webnovel

Blue Diamond Ring

Berawal dari kegagalan hubungan sebelumnya, Vina akhirnya tumbuh menjadi seorang wanita yang sangat tangguh, mandiri dan memiliki kerajaan bisnis yang besar. keluarganya mencoba untuk membantunya melupakan masa lalunya dengan menjodohkan Vina pada beberapa eksekutif muda. tetapi, semua ditolak oleh Vina yang belum bisa melupakan pria di masa lalunya. setelah sepuluh tahun perpisahan, tanpa sengaja, Vina bertemu kembali dengan seseorang yang telah dirindukannya selama 10 tahun. akankah mereka kembali bersama? Atau dapatkah Vina menghindarinya, sehingga Ia tidak akan jatuh pada luka yang sama sepuluh tahun lalu? ikuti kisah vina dalam blue diamond ring..

Ri_Chi_Rich · สมัยใหม่
Not enough ratings
44 Chs

Kebebasan

"vina!", tatapan rangga terlihat panik

"iya yang?"

"taruh handphone mu!", mukanya terlihat panik, saat melihatku sudah membuka aplikasi game yang ingin kumainkan.

"maksudmu?"

Rangga tak berbicara apapun. Dia mengambil handphoneku, memasukkannya kembali ke tas, menaruh laptopnya, dan kertas-kertas yang dipegangnya. Kemudian menatapku.

"berbicaralah kepadaku, aku melarangmu untuk terlalu lama menatap layar handphone, apalagi bermain game!'

"hah???!", owh, sungguh tak mujur hidupku! Bahkan disaat ingin merayakan kebebasanku, akupun dilarang bermain game?? Aku menatap rangga dengan tatapan sedikit aneh, kesal dengan tingkahnya yang absurb.

"apa saja yang ingin kamu bicarakan, bicaralah.. Tapi aku ga izinin untuk sekarang kamu terlalu banyak beraktivitas dengan handphone atau main game!", kali ini tingkahnya agak kikuk. Mimik wajahnya lucu. Sepertinya dia tahu aku sedang kesal. Tapi melihatnya seperti itu, aku ga tahan.. Dan akhirnya tawaku pecah! Hehe.. Rangga terlihat bingung dengan tingkahku dan tawaku yang tiba-tiba.

"baiklah, aku ga main game, ga main handphone kelamaan, tapi ada satu syarat! Kalau kamu ga bisa penuhin, aku main game lagi!!!",

"baiklah, apa syaratnya?"

"nanti dikantorku, aku mau jalan! Kamu ga boleh gendong aku a la bridal style!!", kutatap matanya kali ini. Dari tadi memang aku sedang mencari cara agar aku bisa jalan sendiri. Tapi aku ga tahu bagaimana caranya supaya rangga setuju. Dan tanpa sengaja, ide itu muncul setelah terjadinya moment ini. Sungguh beruntungnya aku. Karena, walau terlihat berat hati, rangga akhirnya mengangguk! Yeayyyyyy, aku menaaaaaang!!! Aku bersorak sorai didalam hatiku. Tapi, Didepan rangga..

"terima kasih sayang!!", hanya kata-kata itu yang keluar. Hihi

"tapi tetap disebelahku, ga boleh ada jarak!"

"he-eh!! Mr. Overprotected! Hihihi.." Aku mengangguk..

"kita sudah sampai! Bersiaplah!", rangga mengingatkanku. Tapi mukanya masih galak, seakan ga terima kekalahannya, karena kali ini, aku berhasil lolos, dan kami sudah punya kesepakatan, aku akan jalan sendiri dikantorku. Hehe

Kami tiba dikantor jam tujuh lewat empat puluh lima menit. Semua karyawanku yang baru saja tiba, mereka terlihat keheranan kali ini. Aku, yang biasanya cuek, paling hanya datang bersama metha, kali ini turun dengan iring-iringan mobil, ditemani rangga, pria yang sama sekali belum pernah mereka lihat ada disampingku, kini memasuki lobby perusahaan bersamaku, bersikap overprotected, merangkul pinggangku, dan kami berjalan dikelilingi bodyguards, serta jangan lupakan kalau ada dua perawat dalam rombongan kami.

