webnovel

Sisa Air Mata

Sans dan Shara beranjak dari meja hidangan yang tak jauh dari sisi kolam setelah meletakkan alat makan. Setelah puas memenuhi lambung dengan sajian makan malam bersama bunda Sans, mereka undur diri. Bibir bunda Sans melengkung lembut memantau kedekatan Sans dan sahabat masa kecilnya dari balik meja makan.

Rambut gelap Karolin yang terjalin rapi melunglai pada bahu kanannya. Dress santai putih tulang polos membungkus bahu rampingnya hingga lutut. Wanita dewasa permaisuri tuan besar Ken tak hanya gemar mengubah warna dan gaya rambutnya tetapi juga iris penglihatannya yang menawan. Jadi jarang ada orang luar mengetahui warna rambut dan iris alami seorang Karolin.

Ketika Karolin beranjak dari mejanya, beberapa pelayan perempuan bergegas menghampiri meja makan dan membersihkan peralatan makan yang telah digunakan. Dalam sekejap, permukaan kaca meja makan kembali berkilau dan semerbak mewangi.

Sementara Sans yang enggan melepaskan kaitan tangan, membimbing langkah Shara menuju tepi kolam renang. Mereka menyamankan tulang dudu di tepian yang sedikit basah kemudian merendam betis hingga lutut. Dua sejoli yang sepakat memakai celana pendek tak payah melipatnya.

Pantulan bayangan putra dan sahabat perempuannya pada retina Karolin menarik bibir wanita kelas atas itu melengkung cantik. Namun langkah gemulai wanita dewasa itu mengikis jaraknya dengan pemuda berkaos oblong pada sudut taman yang bersebelahan dengan kolam pribadi.

Pandangan Karolin jatuh pada pemuda pirang yang melipat lututnya dalam kepungan beberapa ekor kucing persia besar. Empat kandang bernama berjajar rapi di dekat Prada.

"Prada sudah makan malam?" sapa Karolin tiba-tiba.

Prada yang tengah asyik membagi jatah camilan malam empat persia bulu lebat itu, berpaling sejenak.

Prada beranjak dari lutut yang terlipat setelah menyinggungkan sepasang telapak tangannya berulang kali.

Prada menggaruk tengkuknya. "Sudah, Bunda Bos! Tadi sore makan besar bersama para karyawan di dapur belakang."

Karolin tersenyum kecil. Lehernya menoleh arah kolam. "Tidak bergabung dengan mereka?"

Prada mengikuti arah pandang Karolin. Tampak dua sejoli bersenda gurau dalam aura merah jambu.

Prada menggeleng. "Tidak, Bunda Bos! Saya bermain dengan kucing-kucing saja, mereka lebih perhatian. Kalau saya bergabung dengan dua remaja labil itu, mungkin hanya dianggap patung setan."

Karolin terbahak anggun. "Kamu ada-ada saja."

Prada hanya menyeringai cengengesan.

Karolin menepuk bahu Prada. "Sekali-kali bawa teman dekat kamu ke sini. Kamu tidak punya sahabat atau pacar?"

Sebuah teriakan bukan Prada membalas saran Karolin. "Dia baru saja diputuskan pacarnya, Bunda!"

Prada melempar tatapan kesal pada Sans yang terkikik jahil dari arah kolam.

"Loh, siapa gadis itu? Lalu kenapa putus, Prada?"

Prada menggeleng cepat. Mulutnya tergagap. Niat hati ingin menjawab tapi bibirnya hanya mampu terbuka dan terkatub tanpa kata.

Sans kembali memberikan jawaban. "Gadis itu meninggalkan Prada karena dia ketahuan selingkuh, Bun!"

Karolin melongo takjub. "Bunda tidak tahu kapan kamu punya pacar. Kenapa tiba-tiba sudah selingkuh? Lalu siapa gadis malang itu?"

Prada panik. "Bukan seperti itu, Bunda Bos!"

Wanita kelas atas itu berpikir sejenak. "Jangan-jangan gadis itu pengantar roti dari lecker bakery?" tebak Karolin.

Prada mengulum bibirnya dalam tundukan kepala. Dia tak akan membiarkan semburat merah di bawah matanya terlihat siapa saja.

"Benar, Bun! Prada suka gadis polos yang bisa ditipu!" ledek Sans keterlaluan hingga Shara menyiku rusuknya keras.

Prada setia menggeleng dan mengibaskan jari.

Karolin berkacak pinggang. Lirikan tajam menusuk mata Sans. Si putra tunggal hanya mampu tersenyum jahil serta membuang muka.

"Kalau itu bunda tidak percaya. Bagaimana bisa dia menjadi playboy sedangkan pekerjaannya hanya mengikutimu terus?"

