Luna berjalan dengan dongkol, karena kelakuannya tadi pasti anggapan gila yang melekat pada dirinya semakin menguat, ia dengan langkah cepat berjalan ke salah satu toko perhiasan terdekat di kota ini dan masuk tanpa permisi.
Toko perhiasan yang dikunjungi oleh Luna bukan toko perhiasan besar, melainkan toko yang paling kecil dan tidak terlalu mencolok, bangunannya terletak di ujung jalan dan terlihat sangat perlu direnovasi.
Dalam sekilas terlihat akan bangkrut sebentar lagi.
Bel berdenting di atas pintu toko, seorang laki-laki yang menjaga toko mengangkat wajahnya dari balik koran dan berdehem pelan, menyuruh salah satu karyawannya menghampiri Luna.
Seorang wanita berambut pirang datang dengan senyuman di wajahnya, ia memakai pakaian sederhana berwarna coklat.
"Selamat datang, ada yang bisa kami bantu?"
Luna sedikit gugup, ia tidak berpengalaman dalam jual-beli perhiasan. Semasa ia menikah dengan Gerald, ia hanya memakai apa pun yang laki-laki itu berikan tanpa berniat membeli sesuatu yang lain.
"Saya ingin menjual sesuatu." Luna dengan gugup melirik laki-laki yang mulai membaca koran di depannya. "Ini … sesuatu yang …."
Luna tidak bisa melanjutkan kata-katanya, tangannya terulur membuka tasnya dengan perlahan dan kesempatan itu dimanfaatkan oleh Aodan merayap naik ke atas kepala Luna.
"Ah!" Wanita berambut pirang itu menjerit kaget, tapi ketika melihat kadal hitam itu tidak bergerak lagi di atas kepala Luna, ia menghela napas lega. "Apa yang ingin anda jual tadi?"
"Ini …." Luna mengeluarkan apa yang diberikan oleh Aodan tadi dengan gemetar.
Wanita itu menatap Luna yang terlihat sangat gugup sampai mengabaikan kadal yang bertengger di atas kepalanya, ia meraih benda pipih itu dan membawanya ke meja lain di sudut. "Saya akan memeriksanya sebentar."
Luna mengangguk, menelan ludah dan meremas tas kainnya. Perilakunya saat ini persis seperti orang yang sedang menahan diri untuk tidak buang besar. Ekor Aodan menjuntai jatuh ke sisi telinga Luna dan lagi-lagi wanita itu tidak menyadarinya.
Wanita berambut pirang tadi memanggil laki-laki yang membaca koran dan mereka terlihat membicarakan sesuatu lalu mereka beralih menatap Luna.
"Ada apa? Apa itu palsu?" Luna mengerutkan keningnya dengan kedua lututnya mulai gemetar.
"Ini asli," kata laki-laki yang memegang koran tadi dengan mata berbinar-binar, ia melirik kadal hitam di atas kepala Luna dan berdehem. "Ini 99 % emas murni."
Luna membelalakkan matanya dengan kaget, lalu menarik Aodan yang ada di atas kepala dan meremasnya beberapa kali.
"Kau tidak bohong ternyata." Luna memasukkan kadal hitam kembali ke tas kainnya. "Apa itu .. bisa?"
"Ya! Ya!" Laki-laki itu menyahut cepat. "Kami bisa membelinya asal …."
"Sshh!" Kadal hitam muncul dari dalam tas kain yang tertutup dan menjulurkan lidahnya.
Luna tidak mengerti apa yang dilakukan oleh kadal jadi-jadian itu, rasanya seperti waktu berhenti selama beberapa detik.
"Tentu saja! Tunggulah sebentar kami akan menyiapkan semuanya!" Laki-laki itu berseru riang dan bersama wanita pirang itu dan dengan cepat menyiapkan segala sesuatunya.
Tidak sampai satu jam, Luna yang tadinya miskin dan dianggap gila, kini berubah menjadi milyarder, wanita itu menatap angka nol di buku tabungannya dengan mulut yang menganga.
"Ini asli, nolnya sangat banyak."
Aodan yang ada di dalam tas mendesis dengan suara rendah, mengibaskan ekornya dengan liar di tas kain dengan kesal.