Sedikit banyak, aku sadar dengan teriakan histeris karyawati yang ditahan oleh tangan mereka saat melihat rangga. Ingin rasanya aku samperin mereka, dan buat pengumuman, setiap karyawati harus menundukkan pandangan, tertangkap menatap rangga maka potong gaji 25%!! Arghhhh... Aku juga ingin sekali membuat pengumuman, aku istri sahnya.. Supaya tak ada lagi wanita yang meliriknya.

"sayang, dimana ruang kantormu? Ruang rapat utama?", suara rangga mengagetkanku ketika kami berdiri didepan lift.

"ah, itu.. Lantai 17.. Apa kita kesana?", rangga mengangguk.

"ada apa?", tanyanya melihatku sedikit kesal.

Aku menatapnya sebelum menjawabnya.

"aku cemburu! Semua karyawati menatapmu dengan tatapan yang membuatku cemburu!", kataku pelan.

"sayang, aku hanya milikmu, ingat itu!", kali ini tangannya mengangkat daguku, dan mendaratkan ciuman dibibirku, didepan semua karyawanku.. Walaupun ciuman itu hanya seperkian detik, tapi aku tahu, dengan csra itu rangga menunjukkan pada mereka siapa aku untuknya. Jadi, tak ada kesempatan untuk yang lain. Aku juga mendengar teriakan histeris mereka yang melihat dari kejauhan.

"yang.. Kamu tu...!!", rangga hanya tersenyum dan merangkulku semakin dekat. Kami memasuki lift, menuju ruang ceo, lantai 17.

Setibanya di lantai 17, kami langsung menuju ruang rapat utama. Disana, sudah ada tim hukum perusahaan kami, metha, para dewan direksi, dan seseorang yang tidak ku kenal mendekati kami.

"selamat pagi, pak rangga!"

"pagi! Apa draft yang kemarin saya kirim sudah dipersiapkan?"

"sudah pak!"

"bagus!"

"sayang, apa semua sudah berkumpul?", aku menatapnya. Dan mengangguk.

"baiklah, kalau begitu kita mulai sekarang!"

Aku mengangguk. Degan isyarat mata, aku memanggil metha, dia pun mendekat ke arahku. Sepertinya metha masih terlihat khawatir dan panik atas peristiwa kemarin. Dia tidak se-energik biasanya.

"selamat pagi, bu vina, pak rangga!", sapanya

"metha, Tolong persiapkan untuk buka rapat!"

"baik, bu!"

Semua diruangan masih berdiri, memberi hormat pada aku dan rangga. Kami berjalan menuju kursi utama. Aku menolak saat rangga ingin aku duduk dikursi utama, aku memilih duduk dikursi sebelah kanannya, dengan metha duduk disebelah kananku. Dari struktur tempat duduk, aku yakin para anggota rapat sudah tahu apa yang akan terjadi dengan perusahaan kami. Dan siapa pemimpin mereka sekarang.

"selamat pagi, bapak ibu. Terima kasih atas kehadiran bapak ibu diruangan ini.. pada pagi hari ini, kita akan mengadakan rapat yang sangat penting. Ibu vina, sebagai CEO sekaligus pemilik V company, akan menjelaskan lebih detail.", metha duduk dan menyerahkan rapat kepadaku.

"selamat pagi. Saya tidak akan panjang lebar. Perkenalkan bapak Rangga!", tanganku memberikan arahan untuk mereka semua melihat Rangga.

"beliau adalah suami saya, dan mulai saat ini, CEO V-Company adalah bapak Rangga! saham dan semua aset yang saya miliki, juga akan diurus oleh beliau. Terima kasih.", ruang rapat sedikit ricuh, tapi kegaduhan itu hanya terjadi beberapa detik, mereka semua kembali diam.