Prada mendesah panjang mendengar penuturan sang bos besar. Sementara Sans hanya menaik-turunkan bahunya masa bodoh.

Karolin meraih seekor kucing persia paling buncit dari lainnya, kemudian mendekapnya erat. Jemarinya berlarian antara lebatnya surai hewan kesayangan.

"Prada," panggil Karolin lembut.

Prada menatap sang majikan. "Iya, Bunda Bos!"

"Sepertinya kamu sudah terlalu letih menjaga Sans sehingga melupakan masa muda. Saya pikir bagus jika saya memberikan cuti dua minggu padamu."

Kelopak mata Prada melebar. "Benarkah?"

Karolin mengangguk yakin. "Kamu juga butuh jalan-jalan bersama teman-teman, kan? Carilah teman dekat untuk berbagi cerita!"

"Terima kasih, Bunda Bos!" tutur Prada bersyukur.

Sans terusik mendengar kebijakan sang bunda. Sepasang tungkainya yang terendam dinginnya air malam kolam pribadi, segera diangkat menjauh. Kemudian dia beranjak dan menghampiri dua orang yang tengah asyik berdialog.

Sepasang tangan terlipat geram. "Tidak bisa, Bun!" protes Sans.

"Kenapa tidak bisa? Bunda sudah memutuskan pasti bisa." sanggah Karolin.

Sans sulit menerima keputusan sang ibu. "Lalu siapa yang akan menjaga Sans dua minggu ini?"

Karolin melepaskan sang peliharaan dari dekapannya kemudian menepuk bahu putra semata wayangnya. "Bunda sudah berdiskusi dengan ayah. Salah satu staff keamanan keluarga kita akan mengawalmu sementara."

Bola mata Sans beredar jenuh. "Apakah dia juga akan masuk dalam kelas?"

Telunjuk lentik Karolin bergoyang dua arah. "Tentu tidak, Sayang! Dia hanya akan menunggu di luar gedung sekolah. Di sekolah kan masih ada Prada."

"Maaf, tapi maksud Bunda?"

Karolin berdehem ringan. "Jadi untuk berangkat dan pulang sekolah bukan Prada lagi yang menemanimu. Jika kamu ingin mengunjungi suatu tempat bukan Prada lagi yang mengawalmu. Hanya untuk sementara."

Prada menahan tawa girangnya.

Sans berpaling pada pemuda di belakang sang bunda. Langkahnya mengikis rentang antara mereka. Bunyi gesekan telapak kaki Sans dengan rerumputan tertahan saat paras eropa terpantul dekat pada retinanya.

"Jadi kamu senang?" tanya Sans sinis.

Prada terbahak. "Bukan hanya sekedar senang, Tuan Muda!" balasnya mencibir.

Sans mengepalkan tangan kanannya. "Awas kamu, ya! Potong gaji!"

"Tunggu dulu, Putraku tersayang!" sela Karolin. "Gaji Prada tetap seperti semula. Tidak ada pengurangan!"

Prada menepuk bahu Sans pelan. "Selamat menikmati hari terkekang sedunia!"

Sans menyingsingkan lengan sweater biru cerah sebelum menggapai tangan Prada. Sayang, Sans harus menelan kecewa karena gerak gesit sang pangawal yang merangkap pelatih karate. Dia sukses mengelak dan meloloskan diri.

Mereka berkejaran menuju Shara yang masih bergeming di tepi kolam renang.

Prada memacu laju kakinya. "Shara, toloooooong!!!"

Shara hanya menjulurkan lidah meledek tanpa memenuhi permintaan Prada.

Sans pantang menyerah menggapai Prada yang terus melaju mengitari tepi kolam. Tiba-tiba Prada menahan langkah dan berputar setengah lingkaran. Sans yang kesulitan mengendalikan laju tungkainya, terkejut hebat. Kaki Sans tanpa alas itu tertawan licinnya lantai tepi kolam hingga terpenjara dalam pelukan dingin permukaan air.

Shara beranjak. Matanya beredar gelisah. Gadis itu bersiap meluncur dalam dinginnya air jernih. Namun Prada menahan lengannya.

Prada melipat lengannya. "Tenanglah! Mudah sekali kamu melupakan fakta bahwa tuan muda pemilik kolam renang bahkan sangat lihai menyelam."

Shara menyiku rusuk Prada kesal.

Karolin berlarian kecil menghampiri tepi kolam. "Hati-hati! Kalian masih saja seperti anak kecil."

