Setelah itu, terlihat kami kembali ke rumah setelah menikmati pemandangan hutan yang sudah lama tidak terlihat di mata kami, dan tanpa di sangka sangka, ada sebuah mobil sedan yang ada di depan halaman rumah kami.
"Siapa itu?" Aku tampak bingung sambil masih berjalan di samping Ayah, aku sempat mengenali mobil milik siapa itu, tapi dimana? Tidak mungkin aku lupa? Atau karena mobil itu bukan berasal dari negara ini?
Kemudian terdengar jawaban dari perkiraan Ayah. "Seperti milik John" Kata dia, nama yang dia sebutkan adalah seorang pria yang merupakan adik darinya. Jadi Ayahku memiliki saudara kandung, yakni adiknya dan aku memanggil nya "Paman John?"
Tak berselang lama ketika kami menampakkan diri dari hutan yang hampir gelap karena malam, ada sesuatu yang berbeda di mulai dari asap rokok yang keluar dan terlihat dari depan pintu rumah.
Ayah mendekat duluan dan memanggil. "John!"
Seketika seorang pria langsung mengintip dari pagar kayu teras rumah depan, dia langsung terpanggil dan dia merupakan pria yang tidak lain dengan Ayah, maksudku, tidak lain karena adiknya juga dia seorang pria.
"Oh, rupanya kau pergi, aku sudah beberapa kali memanggil dan mengetuk" Dia menatap tenang tenang saja apalagi ketika mendekat dan kebetulan melihatku dengan senyum bangganya. "Hei, lama tak bertemu"
Tentu saja, kami bahkan tak pernah bertemu semenjak aku ingat di umurku yang masih 5 tahun, aku di kenalkan oleh Ayah padanya, dia dulu terlihat muda, tapi sekarang, dia terlihat seperti pria yang tidak bugar, bahkan berbeda sekali dengan Ayah yang menjaga olahraganya.
"Hei John!" Aku memanggil.
"Oh ya ampun, kau bahkan membangkang" John menatap ku dengan menggeleng, itu karena aku tak memanggilnya dengan sebutan paman. Kebanyakan anak Amerika memang begitu, jadi jangan heran.
Tapi Ayahku malah memisahkan kami dengan mendorong ku untuk di belakang nya. Sambil menatap serius pada John. "Sudah beberapa kali aku mengatakan nya padamu, jauhkan rokok itu padanya" Tatapnya sambil memojok John.
"Woi, woi... Baiklah, baiklah... Berhenti memojok ku, Man" John mematikan rokoknya dengan menjatuhkan nya kemudian menginjak nya membuat asap rokok itu yang perlahan menghilang dan kemudian menunjukan kedua tangan nya yang kosong tanpa sebatang rokok apapun. "Sudah bukan?"
Dengan hal itu, Ayah menjadi sedikit tenang, mau bagaimana lagi, Ayah sudah dari dulu melindungi ku bahkan dari asap tidak sehat seperti itu. Dia bahkan tak pernah terlihat merokok, tapi belum tentu juga kan, bisa jadi ketika di militer Ayah juga merokok, tapi berhubung ada aku, dia mungkin mencoba menjagaku.
Kemudian dia mulai mengobrol. "Kenapa kau kemari? Bukankah kau ada di San Diego?" Tanya Ayah dengan membuatku masih di samping nya.
"Kematian kakak iparku yang beberapa bulan lalu harusnya aku datang, tapi aku malah tidak datang, jadi aku hanya ingin memastikan mu apakah kau punya rencana bunuh diri karena cintamu sudah tak ada" Tatapnya dengan main main dan bercanda. Sikap santai dan tak tahu malu itu memang membuat Ayahku malu memiliki adik yang seperti itu.
"Aku tidak meminta mu untuk kemari" Ayah hanya menatap datar.
