webnovel

Kita Akhiri Obrolan Absurd Ini

Pijatan lembut tangan Aldric di tengkuknya benar-benar nyaman hingga ia membuatnya terbuai. Sungguh, otot-ototnya memang menegang dan sentuhan ini membuatnya rileks. Tanpa sadar ia memejamkan matanya dan mengeluarkan lenguhan-lenguhan kecil dari mulutnya.

"Sudah enakan?" tanya Aldric yang membuyarkan lamunan Sasha yang sudah terbuai, seketika ia membuka matanya.

"Hah?" mulutnya hanya terbuka sedikit. Ia kaget dan merutuki dirinya mengapa ia bisa sampai terbuai seperti itu. Sasha memundurkan tubuhnya sedikit agar tangan Aldric terlepas dari tengkuknya.

"Terima kasih, Pak! Sudah lebih baik," ujar Sasha kemudian. Merasa tak enak sekaligus malu.

Hanya ada kecanggungan di antara mereka saat ini. Tanpa terasa wajahnya memerah. Sasha langsung menolehkan wajahnya, kembali menatap laptop menghindari tatapan mata Aldric yang sejak tadi menatapnya. "Sebaiknya kita cepat selesaikan laporan ini, Pak! Sudah malam," kilah Sasha.

Entah mengapa jantungnya kini berdebar tak karuan, posisi mereka cukup dekat tadi. Di tambah sentuhan Aldric tadi di tengkuknya. Darah mendesir kembali secara tiba-tiba saat sentuhan itu kembali terbayang. Bulu kuduknya meremang.

'Ahh… sial…' gumamnya dalam hati.

Sudah sejak tadi isi pikirannya di penuhi oleh hal-hal yang menjurus ke arah sana, sekarang di tambah bayangan sentuhan lembut tangan Aldric di tengkuknya yang merupakan salah satu titik sensitifnya. Namun Sasha berusaha dengan sangat keras agar ia tetap bisa fokus dan mencoba mengenyahkan semua pikiran buruknya itu.

"Iya," ujar Aldric seraya mengambil alih laptop milik Sasha. "Biar aku yang kerjakan, sepertinya kamu memang sedikit kelelahan," lanjutnya.

"Enggak kok, Pak!" ujar Sasha seraya menggelengkan kepalanya sambil menatap ke arah wajah Aldric. Tampak Aldric tersenyum tipis, kemudian tangannya kini mulai terangkat dan menyentuh kening Sasha.

"Lihat, tubuhmu sedikit hangat," ujarnya. "Apa kau ingin tidur saja?" tawar Aldric kemudian.

"S-saya baik-baik saja kok, Pak!" sanggah Sasha tergagap. Sasha menyentuh tangan Aldric yang masih berada di keningnya kemudian menjauhkannya. Tentu saja Sasha harus melakukannya agar sentuhan Aldric itu tidak membuat dirinya semakin kacau, meski hanya sentuhan di kening tapi itu sangat berefek besar.

Baginya, wajah Sasha yang merona merah dan sedikit malu-malu serta tampak salah tingkah malah terlihat semakin menarik perhatiannya. Tanpa sadar tangannya yang di jauhkan oleh Sasha ia kembali angkat kemudian menyentuh lembut pipi Sasha yang terasa begitu halus dan sedikit panas. Sasha terlihat begitu kaget, namun ia tetap diam.

'Lu kenapa, Sha? Kenapa Lu diam aja!?' kesal Sasha pada dirinya sendiri di dalam hati.

Sasha hanya bisa diam membatu, ia berusaha untuk tetap tersadar. Pikirannya mencoba untuk menghentikan apa yang sedang di lakukan oleh Aldric, tapi entah mengapa tubuhnya seakan mengkhianatinya dan malah tetap diam seakan menikmati sentuhan lembut Aldric di pipinya itu.

Sasha sadar, jika dia tetap diam maka apa yang ia inginkan mungkin saja bisa terjadi. Di tambah suasana yang begitu mendukung, sudah malam dan hanya ada mereka berdua di kamar ini. Siapa yang akan datang dan mengganggu mereka, tidak ada.

Tubuhnya begitu merindukan sentuhan, ini tak bisa dipungkiri, sudah cukup lama memang ia tak pernah di sentuh, dan kini tubuhnya tak bisa berbohong dan seakan enggan untuk menolak sentuhan itu. Darah di tubuhnya benar-benar berdesir, dengan bulu kuduk yang meremang. Membayangkan entah bagaimana jika sentuhan itu terjadi di tempat lain.

'Bodoh! Kenapa Lu mikir kaya gitu sih?! Sadar! Sadar!' pekiknya dalam hati. Tapi tetap saja ia hanya bisa terdiam tanpa melakukan apapun.

'Bodoh!Bodoh!' rutuknya lagi dalam hati.