"bu vina, mohon maaf.. Bukan saya bermaksud tidak sopan, hanya ingin memastikan, Apa suami anda, bapak Rangga memiliki kemampuan sama seperti ibu?", pak Budi, pimpinan humas V-Company mengajukan pertanyaan pertama.

Aku hanya diam menatapnya tanpa menjawab.

"selamat pagi semua, perkenalkan, nama saya Fadli. Saya adalah sekretaris dari FGC company. Dan bapak Rangga, adalah CEO sekaligus pemilik dari Fortune Group Company.", fadli berdiri dan secara tidak langsung menjawab pertanyaan pak Budi. Semua karyawan sekarang mengerti dan paham siapa rangga setelah mendengar FGC.

"Ada beberapa informasi yang akan disampaikan oleh bapak rangga. Mohon kerjasamanya untuk mendengarkan setiap arahan beliau", fadli melanjutkan perkataannya. Fadli, sekretaris rangga? Hah.. Syukurlah! Aku sedikit lega mendengarnya. Sekretaris suamiku bukan wanita! Hihi..

"selamat pagi! Saya yakin, bapak ibu diruang rapat ini sangat terkejut dengan keputusan istri saya. Berdasarkan kesepakatan yang telah kami buat, mulai hari ini, V-Company dan seluruh perusahaan cabang yang ada dibawahnya akan berada di bawah Fortune Group Company. Dan bapak Haris, selaku ketua tim hukum perusahaan FGC, akan menjelaskan semua pasal-pasal perjanjian yang saya dan vina telah setujui dan akan kami tanda tangani hari ini.", Rangga menjelaskan maksud dan tujuan rapat ini. Tapi, perjanjian??? jujur.. Aku agak kaget dengan ini.. Ternyata rangga sudah mempersiapkan sampai sejauh ini? Pasal perjanjian? Aku cukup penasaran, karena rangga ga pernah bahas ini sebelumnya. Aku juga ingin tahu dengan apa yang rangga rencanakan pada perusahaanku.

Tim hukum yang dibawa Haris membagikan copy perjanjian pada seluruh peserta rapat. Draftnya cukup tebal. Dua puluh lima halaman,, kapan rangga membuat draft ini? Belum sempat aku membacanya, rangga Sudah memberiku catatan kecil, yang diselipkannya ditanganku. Isinya

"JANGAN DIBACA!! itu terlalu tebal! Aku melarangmu membacanya, sayang!"

Aku penasaran, tapi aku menghormatinya.. Jadi, aku hanya mendengarkan haris berbicara. Aku cukup pintar untuk menganalisa dari point-point yang dibacanya dalam perjanjian dan menganalisanya.. Intinya:

1. V-Company dan semua anak cabang dibawahnya akan berada dibawah FGC

2. FGC akan mengatur operasional V-Company.

3.. Kepemilikan saham, aset dan keuntungan dari V-Company sepenuhnya adalah milik vina ariescha pranata

3. Tidak ada pembagian keuntungan saham untuk FGC. Seluruhnya, adalah milik V-company

4. Setiap tindakan dan keputusan, hanya akan dilakukan atas izin vina ariescha pranata

Wow.. Perjanjian macam apa yang dibuat rangga??? Tidak ada yang menguntungkan untuk FGC! Dari apa yang kutangkap dalam isi perjanjian ini, rangga hanya menambah beban pekerjaan bagi karyawan dan dirinya sendiri tanpa ada untung bagi perusahaannya. Bahkan mereka juga tidak mendapatkan dana hibah tahunan. Semua masih menjadi milikku.

"jadi kau bekerja sosial disini?", aku menyelipkan kertas padanya.

"ini caraku melindungi istriku.", balasan pesan dari rangga.

"aku ga mau! Aku ga akan tanda tangan! Ini terlalu melelahkan untukmu!"