Sedikit informasi, John berumur lebih muda jauh sekali dari Ayah, mungkin umurnya sekitar 25 tahun dan dia belum menikah, pekerjaan sehari harinya adalah seorang dosen yang termuda di salah satu kampus Amerika Serikat, Washington. Yeah, meskipun tampang nya seperti seorang pria yang tidak menyenangkan, mungkin, dia merupakan seorang Dosen yang sangat pintar, lah nyatanya, bisa jadi Dosen tanpa bantuan orang tua. Dia pasti ke Indonesia hanya untuk mengunjungi kami berdua.
Tapi mungkin, dia berkunjung kemari karena suatu hal yang memang harus di katakan penting pada Ayah, aku hanya mendengarnya sekilas dia mengatakan sesuatu soal kampus dimana dia mengajar. "Tanaman itu, spora parasit itu, telah tumbuh di sekitaran kampus berupa bunga tanpa cabang dan sangat kecil" Tatapnya dengan serius, tapi Ayah lebih serius lagi, apalagi dia langsung merangkulku. "Aku sudah bilang padamu untuk tidak membahas itu terlebih dahulu" Tatapnya, sepertinya ada sesuatu yang di sembunyikan di sini yang membuat mereka harus mengobrol diam diam dan yang membuat mereka harus melakukan itu adalah aku.
"Clarina" Ayah menatap membuatku menoleh.
"Bisa kau masuk dan buatkan teh untuk kami?" Tambahnya.
"Ah, aku mengerti..." Aku langsung tersadar bahwa tamu harus disajikan teh, hal itu membuatku langsung berjalan masuk ke dalam, tapi mereka tidak menyusul masuk, aku mendengar samar samar Ayah mengatakan sesuatu dengan pelan tapi dengan nada yang serius dan tenang. "Apa pemerintah tak bisa meneliti lebih lanjut? Jangan hanya di sebarkan di berita yang tidak akan benar"
"Yeah, itu memang harus dilakukan, tapi, cepat atau lambat, virus itu akan menyebar, gejalanya juga sudah sangat buas, karena itulah aku memutuskan kemari, tempat ini sepertinya belum terkena sepenuhnya karena di Amerika, sudah di sebagian kota mereka menggigit dan menyerang, tubuh mereka menjijikan dan itu sebuah fenomena yang sangat mengerikan jika dilihat dari langsung, untung nya beberapa dari meraka masih bisa di kendalikan karena para medis dengan pakaian lengkap langsung sigap mengambil dan memasukan mereka ke tempat karantina yang di buat mendadak"
Aku mendengar mereka mengobrol soal hal seperti itu. Tunggu, Virus? Parasit? Karantina? Apa yang terjadi sebenarnya? Apa mereka mencoba membahas soal apa yang akan di bahas oleh berita? Apakah itu penyebab kenapa di sekitar sini begitu sepi, tentu sajalah, di sini hutan.
Hingga tiba tiba saja aku teringat sesuatu yang langsung membuatku berjalan mendekat ke televisi dan menyalakan nya, yang benar saja, ada banyak berita di sana. Di antaranya adalah berita soal beberapa orang yang menggila. Juga ada siaran langsung yang berakhir kameramen yang terserang. Aku bahkan mencoba menekan nekan tombol nomor secara bergantian di remote dan yang aku dapatkan hanyalah kejadian yang sama hanya saja penyampaian nya berbeda. Siaran langsung yang ilegal itu langsung menunjukan beberapa orang yang menggeram, berteriak kesakitan, terguling guling dengan darah keluar dari telinga bahkan mata mereka, juga ada yang langsung menyerang dan menggigit, tak hanya menggigit,mereka juga sesekali terlihat mencabik cabik dengan terlihat sangat nyata sekali. Kalimat kalimat panik juga mulai muncul.
"Ada apa dengan kota ini! Di berbagai negara sudah mengalami hal yang sama!! Mereka berdarah darah dan berlari seperti orang gila!! Menggigit dan menggerogoti sesama seperti tikus!! Bentuk tubuh mereka tumbuh sangat aneh!! Tolong kami!!"
"Tidak!! Dia menggigit!! Selamatkan kami!!"
