Rasa sakit hatiku sekarang nampak memaksa aku untuk jadi orang yang dulu sangat bejat di kampungku, maka tepat pukul 12 malam aku melakukan ritual ala kadarnya. Karena aku tahu kalau hanya untuk memelet Bu Linda itu urusan gampang.
Pagi harinya aku sudah tersenyum bahagia karena kini Bu Linda ada dalam genggamanku.
"Tok..tok.."
Aku dengar suara orang mengetuk pintu dan aku pura-pura terkejut kalau yang datang adalah Bu Linda.
Ritual semalam yang aku lakukan adalah ritual dimana seseorang yang aku tuju akan selalu ingat dan ingin selalu dekat dengan aku.
"Bu Linda, ada apa Bu?", aku basa-basi kepadanya.
"Mang Anton, boleh saya masuk dulu?", dia meminta izin agar bisa masuk ke dalam kontrakan.
Aku melihat ke arah sekitar dan tetanggaku nampak sudah pergi kerja dan sudah sangat sepi.
"Silahkan masuk Bu", aku persilahkan dia masuk.
Saat aku masuk tiba-tiba saja dia memeluk aku dari belakang, aku rasakan dekapan begitu erat dan tonjolan pada bagian dadanya nampak menepel tepat di punggungku.
"Bu Linda, apa yang ibu lakukan?", aku kembali berakting seolah tidak tahu apa-apa.
"Mang, dari semalam saya ingat mang Anton terus. Saya kepikiran dengan wajah mang Anton yang dipukuli suami saya, apalagi bagian perutnya pasti sakit sekali. Karena saya juga pernah mengalaminya."
Ucapan dari Bu Linda membuat aku tersentak, hal itu bukan tanpa alasan karena aku juga tidak menyangka kalau pa Raihan termasuk suami yang kasar.
"Silahkan duduk Bu!"
Aku ke dapur dan mencolek keringat pada ketiakku dan aku campurkan pada air minum yang aku akan suguhkan kepada Bu Linda, hal ini pernah aku lakukan pada Tini dan hasilnya kita melakukan tindakan asusila diluar nikah.
"Silahkan diminum airnya Bu, maaf cuma ada air putih saja."
"Gak apa-apa kok mang, ini saja saya sudah terimakasih."
Terlihat dirinya begitu kehausan sampai-sampai air satu gelas habis dalam hitungan detik saja.
"Pak Raihan, hari ini akan aku mulai balas dendam ku.", Gumamku.
Aku tarik tangan Bu Linda menuju kasurku, tentu saja tidak ada penolakan karna efek pelet sudah masuk semuanya.
"Ahhh.."
Desahan Bu Linda benar-benar aku nikmati, keringat dari sekujur tubuh kami berdua menjadi rasa nikmat yang lain. Tubuhnya begitu mulus dan dia sangat merawat bagian penting dalam tubuhnya, tidak seperti Tini yang memiliki bulu ketiak, Bu Linda benar-benar sangat merawat tubuhnya.
Kali ini aku bukan menggagahinya tapi kita melakukannya memakai nafsu dan tentu saja karna pelet yang aku tujukan kepadanya.
Lima belas menit terlihat nafasnya ngos-ngosan, tubuh kami tanpa selimut sama sekali. Karena akupun kalau tidur hanya memakai sarung saja, aku cium bibirnya sembari kembali membacakan mantra saat air liur kami menyatu.
Sekitar jam 11.30 siang terdengar suara dering dari telepon seluler milik Bu Linda, lantas aku lihat kalau itu adalah panggilan dari suaminya.
"Bu, itu ada telepon!"
Bu Linda yang sedang bersandar pada dadaku merasa tidak nyaman dengan panggilan dari suaminya.
"Siapa mang?", dia bertanya dengan rasa kantuk masih menyerang.
"Pa Raihan, Bu.", aku jawab seadanya saja.
Aku lihat dia dengan cuek tanpa busana menuju kamar mandi sempit dimana aku terbiasa mandi, aku menatapnya penuh nafsu karena jujur saja Bu Linda dengan usia 33 masih sangat menggoda.
"Iya pah, ini mamah lagi di rumah Bu Desi."
Aku dengar percakapan dari Bu Linda dan pak Raihan dan aku dapati kalau Bu Linda kini sudah berbohong kepada suaminya.
Usai menelepon dia langsung kembali menindih aku di atas kasur butut dengan aroma yang sudah tidak karuan.
"Mang, kasur kamu bau gini ih."
"Saya tidak punya uang buat belinya Bu."
Bu Linda hanya tersenyum dan mencium erat bibirku penuh nafsu, aku tahu kalau pelet yang aku lancarkan kini telat mengikat sukmanya untuk turut serta percaya kepadaku, aku sadari juga kalau aku ilmu pelet cukup menengah kapada bu Linda.