"Apa yang bodoh?" tanya Aldric tiba-tiba dengan senyuman tipis di bibirnya, hingga membuat Sasha seakan kini tersadar sepenuhnya. Matanya membulat dengan sempurna. Kini ia sadar, rutukan yang diucapkan oleh dirinya bukan ia ucapkan di dalam hati tapi ia benar-benar ucapkan melalui mulutnya hingga Aldric bisa mendengarkan apa yang diucapkan oleh Sasha.

Sasha meringis namun dengan cepat ia sedikit memundurkan tubuhnya untuk menjauhkan wajahnya dari tangan Aldric. Sungguh, kini ia berada di dalam situasi yang aneh dan begitu canggung.

"T-tidak, Pak!" jawabnya canggung seraya menggeleng-gelengkan kepalanya pelan. Sasha tak tahu harus bagaimana untuk bisa keluar dari situasi ini sedangkan Aldric yang duduk di depannya masih menatapnya dengan tatapan yang tak terbaca.

'Bahaya ini bahaya!' ucap Sasha dalam hatinya.

"Aku tidak tahu, mengapa aku bisa tertarik padamu," ucap Aldric tiba-tiba yang sontak saja membuat Sasha kembali membulatkan matanya. Entah untuk ke berapa kalinya ia harus terkejut dengan tiba-tiba selama berada di dekat Aldric.

Sasha hanya bisa terkekeh kaku untuk mencairkan suasana, ia yakin jika kini pasti wajahnya terlihat begitu bodoh. Tapi ia tak peduli. Ia hanya ingin cepat-cepat keluar dari situasi yang semakin aneh saja.

"Bapak sakit?" tanya bodoh Sasha pada Aldric.

Aldric menggeleng pelan dengan senyuman di bibirnya. "Kamu mau mengalihkan pembicaraan?" tanyanya kemudian.

"Pembicaraan apa? Bukankah kita sedang mengerjakan laporan?" tanya Sasha berpura-pura bodoh seraya menunjuk ke arah laptop. Namun wajahnya tak bisa berbohong dengan pipinya yang semakin memerah menjadi bukti jika ia mendengar ucapan Aldric tadi.

"Kamu memang gak dengar atau pura-pura gak dengar jika saya tadi mengatakan kenapa saya bisa menyukaimu?" tanya Aldric memastikan.

Kini Sasha hanya bisa meringis.

"Saya yakin jika Bapak yang sakit, bukan saya. Soalnya Bapak bicara sembarangan," ujar Sasha.

Kening Aldric berkerut, "kamu benar-benar mengalihkan pembicaraan."

'Kayanya dia salah minum obat tadi,' gumamnya dalam hati kali ini.

"Bapak aneh deh! haha…" balas Sasha dengan tawanya yang kaku dan tinggahnya yang sedikit salah tingkah. "Bapak memang bicara sembarangan. Udah deh, Pak. Mungkin Bapak yang lelah bukan saya, bagaimana jika besok saja kita kerjakan laporannya dan beristirahat malam ini," ujar Sasha lagi.

Aldric kembali tersenyum, "Take a deep breathe, Sasha…" ucapnya dengan begitu santai pada Sasha yang bicara menyerocos dengan napas yang tak beraturan.

"Saya tidak bicara sembarangan, dan saya juga tidak lelah," jelas Aldric.

"T-tapi Bapak itu bicara sembarangan, itu kan aneh. Saya gak ngerti dan jadi bingung sendiri. Jadi sebaiknya kita selesaikan besok saja," ucap Sasha.

Kali ini Aldric menghela napas panjangnya, "Maaf jika saya membuat kamu tidak mengerti dan bingung."

"Bagus! Sebaiknya kita lupakan obrolan absurd ini dan lebih baik kita beristirahat saja Pak," ujar Sasha seraya mulai mengklik tombol save di laptopnya dan hendak mematikan laptop miliknya.

Dalam hatinya ia terus berucap untuk segera keluar dari situasi yang aneh ini.

"Tidak!" ujar Aldric dengan tegas seraya menghalau dan menjegal tangan Sasha yang hendak mematikan laptop miliknya. Tentu saja ucapan dan tindakan Aldric ini membuat Sasha kaget bukan main.

'Sumpah! Ini kenapa sama orang ini?' tanya Sasha kaget dalam hatinya. Wajah Sasha benar-benar menampakkan kekagetannya.

"Maaf, tapi apa yang saya ucapkan tadi memang benar," ucap Aldric memegang tangan Sasha.

"Yang mana, Pak?" tanya Sasha bersikap seolah biasa-biasa saja menyembunyikan perasaan bingungnya.

"Saya suka kamu," ucap Aldric.

"Hah?" sungguh Sasha tak percaya dengan apa yang diucapkan oleh Aldric.

-To Be Continue-