"aku suamimu, sayang! Menurutlah padaku! Semua untuk masa depan kita dan anak-anak kita! Aku ga suka penolakan!", kertas terakhir, ini membuatku menyerah.

Rangga menggunakan kata anak-anak.. Yang membuatku membayangkan melahirkan mini rangga, aku ingin sekali punya banyak waktu untuk anakku. Karena masa kecilku, aku seperti tidak memiliki mom and dad. Mereka mengabaikanku. Mom jadi baik padaku setelah dia tahu kak doni menjadi kekasihku. Mulai saat itu, hubungan keluarga kami membaik. Daddy sering pulang ke rumah dan mommy juga tidak sibuk dengan urusan sosialitanya. Sejak dulu, Aku bertekad, aku akan meluangkan banyak waktuku untuk anak-anakku kelak.

"bu.. bu vina!", metha menyenggol tanganku.

"ah, iya?", semua mata tertuju padaku, sekarang. Fuih... Apa yang kulakukan? Aku asik dengan lamunanku sendiri! Ini kali kedua aku kehilangan konsentrasi saat rapat. Pertama, saat rapat dengan Light company di restorant fancy Dan kedua, hari ini.

"mm.. Metha?", suaraku sedikit berbisik.

"ini bu..", metha memberikan catatan kecil.

"beliau tanya apa ibu setuju?", vina menulis diatas sticky note diatas map.

"ehm.. Saya setuju, apapun yang sudah diputuskan pak rangga!"

"bu....", metha lagi-lagi memanggilku

"ah, apalagi, metha?", kali ini aku menatap rangga tersenyum, mungkin setengah tertawa, arrghhhh...apa sih yang tadi mereka bicarakan???? Aku kesal sendiri sekarang. Karena semua orang diruangan ini sepertinya jadi kebingungan dan saling pandang setelah jawabanku tadi..

"pak hasan, tadi bertanya, apa ibu setuju untuk menukar draft ibu? Karena draft yang ibu pegang itu sudah ada coretan milik pak hasan." metha memberikan sticky notes lagi padaku. Karena terburu-buru, tulisannya berantakan sekali.

"berikan padanya, metha!!", metha pun mengambil draft milikku dan memberikan kepada pak hasan, lalu menukar draft yang baru. Beberapa Anggota rapat berusaha sekuat tenaga menahan tawa, owh.. Betapa malunya aku...

Pak hasan kembali menyelesaikan pembacaan surat perjanjian. 10 menit kemudian, aku dan Rangga menandatangani kontrak kerjasama.

Rangga meminta kepala humas perusahaan untuk merahasiakan berita ini dan baru boleh direlease besok pagi, itupun tanpa membeberkan point-point kerjasama. Saat ini, hanya peserta rapat saja yang boleh mengetahui isi rapat dan dilarang menyebarkannya.

Kami menyelesaikan rapat sekitar 30 menit. Peserta rapat kembali ke departemen masing-masing.Tapi, Rangga melarangku keluar dari ruang rapat, karena pukul 8:45 pagi. Kami ada rapat lagi dengan Fast Auto Car.

"apa kamu selalu ga fokus saat rapat?", tanya rangga meledek. Aku hanya diam dan meliriknya sinis. Tapi justru membuatnya senyum-senyum sambil berpura-pura membuka laptop.

"metha!!!! Kenapa tadi kamu tulis seperti ini?", ketimbang mengomentari rangga, aku memilih untuk membully metha.

"eh itu bu, tadi memang kalimat terakhir pak hasan tanya ibu setuju atau enggak.."

"isssssh... Ini tuh ambigu!!!",

"maaf bu.. Abis ibu..."

"kamu nyalahin saya?!"

"eh, enggak bu.. Saya aja yang salah! Maaf ya bu..", metha mengalah menjadi bulan-bulananku. Rangga hanya tersenyum melihatku, walaupun matanya masih menatap laptopnya.