Jam 1 siang Bu Linda aku biarkan pergi, aku sudah siram rahimnya dengan cikal bakal anakku lebih dari 3 ronde.
Aku rebahkan tubuhku dan sejenak menutup mataku.
"Kang, kang Anton!"
Mataku langsung terbuka ketika mendengar suara istriku Tini, aku baru ingat kalau usai mengakui kedzalimanku kepadanya, aku akan langsung berubah dan tidak akan memakai ilmu pelet lagi. Aku sesali apa yang telah aku lakukan kepada Bu Linda, walau demikian aku sudah tahu cara menghentikan bagaimana peletnya terhenti.
Aku keluar kamar guna menghirup udara segar, terlihat wanita cantik nan ayu yaitu Siti yang merupakan anak dari pemilik kontrakan yang aku tinggali.
"Eh mang Anton, wangi banget mang. Pasti baru gajian ya?"
"Iya sih udah gajian, tapi belum bisa bayar sepenuhnya buat kontrakan. Kan kamu tahu kalau mamang juga butuh makan, masih mamang seminggu lagi aja."
"Ah mang Anton mah parfum aja kebeli, tapi buat kontrakan gak ada."
Jujur saja aku belum mandi sama sekali, mungkin bisa dibilang aroma ketika aku saja bisa bikin orang muntah kalau dekat-dekat, tapi kenapa Siti begitu nyaman dengan aroma tubuhku. Aku pun bertanya dalam hati apa mungkin dia pura-pura nahan biar aku bayar kontrakan gitu ya?
"Neng Siti, emang bener mamang wangi?"
"Iya mang, dari gang depan saja udah kucium baunya."
Aku menelan ludah, tapi aku ingat betul kalau kau tidak memakai benda tersebut.
"Ya sudah kalau mang Anton belum ada uang, nanti seminggu lagi Siti kesini lagi ya."
"I...iya."
"Oh ya mang, nanti minta merek parfumnya apa. Siti mau beliin buat pacar Siti."
Aku hanya terdiam dengan ucapan Siti, aku pun geleng-geleng kepala kalau Siti bisa seperti itu.
Ketika aku mengaktifkan satu saja pelet yang aku miliki, maka sedikit demi sedikit pelet yang serta ilmu yang aku pelajari lainnya akan mengikuti untuk segera aktif.
Malam harinya aku tatapi nasi putih dengan garam dan kerupuk, setiap hari aku makan itu. Tini sudah menyarankan untuk pulang saja ke kampung, disana aku bisa bertani dan berkebun, tapi masyarakat disana udah menganggap aku sampah masyarakat, terutama mungkin orangtuanya Tini. Alasan aku masih dipertahankan oleh keluarganya adalah aku bisa memberi keturunan.
"Tok..tok..."
Tiba-tiba saja terdengar suara pintu diketuk dan terlihat Siti memakai piyama berwana kuning biru.
"Eh neng Siti, ada apa neng?"
"Ini ada sayur sup, kata ibu kasih mang Anton soalnya dirumah kebanyakan."
"Alhamdulillah, terimakasih ya neng."
"Iya mang, saya pulang dulu ya."
Sebelum pulang aku hentikan langkahnya.
"Neng, mang Anton masih wangi?"
"Wangi mang, malahan ini lebih wangi lagi."
"Kasihan ibu sama bapak Eneng, jangan lakukan lagi sama pacar neng Siti."
"Maksud mang Anton apa?"
"Jangan sampai neng Siti buat keluarga malu."
Siti yang mendengar ucapanku nampak terpojok, dia nampak tahu kalau aku mengetahui dirinya sudah tidak perawan dan lebih dari satu kali berhubungan dengan pacarnya.
"Mang, mang Anton jangan bilang ibu sama bapak!", rengeknya.
Aku masih terdiam, aku juga tidak tahu harus berbuat apa-apa. Karena jujur saja Siti adalah anak yang baik, mungkin karena salah pergaulan dia rela melepaskan barang paling berharga untuk seorang wanita.
"Neng Siti pulang saja, mamang janji gak bakalan bilang sama ibu dan bapak."
"Makasih ya mang, tapi kenapa mamang bisa tahu?"
Mana mungkin aku memberi tahu kalau aku bisa tahu seseorang sudah tidak perjaka atau perawan lagi, salah satu ilmu yang aku pelajari bisa mengetahui perawan atau tidak seseorang dengan mencium aroma tubuhku. Bila seorang uang normal dia akan mencium aroma tidak sedap, tapi ini justru sebaliknya. Hal ini karena adanya penyatuan cairan antar kedua insan berlainan jenis.
Sebelum pulang Siti mencium tanganku seolah berterima kasih untuk menjaga rahasianya.
Saat hendak masuk ke dalam rumah terdengar suara tamparan pada pipi cukup keras.
"Astaga, keras sekali tamparannya." Ujarku.
Bersambung