Sans menampakkan parasnya dari dasar kolam. Kepalanya kuyup. Rambut gelapnya melekat pada dahinya sebagian. Pemuda itu melangkah mantap di antara kepungan pasukan air, mendekati tepi kolam yang semakin dangkal. Perlahan kepala dan leher basah terlihat dan tampak mempesona dengan aliran air yang melingkarinya. Semakin mendekat semakin terlihat dada bidang dan tubuh kekar tanpa penghalang. Otot maskulin dambaan hawa tersaji untuk dunia.

Shara membola. Bibir merah mudah menganga. Pertama kali retinanya memantulkan keindahan seorang Sans yang hanya berbalut celana pendek.

Shara menelan ludah.

Prada menahan tawanya. "Dasar mesum! Pernah menghinaku ternyata dirinya sendiri juga mesum." ledek Prada berbisik di dekat Shara.

Prada telah lebih dulu menghindar sebelum kepalan tangan Shara mendarat di ubun-ubunnya.

Sans telah meninggalkan kolam renang dan menghampiri Prada. Ditolaknya sweater basah dalam genggaman menuju Prada. Beruntung si pengawal sigap menghalaunya.

Prada menggeleng-geleng jahil. "Telanjang dada di depan wanita. Sungguh terlalu!"

Sans mengepal erat. Namun Prada telah melesat cepat menghilang dalam bangunan utama.

Sosok Prada tak lagi tampak, hanya senandung sumbang yang menyentil gendang telinga hingga ke kolam renang.

Suara mendayu yang tak sesuai nada bergema. "Malu-malu dong. Malu-malu dong. Kamu ketahuan BODONG!"

Dada Sans naik turun menahan amarah.

Karolin menepuk punggung lebar putranya. "Cepar gantu baju. Dingin!"

Bunyi derap sepatu riang mendadak terdengar nyaring mendekati kolam. Karolin, putranya dan Shara melempar pandangan pada pria dewasa yang tersenyum lebar serta merentangkan tangan.

Karolin menyambut pria dambaannya dengan dekapan hangat. Sebagai hadiah kecupan bibir singkat sang suami mendarat pada bibir pink penuh sang wanita.

Sans dan Shara saling melirik.

Marino Ken segera mengecup rambut putranya setelah mengurai pelukan dari sang istri. Kemudian parasnya berpaling pada sosok gadis cantik yang tegak di belakang sang putra.

Shara mengulurkan tangannya sopan. Marino Ken segera mendekap telapak tangan lembut itu.

"Apa kabar, Shara?" sapa Marino.

"Selalu luar biasa, Om Marino!"

Marino menepuk ubun-ubun Shara bagai seorang bapak. "Bagus. Saya suka semangatmu!" pujinya.

Bibir Shara melengkung tipis.

"Bagaimana kabar orangtuamu? Sudah pulang ke Indonesia?"

"Papa dan Mama sehat, Om! Tapi belum pulang ke rumah. Terkadang pulang ke Indonesia kurang dari satu minggu. Setelah mengunjungi lab, mereka segera terbang kembali ke Belanda."

Marino menepuk bahu Shara. "Sabar, Shara! Kamu memang putri yang mandiri dan dewasa."

Shara mengangguk mantap. "Papa melakukan sesuatu untuk kepentingan orang banyak. Saya bangga pada Papa."

Marino mengacungkan ibu jarinya. "Bagus!"

Raga tegap Marino mengarah pada sang Putra. Direngkuhnya bahu sang putra semata wayang, hangat. Langkah Marino membimbing Sans bersamanya.

"Sabtu malam minggu depan, Ayah ingin kamu menemui seseorang!"

Marino menutup langkahnya ketika Sans menahan gerak kakinya.

"Kenapa, Tampan?"

Sans berpikir sejenak sebelum membalas. "Apa masalah bisnis?"

Marino Ken berdehem ringan. "Bukan, Tampan! Ayah hanya ingin kamu lebih dekat dengan anak dari teman Ayah. Tiada urusan pekerjaan di sini."

"Seperti acara arisan antar keluarga begitu?"

Marino menggeleng pelan. "Itu juga bukan. Jadi hanya kalian berdua yang bertemu tanpa orang tua."

"Siapa dia, Yah?"

Marino kembali memulai langkah. "Ini kejutan, Sans! Yang jelas dia gadis yang super cantik."

Sans terenyak ketika telapak kakinya menginjak ambang pintu rumah. "Apa? Gadis?"

Sosok dua pria tampan beda usia itu tak lagi terlihat setelah ditelan daun pintu. Bahkan perbincangan keduanya tak lagi menyentuh gendang telinga dua hawa yang masih bergeming di dekat kolam.

Tangan Shara mengepal di kedua sisi tubuhnya. "Apa itu rencana perjodohan dengan Beautya?" gumamnya lirih.

ตอนถัดไป