, ya."

"Apo, ada berapa kejutan lagi yang kau siapkan di masa depan?" batin Mile.

"Padahal kita hampir menikah, Mile ...." protes Apo sekali lagi. Suara seraknya mengalun merdu dari bibir berisi itu. "Tapi kau melewatkan hal yang begitu penting."

Mile pun meneguk ludah kesulitan. "Besok pasti kuurus segera," bisiknya, lalu melingkari pinggang ramping Apo. Dia dekap erat bagian itu, dan anehnya Apo nyaman-nyaman saja. Dia lebih manja dari kucing kecil yang terluka. Dia lebih hangat daripada bulu Shigeo, dan Mile seperti baru ditipu berminggu-minggu.

"Umn. Bagus."

Terdorong hasrat tawa yang gila, Mile pun ingin memaki sekasarnya.

"Apo."

"Hm?"

Mile pun menilik ekspresi lelap Apo sebelum berkata segan. "Aku ingin menciummu lagi."

Meski tak ada sahutan, Mile yakin kesadaran Apo masih utuh sepenuhnya.

"Apo."

Satu detik.

Dua detik.

Tiga detik.

Mile kini diizinkan menatap mata favoritnya. Apo bahkan bergerak sendiri untuk bangkit. Menatap bibirnya. Lalu mengecup di sana dengan segenap perasaan tulus.

Satu kecup.

Dua kecup.

Tiga kecup.

Apo kembali mengamati bibir lembab yang berkilau itu. "Beri aku seluruh kesabaranmu, Mile," pintanya dengan napas yang tercekat. "Tabung semua yang kau miliki. Karena aku ... bukannya ingin lari selamanya."

Selama ini, Mile tak berharap banyak Apo akan membalas perasaannya. Lelaki itu mungkin rapuh, tetapi keteguhannya lebih kuat daripada baja. Maka bila diberikan kesempatan kecil, Mile takkan menyia-nyiakannya.

BRUGH!

"Katakan itu sekali lagi," pinta Mile. Dia membalik tubuh Apo di bawahnya.

"Apa?"

"Katakan kau takkan lari dariku selamanya."

Telinga Apo kini memerah. Dia tampak ragu, tetapi mau meraih wajah Asia Mile. "Aku sedang berusaha menerimamu," katanya. "Menikah denganmu, hidup denganmu, menjadi milikmu ... tetapi mungkin semuanya tidak membuatku lupa soal dia."

"...."

"B-Bukan berarti aku takkan pernah mencintaimu, Mile," kata Apo gugup. "Ini sulit, tapi bukan berarti tak mungkin. Aku hanya-"

Satu kecupan langsung dicuri Mile.

"Aku paham."

Manik Apo kini berkaca-kaca. "Maaf, aku sangat-sangat egois," katanya pelan. "Aku selalu tahu apa yang kau rasakan, tapi aku pura-pura tidak melihatnya."

Mile panik seketika. "Tidak apa-apa. Kau bisa lupakan hal itu."

Merasakan pipinya basah, lengan Apo pun menutup kedua matanya. "Tidak. Aku benar-benar serius, Mile," katanya. "Aku ingin sekali mencintaimu. Kalau bisa secepatnya, tapi—ugh ...." Lelaki manis itu meremas selimut di depan dadanya. ".... Bible adalah hal yang tak bisa kulepaskan begitu saja. Dia ... dia harusnya jadi milikku. Di sini. Bersamaku."

Mile pun mendekap kepala Apo. Dia menghirup aroma khas lelaki itu di pelipisnya. Lalu membisikkan gumam-gumam menenangkan hati.

Perlahan, suara lirih Apo pun menjadi samar. Dan meskipun Mile hebat diantara pasukannya, mengobati luka Apo menjadi hal tersulit selama ini.

Malam itu, setelah Apo terlelap Mile meninggalkannya untuk mencari udara segar. Melihat kejujuran lelaki itu membuatnya gelisah. Apa selama ini Apo tahu soal guci abu yang disembunyikannya? Lalu kenapa diam saja?

Mile pun berdiri lama di depan benda itu.

"Aku tak bermaksud merebutnya darimu, Bible," gumam Mile pelan. "Semisal ingin, kemampuan iblisku tidak cukup untuk merubah hatinya."

Bersambung ....