Hei Xian berbaring dengan mata setengah terpejam, nafasnya melambat untuk berpura-pura tidur. Namun, dibalik jemarinya, ia merasakan tusuk gigi kayu sederhana yang ia sembunyikan di lipatan bajunya. Senjata kecil itu mungkin tampak sepele, tetapi di tangan Hei Xian, itu bisa menjadi alat kematian.
"Kalau mereka macam-macam, aku akan pastikan ini jadi peringatan kecil. Tidak perlu tusuk pedang untuk memberi mereka pelajaran."
Langkah kaki itu semakin dekat, berhenti tepat di depan pintu pondoknya. Terdengar suara kecil dari gagang pintu yang bergetar, seolah orang itu sedang ragu untuk masuk. Hei Xian mendengar desahan napas dari orang di luar pintu. Langkahnya terdengar melangkah perlahan, seperti ingin memastikan bahwa dia tidak terbangun. Lalu suara berbisik terdengar, cukup jelas untuk ditangkap oleh telinga Hei Xian yang tajam.
Saat tangan orang itu menyentuh perutnya, Hei Xian langsung dengan sigap menarik tangan itu dan dengan cepat berada di belakang. Ia menempatkan tusuk giginya di jarinya ke arah leher orang itu. Hei Xian menggenggam erat tangan orang itu. Rasanya sangat kecil dan lembut, bukan tangan pria.
"X-Xian?!"
Suara itu terdengar lembut, dengan nada ragu dan keterkejutan. Ini bukan suara yang ia harapkan—bukan salah satu kakaknya yang gemar mempermainkannya. Dalam kegelapan, mata Hei Xian mulai terbiasa. Perlahan ia melihat wajah orang di hadapannya saat ini. Sedikit ingatan mulai mengalir, membuatnya teringat soal siapa sosok itu.
"Umm, Liu.. kan? Apa yang kau lakukan di tempatku di tengah malam?!" Hei Xian melepaskan orang itu.
"A- Aku baru saja kembali dari tugas yang diberikan keluarga. Lalu aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja setelah kembali. Beberapa hari ini pasti sulit untukmu… Setidaknya menurut perkiraanku. Tapi kamu... sedikit berbeda?" ucapnya bingung dengan suara pelan
"Ya... Anggap saja kehidupan menghantamku dengan sangat keras beberapa hari yang lalu. Cukup keras hingga merubahku." jelas Hei Xian singkat.
"Jika kau tidak ingin menceritakannya, tidak apa-apa. Aku hanya datang untuk melihat kondisimu dan meninggalkan ini di sini."
Hei Liu mengeluarkan sebuah botol kecil. Bahkan dalam kondisi botol tertutup, Hei Xian dapat mencium jika itu adalah sesuatu yang mahal. Setelahnya, Hei Liu meninggalkan tempat Hei Xian, dengan ekspresi bingung dan cemas. Meski begitu ia tidak bertanya lebih jauh atau memaksa Hei Xian mengatakannya. Hei Xian menatap botol yang diberikan oleh kakak nya itu.
Kini Hei Xian membaringkan diri di atas tempat tidurnya, matanya tertutup. Meskipun rasa penasaran menggelitik pikirannya, ia tahu betul bahwa saat ini tubuhnya lebih membutuhkan istirahat daripada menjawab rasa ingin tahunya.
"Tidak perlu terburu-buru. Kalau itu sesuatu yang menarik, aku bisa terlalu bersemangat. Aku harus tetap fokus, menjaga stamina, atau semua usahaku sejauh ini akan sia-sia. Tapi... Hei Liu benar-benar berbeda, jika dibandingkan dengan saudara saudari lainnya." Hei Xian termenung.
"Mungkin karena dia anak ke-8 dan satu satunya anak dari istri ke-3? Dari ingatanku, istri ke-3 tidak hidup sebaik dengan dua istri lainnya. Ia juga mendapat diskriminasi, jadi mereka merasa iba padaku." tebak Hei Xian.
Dengan nafas yang mulai melambat, Hei Xian membiarkan tubuhnya sepenuhnya bersandar pada tempat tidur kerasnya. Udara malam yang dingin masuk melalui celah jendela kecil, tetapi itu tidak mengganggunya. Pikirannya mulai melayang-layang di antara rasa lelah dan semangat untuk menghadapi hari berikutnya.
Saat pagi tiba, sinar matahari yang lembut menembus jendela kecil pondok. Suara burung-burung kecil dan hiruk pikuk pagi dari halaman keluarga Yu mulai terdengar. Yu Jian perlahan membuka matanya, tubuhnya terasa jauh lebih ringan setelah istirahat semalam.
"Bagus. Tubuhku sudah pulih. Waktunya kembali bekerja." Hei Xian meregangkan tubuhnya.
Namun, sebelum ia memulai rutinitasnya, matanya tertuju pada pintu. Masih ada benda kecil yang ditinggalkan saudari itu di sana semalam.