Aku yang mendengar itu menjadi langsung menutup mulut tak percaya tapi mendadak tangan Ayah langsung mematikan televisinya membuatku terkejut menengadah dan dia langsung membuatku duduk di sofa. "Hei... Kau menonton film zombie, lagi?" Tatapnya.
"Apa?! Tidak, aku menonton berita, dan sebenarnya apa yang terjadi?"
"Itu hanya film, film, film siaran langsung, mereka pasti sengaja melakukan nya" Ayah terus mengatakan itu seperti menutupi sesuatu lalu John mendekat. "Aku akan keluar sebentar untuk memastikan, panggil aku jika butuh bantuan, aku akan menjemput" Tatapnya lalu kemudian dia pergi begitu saja.
Tapi dengan jantung ku yang berdebar kencang, aku menatap Ayah. "Apa yang terjadi, apa yang sebenarnya terjadi, Ayah?!"
Lalu Ayah langsung duduk di samping ku dan dengan sekejap mata dia langsung memegang kedua bahuku. "Tidak kah kau heran, apakah ada keanehan selama kau terakhir kali sekolah? Seperti beberapa orang aneh? Perilaku teman teman mu yang juga tidak seperti biasanya?"
Pertanyaan banyak itu membuatku harus berpikir dan mengingat ingat, memang jika di pikir kembali, meskipun aku agak tak peduli pada kondisi sekitar sekolah, aku bisa mengamati satu kali setelah itu jika ingin mengingat, hanya perlu memutar apa yang di tangkap mataku meskipun hanya satu kali. Yakni beberapa kali dari teman teman ku yang mereka semua dinyatakan sakit setiap hari secara bergantian, bahkan mereka tidak masuk, bukan nya lengkap, mereka yang tidak masuk juga bertambah banyak, ketika di sekolah pun, ada yang tampak tak Vit tubuhnya, dia memakai masker dan aku seperti bisa melihat ada aura virus yang di sebarkan, tapi aku tak percaya hal itu, nyatanya aku sama sekali tak merasa tubuhku sakit.
Karena aku tak merasakan apapun dalam tubuhku, aku hanya akan mengatakan hal yang sama setiap hari. "Tidak juga, aku tidak pernah tahu dan tak ingin tahu pada kondisi kehidupan sekolah ku yang biasa biasa saja..."
"Benarkah begitu? Kalau begitu" Ayah tampak agak lega kemudian menatap langit yang perlahan gelap malam melalui jendela. "Sekarang tidurlah lebih awal, jangan menonton televisi, jangan mengetik, jangan membuka mata sebelum kau tidur, mengerti?" Ayah menatap sangat serius tapi aku masih belum mengerti membuat ku bertanya polos. "Kenapa?"
"Kau hanya perlu menurut, kau mengerti!?" Ayah tiba tiba menatap tegas membuatku langsung mengangguk cepat dan dia mendorong ku untuk masuk ke kamar. "Tidurlah dengan nyenyak!" Itu kalimat terakhirnya yang membuatku melihat pintu tertutup dan aku masih berdiri tak mengerti di dalam kamar yang gelap. "Sebenarnya, ada apa?"
Aku mencoba mencari tahu di ponsel dan internet yang ada, tapi aku ingat pesan Ayah, karena aku seorang gadis yang penurut, jadi aku hanya akan meletakan ponselku di meja kemudian berbaring tidur di ranjang ku. Tapi sesuatu membuatku tak bisa tidur dengan cepat, aku tahu ini hanya sesuatu yang normal dan aku hanya butuh melakukan gerakan yang sangat banyak untuk menentukan posisi nyaman untuk tidur dengan nyenyak tanpa ada sesuatu yang mengganggu.
Sebelum aku benar benar bisa menentukan posisi tidur yang nyaman, aku ingat pada kalung tadi membuatku memegang liontin perak yang bertuliskan pangkat kekuatan Ayah itu, aku bahkan mulai khawatir dan bertanya tanya sebenarnya apa yang terjadi. Tapi, "Aku yakin, semuanya akan baik baik saja dan Ayah sudah berjanji..."