Bagaimana dia tidak kesal, mereka sudah berdiri di samping bak sampah hampir setengah jam dengan Luna yang menatap buku tabungannya.
Kadal itu semakin kesal, ia tidak bisa berubah sekarang dan terlalu memalukan berubah ketika memakai kameja bunga di depan umum.
"Oh, oh, mari kita beli makanan enak!" Luna melangkah dengan riang, sepenuhnya abai dengan kadal hitam yang mengerang di dalam tas yang ia bawa. "Ayo kita beli beberapa kain juga, aku ingin menjahit gaun lagi!"
Ketika sore menjelang, Luna kembali dengan banyak belanjaan di tangannya, tidak lupa pula daging yang dipesan oleh Aodan, ia berjalan dengan hati yang gembira, abai sepenuhnya dengan Bibi Hanah yang menatapnya dengan curiga.
Luna masuk ke dalam rumah, menyalakan semua lampu dari depan hingga belakang, kemudian mengisi semua bahan makanan yang ia beli ke dalam kulkas dan mulai bersenandung.
Aodan melompat keluar dari tas kain yang pengap itu, ia merayap di atas meja dan memperhatikan Luna yang memotong-motong daging, selama wanita itu mulai memasak maka ia akan duduk dengan tenang menunggunya.
"Kadal kecil!" Luna berseru dan meremas tubuh kadal hitam itu dengan gemas. "Tidak masalah kalau kau tidak bisa menjadi Iblis untuk membalaskan dendamku pada Gerald, cukup seperti ini saja aku senang denganmu!"
Kadal hitam itu mendesis malas, mengibaskan ekornya ke tangan Luna, pertanda mengusir.
Luna terkikik gembira, berbalik lagi membelakangi Aodan dan memasukkan daging ke dalam panci, tidak hanya itu saja ia memasak hidangan lain dan membuat minuman yang sangat istimewa atas berkah yang ia dapatkan hari ini.
Rumah kecil yang tadinya suram dan terlihat tidak berpenghuni kini terlihat bersemarak dengan cahaya lampu dimana-mana, aroma lezat yang menggiurkan dari masakan Luna menguar di udara, Aodan berguling dengan gelisah, sangat ingin makan.
"Tunggu sebentar lagi." Luna menutup panci dengan pelan, lalu mendorong buah-buahan yang ia beli ke arah kadal hitam itu. "Makanlah ini dulu."
Aodan menghentakkan ekornya dan mendesis, pertanda tidak terima. Luna mengangkat bahu dan beranjak memungut semua pakaian kotor dan memasukkannya ke mesin cuci, mengambil sapu dan menyapu lantai dengan cepat.
Ketika Aodan hampir menggigit separuh apel dengan giginya, akhirnya daging yang ia tunggu-tunggu telah matang. Luna mengusap telapak tangannya dan mengeluarkan dua buah mangkuk, menaruhnya di depannya dan Aodan.
"Ayo makan selagi panas, ini adalah sup dengan resep rahasia keluargaku." Luna meletakkan sendok di atas mangkuk Aodan dan kembali ke mengaduk sup yang ada di mangkuknya sendiri.
Wanita itu sangat bersukacita, semua yang ada dalam pandangannya itu terasa menyenangkan dan karena ia terlalu lapar, ia makan dengan cepat dan benar-benar lupa dengan kadal hitam yang menatapnya dengan mata berkaca-kaca.
Aodan mendesis, bagaimana cara dia makan kalau mangkuk yang diberikan Luna saja lebih tinggi dari tubuhnya?
Terlebih lagi, mangkuk ini sangat panas, jangankan untuk menyendok, untuk menyentuh pinggirannya saja empat kaki kadalnya terasa terbakar dan tidak nyaman.
"Sshh!" Aodan mendesis lagi, kali ini lebih nyaring dari sebelumnya.
Luna mengunyah daging sup dengan lahap, lalu terdiam ketika merasakan tatapan tajam dari mata yang berwarna keemasan itu ke arahnya, ekornya yang panjang itu menyentak sendok beberapa kali.
Wanita itu menelan makanannya dan berdehem. "Kau tidak bisa menjadi manusia lagi?!"