"Baiklah, mari kita lihat apa yang dia tinggalkan untukku. Kalau ini hanya sesuatu yang sepele… hm, aku bisa menggodanya nanti." ia tersenyum kecil.
Hei Xian sudah menebak, namun yang diberikan jauh lebih dari perkiraannya. Sebuah botol penuh pil herbal, pil itu memiliki efek pemulihan dan peningkatan fisik dan Qi. Tercium aroma yang lebih jelas dari aroma rempah dan herbal yang lembut. Meski efeknya belum sekuat pil energi, tapi Hei Xian merasa itu cukup untuk kondisinya yang sekarang."
"Lumayan, tapi yang utama, pilnya sangat banyak. Mungkin sampai sepuluh? Ya itu tidak perlu dipikirkan." Hei Xian melempar sebutir pil ke udara lalu menelannya.
"Dia itu selalu perhatian… Hah, setidaknya masih ada satu orang di keluarga ini yang tidak menganggapku sampah."
Dengan bantuan pil, Hei Xian mencoba sedikit melatih, tepatnya memperbaiki meridiannya yang tersumbat. Ia merasakan sensasi hangat di tubuhnya, menekan rasa panas yang ia rasakan biasanya. Energi ia rasakan mengalir sedikit lebih banyak. Meski begitu progresnya tidak jauh lebih baik dari yang Hei Xian coba sebelumnya.
"Ya... setidaknya rasanya lebih enak daripada yang kubuat sendiri. Terima kasih, kakakku tersayang. Aku akan membalasmu kapan-kapan." Hei Xian memakan lebih banyak pil lagi.
Sensasi hangat yang perlahan menyebar ke seluruh tubuh. Otot-ototnya terasa lebih rileks, dan nafasnya menjadi lebih teratur. Rasa lelah yang tersisa dari latihan hari-hari sebelumnya mulai menghilang. Dengan bantuan semua pil yang diberikan Hei Liu, Hei Xian merasa progres maraton sepuluh kilometernya sudah mencapai jarak satu meter.
"Kalau aku terus mendapatkan dukungan seperti ini, mungkin aku bisa mempercepat latihanku. Tapi aku tidak boleh bergantung pada orang lain. Aku sendiri yang harus menanggung ini."
Dengan tubuh yang lebih kuat,Hei Xian merasa siap untuk menghadapi tahap berikutnya dari pelatihan fisiknya dan mempelajari teknik perbaikan meridian. Namun, ia juga tahu bahwa proses ini semakin berbahaya seiring waktu. Jika ia terlalu bersemangat mempelajari bela diri, tubuhnya mungkin tidak mampu menahan beban Qi yang terlalu besar.
"Aku harus berhati-hati. Tapi juga… sedikit berani. Kalau aku terlalu lambat, mereka akan memanfaatkan kelemahanku."
Hei Xian mencoba melatih fisiknya. Setiap kali ia berhasil menerobos satu sesi latihan, ia akan meningkatkan beban sesi latihan berikutnya. Dengan pelatihan yang konsisten, Hei Xian dapat menggunakan teknik dan pengalaman di masa lalunya dengan efisien. Meski begitu, ia masih belum memiliki stamina yang cukup.
"Hmm... Kalau begini, aku mungkin hanya bisa menggunakan empat kali luminous shift. Walau sebenarnya kurasa itu cukup untuk sekarang."
Hei Xian merebahkan tubuhnya di lantai kayu keras pondok kecilnya, napasnya terengah-engah tetapi penuh kepuasan. Ia meraba otot-otot lengannya, yang masih terasa kaku dan lemah. Tubuh muda yang sangat sehat dan penuh energi. Tidak seperti tubuh yang ia gunakan sebelum kematiannya di usia 51 tahun. Dengan senyuman kecil di wajahnya, ia menutup mata, membiarkan tubuhnya rileks sepenuhnya.
Ketika pagi tiba, Hei Xian merasa tubuhnya jauh lebih baik. Ia duduk di tempat tidur, meregangkan tubuh, lalu berdiri.Ia berjalan ke jendela kecil pondok, memandang ke luar ke halaman keluarga Hei. Ia melihat beberapa kakaknya berlatih dengan senjata dan teknik mereka, tubuh mereka tampak terlatih dan kuat. Pemandangan itu membuatnya sedikit tersenyum.
"Mereka berpikir fisik saja cukup. Aku akan menunjukkan pada mereka, kekuatan sejati adalah tentang keindahan dan kegilaan. Walau fisik juga penting jika dipikir-pikir. Fisik yang sehat memberikan pikiran yang kuat… ya, itu yang selalu mereka katakan. Tapi untukku, kuat ke arah mana? Apakah aku akan menjadi lebih gila? Heh, aku bahkan tidak yakin apa aku pernah waras."
Dengan senyum kecil penuh ironi, Hei Xian berjalan pergi.