webnovel

Setan

"Darimana?"

Bintang yang baru saja menghempaskan diri di tempat duduknya, menoleh pada Mita yang melontarkan pertanyaan barusan. Gadis itu baru saja mengumpulkan lembaran kuisnya dan membereskan kertas-kertas cakaran yang berserakan di meja.

"Dari perpus," jawab Bintang. Padahal sebenarnya ia tidak sampai di perpustakaan. Setelah bertabrakan dengan cowok yang tadi, ia kehilangan mood ke perpustakaan sehingga lebih memilih menghabiskan waktu di kelas Bu Anjani.

Mita mengangguk-angguk pelan.

"Ya, waktunya habis." Suara Bu Anjani memicu desahan kesal anak-anak lain yang belum menyelesaikan kuis. Satu persatu dari mereka melangkah gontai kepada Bu Anjani, menyerahkan selembar kertas yang telah mereka kerjakan dengan penuh perjuangan.

Setelah Bu Anjani keluar, terdengar pengumuman dari speaker di sudut kelas bahwa guru-guru akan melaksanakan rapat sehingga siswa-siswi diperbolehkan pulang cepat.

"Yah, gue belum telepon penjemput gue," keluh Mita sambil mengetuk-ngetukkan kepalan tangannya ke meja, seolah dengan begitu dapat menemukan solusi.

"Rumah lo dimana?" tanya Bintang.

"Di Griya Permata." Mita menyebutkan nama sebuah perumahan, yang letaknya searah dengan rumah Bintang.

"Mau pulang bareng gue?" tawar Bintang pada teman sebangkunya itu. "Tapi naik bus," tambahnya cepat.

Mita mengangguk antusias. "Boleh."

"Pulang sekarang, yuk?"

Mereka meninggalkan ruang kelas menuju loker masing-masing. Koridor yang mereka lalui kini dipenuhi oleh siswa-siswi dengan wajah sumringah karena diperbolehkan pulang cepat.

"Bintaaaang!" Thalia berteriak dengan suara cemprengnya sambil berusaha memisahkan diri dari kerumunan. Saat Bintang menoleh, gadis itu bersama dengan gadis mungil teman sebangkunya sudah ada di belakangnya. "Mau langsung pulang?"

"Iya," jawab Bintang. "Lo mau kemana?"

"Nggak kemana-mana, sih," jawab Thalia.

"Ya udah, ayo pulang," ucap Bintang. Tapi tampaknya tidak digubris oleh Thalia.

"Eh, lo Mita, kan?" Thalia bertanya, sambil menunjuk gadis berkacamata di belakang Bintang.

Mita mengangguk, seulas senyum tersungging di wajahnya. "Yup. Yang waktu itu dihukum bareng lo."

Mereka bertiga tergelak—Mita, Thalia, dan teman sebangku Thalia yang entah siapa namanya. Bintang mengernyit, tidak tahu apa yang sedang mereka bicarakan.

"Lo berdua yang waktu itu jalan jongkok keliling lapangan sambil teriak-teriak?" Gadis mungil yang entah siapa namanya itu buka suara. "Ya ampun, gue nggak nyangka."

"Iya, padahal gue cuma telat lima menit loh," cerita Thalia.

"Lo mending. Gue? Cuma dua menit. Dua menit," tukas Mita.

"Lo berdua, sih. Udah tau kita disuruh ngumpul jam setengah tujuh, masih aja ngaret," ucap si gadis mungil.

Mereka bertiga kembali tergelak.

"Nggak ada yang mau pulang, nih?" Bintang yang sedari tadi diam kini buka suara.

"Eh," Thalia menarik Bintang ke dekatnya. "Kenalin, ini Nova," ucap gadis itu, memperkenalkan gadis mungil di hadapannya. "Nov, ini Bintang."

"Nova." Gadis mungil itu menyodorkan sebelah tangannya.

Bintang menyambutnya, dengan seulas senyum tipis yang singkat. "Bintang." Gadis itu kembali menatap Thalia. "Ayo pulaaaang."

"Iya, iya."

Mereka berempat kembali melanjutkan langkah ke loker.

"Jadi lo yang namanya Bintang," ucap Nova, menyerupai gumaman.

"Iya," balas Bintang sambil bertanya-tanya dalam hati apa salahnya kalau namanya Bintang. Cara gadis itu menyebutkan namanya seperti ia baru saja menemukan buronan yang kabur.

"Lo nggak ikut MOS, kan?" tanya gadis itu lagi.

Bintang menyengir, sebagai jawaban iya.