TOK TOK TOK

Reza dan beberapa staffnya dari fast auto car telah tiba. Mereka telat lima menit dari jadwal yang sudah ditentukan.

"selamat pagi, bu vina! Wah, Cantik sekali kamu pagi ini.. Tak biasanya secerah ini! Dan tumben rapatnya pagi-pagi?" sambil mengulurkan tangannya.

"selamat pagi, reza!", aku masih diam duduk dikursiku. "perkenalkan, Pak rangga. CEO V-Company!", aku mengarahkan tatapan reza menuju ke Rangga.

Mengingat kejadian di Ritz Calton dengan james, tentu saja aku ga berani menyalami tangan reza. Hihi.. Kali ini reza tampak bingung dan memandang Rangga.

"se.. Selamat pagi, pak Rangga!"

"selamat pagi!", rangga menerima uluran tangannya. Tapi, sikapnya sudah kurang bersahabat. Atau mungkin memang rangga lebih serius saat bekerja?

"Fadli!"

"baik, pak!", fadli langsung membuka map dan mempersiapkan rapat! Dia terlihat sangat profesional.

"selamat pagi. Terima kasih atas kedatangannya, pak reza dan staff. Kami sangat menghargai kedatangan bapak! Pihak perusahaan telah mempelajari perubahan draft kerjasama yang bapak minta. Dan kami juga sudah memutuskan untuk kelanjutan kerjasama ini. V-Company akan mundur dari program kerjasama dan pembiayaan research fast autocar. Terima kasih atas tawaran kerjasama yang dibuat. Sekian isi rapat kali ini dan.."

"Apaaaaa!!!" reza terlihat begitu emosi dengan menggebrak meja. "vin, lo ga bisa gitu, dong.. Kata lo mau bantu gue dan siap untuk support 100 persen! Tapi kenapa sekarang malahan mundur? Padahal, gue udah ngelepas semua investor yang mau biayain gue! Ini namanya lo permainin gue!", reza sangat berapi-api dan berbicara dengan intonasi tinggi kepadaku dengan tangannya juga menunjuk-nunjuk ke arahku.

Aku hanya menatapnya tanpa menjawab apapun.

"jawab, vin! Kenapa lo giniin gue??"

Aku hanya tersenyum sinis..

"kapan saya janji mau bantu dan mau support dana 100%?", tanyaku.. "amnesia??", lagi aku bertanya padanya.

"kita bahas ini sebulan lalu dirapat pertama kita di apartemen lo!"

"okey.. Metha, ambil rekaman hasil rapat itu!!"

"baik, bu!"

"re.. Rekaman?", kini giliran reza yang terlihat mulai gugup. Jelas dia terlihat kikuk..

"ehmm .. Jadi lo rekam obrolan kita?"

"saya selalu merekam catatan rapat untuk mencegah amnesia!", jawabku asal. Vina datang membawa rekaman dan bersiap menyetel rekaman suaran itu.

"e..elo ga bisa gitu dong vin, gimana juga lo mesti anggep gue sebagai temen lo! Kita kan udah temenan dari sma! G..gi..ni cara lo merlakuin temen? Lo tau kan pengaruh gue disekolah dulu? Gue ni ketua osis!", aku hanya menatapnya.. Tak menjawab apapun, menyilangkan tanganku didadaku dan menyenderkan tulang belakangku di kursi.

Rekaman rapat diputar,

"selamat siang pak reza. Silahkan duduk. Mengenai proposal bisnis bapak, boleh kami minta salinannya?"

"ya elah, mba sekretaris! Vina ini temen saya sma! Saya kenal dia dari sma! Ga perlu lah proposal-proposalan."

"tapi, pak prosedur.."

"ah udah! Santai aja sih!! vin, pa kabar lu? gue punya bisnis menjanjikan ni!"

"apa tu?"

"perusahaan gue.. Kita bikin mobil nasional vin! Lo mau tolongin gue?"

"mobil nasional?"

"iye. Kita bikin mobil nasional. Nih!! Konsepnya!"

"mobil hybrid?"

"iya, vin! Lo liat, perusahaan gue udah dapet hak paten! Lo tau kan, artinya? Cuma perusahaan gue yang bisa kembangin ini!"

"terus?"

 

"Stoooop!!!",reza berteriak! metha langsung menghentikan rekaman. Sejenak.

"vin, ternyata gitu ya sikap lo ama temen sendiri! Sial gue punya temen kaya lo! Mentang-mentang kaya, sombong! Gue cabut! Yuk!!", reza mengajak semua staffnya

"mohon maaf, anda tidak bisa keluar dari ruangan ini!", pria-pria yang tadi pagi ada didepan rumah kami, mereka menghadang reza dan staffnya untuk pergi.

"eh, apa-apaan ni?? Gue bisa telepon polisi sekarang!! Tindakan kriminal, menyandera orang!", reza coba menakuti mereka.

"silahkan, kalau bapak tidak puas, kami sangat bersyukur jika bapak mau memanggil polisi. Karena kami tidak perlu capek-capek panggil polisi. Kami bisa mengajukan tuntutan balik mencederai kerjasama, karena bukti dikami sangat kuat! kami juga punya rekaman hasil pembicaraan dirapat bapak sebelumnya. Kami bisa mengajukan pasal berlapis, termasuk tindakan kurang menyenangkan dalam ruang rapat ini yang dilakukan oleh bapak reza kepada ibu vina! Perkenalkan, saya haris, tim kuasa hukum ibu vina!", haris yang masih ada dalam ruangan ini sangat sigap dia tahu dengan kode yang diberikan rangga untuk berbuat apa.

"a.. Apa???" wajah reza kali ini benar-benar pias... Pucat dan terlihat sangat ketakutan.

"sebaiknya bapak reza kembali lagi ke kursi bapak dan kita sama-sama mendengarkan isi rekaman rapat sebelumnya!", haris menjelaskan dan, suddah tidak ada lagi pilihan, reza harus melakukannya.

"ibu metha, silahkan dilanjutkan!", kali ini Fadli yang memberikan arahan.

"baik, pak!"

 

"yah, tolongin gue, lah vin.. Susah banget soalnya cari investor.. Lu kan udah kaya, berhasil.. Bantulah temen lu ini biar kecipratan dikit! Gini deh, gue 40: lu 60 gimana? Terus, setelah tahun ke 10, lu dapet 80 persen, gue 20 persen! Ni menguntungkan banget vin.. Ayolah!"

"harus gue pikirin dulu, za.. Gue mesti rapat sama dewan direksi. Ga bisa sembarangan!"

"ya elah, pake duit lu pribadi aja vin...tolongin gue, lah.. Bini gue mau lahiran tiga bulan lagi! Sekarang gue ga ada kerjaan selain nge goal in proyek ini! Tolongin gue lah, vin. Anggep aja lo bantu temen!"

"ok deh! Nanti metha siapin draft kerjasama sesuai rapat kita hari ini!"

"nah, dari tadi kek! Ga usah muter-muter! Tengkyu ya vin! Oh iya, sekalian dong, gue pinjem duit vin.. Rumah bokap gue, udah gue jaminin ke bank buat biaya paten. Sampe sekarang gue belom dapet investor! Jadi, macet banget kredit bank.. Tolongin gue lah vin.. Entar surat rumah bokap gue, lo pegang dulu! Yang penting keluarin dulu dari bank surat rumahnya, please vin.."

"berapa total pinjeman lo?"

"dikit, cuman 2 milyar, vin.."

"hemmmm... Okelah. Kasih nomer rekening lo ke metha, biar dia urus nanti!"

 

Rekaman selesai

"dan gue sampai saat ini belum menerima surat rumah itu, za!", aku mengingatkan.