"Sebenarnya kita sekelompok kalo lo ikut," jelas gadis itu. "Nama lo ada di daftar kelompok 2."

Bintang mengangkat bahu. "Sayangnya gue nggak ikut."

Mereka telah sampai di ruang loker, sehingga mereka mulai berpencar ke loker masing-masing. Setelah selesai dengan urusan loker masing-masing, mereka melesat ke koridor utama untuk segera pulang.

***

"Mau kemana lo?"

Seseorang menarik strap ransel Bintang saat tengah menyusuri halaman depan sekolah, membuat langkah gadis itu terhenti dan menoleh. Ketiga teman di sampingnya ikut menoleh.

Si cowok brengsek.

"Aula disana, kalo lo nggak tau." Cowok itu menunjuk ke arah aula di samping koridor utama.

"Gue mau pulang," tukas Bintang.

"Nggak." Cowok itu kembali menarik strap ransel Bintang, mencegah gadis itu agar tidak beranjak. Ia lalu menoleh pada ketiga teman Bintang. "Lo bertiga pergi duluan. Anak ini ada urusan sama gue," ucapnya dengan nada memerintah. Setelah berkata demikian, ia menyeret Bintang kembali ke koridor utama.

"Eh, lo apaan sih." Bintang meronta, meminta dilepaskan. Baru setelah sampai di tepi halaman sekolah, ia berhasil melepaskan diri. "Nggak usah nyeret-nyeret gini, bisa?" semburnya.

"Nggak bisa," ucap cowok itu, tidak mau kalah. "Lo ngelanggar janji. Harusnya lo ada di aula, jam pulang sekolah."

"Tapi ini belum jam pulang sekolah, kan?" balas Bintang sengit. Ia memang benar, karena sekarang baru menunjukkan pukul 12 dan sekolah biasanya bubar pada pukul 2.

"Tapi kita udah dibolehin pulang," tukas cowok itu. "Jadi ini udah jam pulang sekolah."

Bintang menatap cowok itu sinis.

"Lo harus gue ajarin tata krama," ucapnya sambil balas menatap Bintang sengit.

"Gue salah apa, sih?" tanya Bintang kesal.

Cowok itu menaikkan sebelah alisnya. "Mau gue sebutin satu-satu?"

"Coba," balas Bintang, menantang.

"Satu, lo lewat koridor kanan waktu hari pertama sekolah," ucap cowok itu.

"Gue kan nggak tau!"

"Dua, lo nggak minta maaf sama gue."

Bintang mendecak sebal. "Lo yang ngejengkat kaki gue. Kenapa gue harus minta maaf?"

Cowok itu tidak menggubris. "Tiga, tadi lo nabrak gue."

"Kita tabrakan, bukan gue nabrak lo!"

"Empat, lo jatuhin buku-buku gue."

"Udah gue bilang gue nggak nabrak lo!" Bintang mengepalkan tangannya, menahan diri agar tidak menghantam cowok dihadapannya itu. "Lagian gue udah beresin buku-buku lo, kan?"

"Lima, lo ngelanggar janji."

Bintang mendecih. "Janji? Lo buat keputusan secara sepihak, dan lo bilang itu janji?"

"Enam, lo berani sama gue."

"Ngapain takut sama lo?" Bintang tertawa mengejek. "Bego."

"Tujuh, lo nggak ikut MOS."

Bintang memutar bola mata, tidak mengerti lagi jalan pikiran makhluk aneh di hadapannya ini. "Apa hanya gue yang nggak ikut MOS?"

"Sebenarnya ada tujuh orang," jawab cowok itu. "Tapi hanya lo yang nggak punya tata krama."

"Gue punya tata krama!" protes Bintang.

"Oh ya?" Cowok itu menelengkan kepalanya. "Tapi kok kayak nggak punya, ya?"

"Setan lo."

Cowok itu diam sejenak, menajamkan pendengaran. "Apa lo bilang?"

"Setan." Bintang mengulangi dengan jelas. "Lo. Setan."

Cowok itu terkekeh. "Nah, ini kenapa gue bilang lo nggak punya tata krama."

"Udah ah, nggak guna ngomong sama setan." Bintang membalikkan badan. "Cepetan balik ke neraka ya, Setan," ucapnya sebelum melenggang pergi.

Di luar dugaan, cowok itu tidak menahannya ketika Bintang beranjak. Ia hanya diam di tempat, memperhatikan punggung Bintang yang makin lama makin menjauh dengan seulas senyum di wajahnya. "By the way, gue bukan Setan!" teriaknya, berharap Bintang dapat mendengar. "Gue Langit."

ตอนถัดไป