webnovel

Pacaran

Namaku Nadia, pacaran dengan Hendro memang agak membosankan. Masa iya pacaran 2 tahun paling jauh cuma cium pipi sama cium tangan aja, jujur saja aku juga pingin yang lain seperti wanita lainnya kalau pacaran.

Malam itu Hendro sudah seperti biasa mengunjungi aku sekedar pacaran malam Minggu, aku sudah jarang dandan dan hanya memakai piyama disertai kerudung ala kadarnya.

"Kamu cantik sekali malam ini Nad."

Mungkin aku sudah bosan dengan ucapan itu hampir setiap Minggu, Hendro pun sadar dengan perubahan aku pada malam itu.

"Kamu kenapa Nad?"

"Gak apa-apa."

Tiba-tiba saja orangtuaku terlihat sudah rapi dan wangi, aku heran kenapa aku tidak tahu kalau mereka hendak pergi bersama adikku.

Rupanya mereka sengaja tidak memberitahuku karena tahu kalau Hendro pasti ngapelin ketika malam Minggu.

"Ngapain juga pacaran gini-gini doang, minimal ciuman kek." Gerutuku dalam hati.

Sekitar jam setengah 8 aku coba menyandarkan kepalaku pada dadanya Hendro, aroma keteknya buat aku terangsang saja. Memang keteknya Hendro agak menyengat, tapi itu yang buat aku suka. Rasanya pingin nyium langsung keteknya, tapi Hendro selalu nahan katanya takut kebablasan, ini saja aku sudah bisa bersandar pada dadanya sudah suatu kemajuan.

"Mas, kamu tuh gak nafsu sama aku?"

Karena gak tahannya aku sampai berkata seperti itu, sontak Hendro pun heran dengan apa yang aku katakan.

"Gak nafsu gimana sih Nad, ini udah berdiri tegak."

Aku lantas melirik dimana telunjuknya menunjuk ke arah kemaluannya.

"Mana coba?"

Aku semakin berani saja dengan langsung memegang kemaluannya.

"Ahh.."

Hendro agak mengerang entah itu kesakitan atau merasa nikmat.

"Kamu kenapa sih Nad?"

Aku tanpa ampun langsung cium bibirnya, tercium aroma tembakau dari mulutnya.

"Bau rokok ih."

Entah kenapa birahiku begitu luar biasa malam itu, mungkin kondisi kami yang hanya berdua di rumah membuat aku semakin berani saja.

Aku buka gesper yang dipakai oleh Hendro dan terlihatlah ular dengan panjang 15 cm, Hendro coba melarang dengan apa yang aku lakukan. Tapi tangannya terhenti tak kala aku masukkan penisnya ke dalam mulutku.

Aroma pesing dan tidak sedap lantas tidak membuat aku kehilangan nafsuku, justru aku semakin gila akan birahi yang terus menggerogoti keimanan ku.

Tiba-tiba saja Hendro menadahkan wajahku dan ciuman panas langsung aku dapatkan pada bibirku.

"Kamu mau melakukannya?"

Pertanyaan dari Hendro seolah menyadarkan ku karena telah cukup jauh, tadinya aku hanya ingin ciuman dan remas-remas payudara saja. Tapi aku sampai memainkan penis Hendro bahkan aku mengulumnya.

"Kalau aku mau saja kita melakukannya, tapi apa kamu rela?"

Batinku bergejolak antara menolak atau menerima tawaran dari Hendro.

"Kamu mau aku melakukannya dengan orang lain?"

Wajah Hendro seketika cukup panik dan tiba-tiba saja dia mencium bibirku begitu bernafsu, aku tidak tahu kenapa sampai menawarkan hubungan seks secara tidak langsung kepadanya.

Aku buka baju yang Hendro pakai, pada saat itu terlihatlah bulu ketiaknya yang sudah cukup basah dan aromanya semakin tidak tahan saja. Aroma asam dan merangsang membuat aku tidak tahan untuk membenamkan wajahku pada ketiak kanannya.

Sungguh nikmat aromanya sampai-sampai tidak sadar kalau kedua tangan Hendro sudah meremasi kedua payudaraku.

"Enak mas."

Karena ini sudah terlalu jauh maka aku ajak Hendro masuk ke kamarku, tentu saja disana aku luapkan birahiku dengan leluasa.

Hingga pada akhirnya kaminl sudah dalam keadaan telanjang bulat, kami saling menatapi bagian tubuh masing-masing.

Saat Hendro hendak menjilati vagina ku, tiba-tiba saja dia terlihat mual dan ingin muntah.

"Kalau gak kuat jangan jilat!"

Aku tidak menyiapkan untuk berhubungan badan malam itu, jadi aku tidak memakai pewangi vagina.

Akhirnya malam itu kami melakukan hubungan badan, birahiku benar-benar terpuaskan.

Keringat Hendro mengucur begitu deras tak kala genjotan demi genjotan yang dia lakukan, perawanku hilang sudah malam itu. Penisnya begitu sempurna masuk tanpa kesulitan, memang untuk hal seperti ini begitu mudah dan tanpa rintangan apalagi sebelum menikah.

Sekitar 15 menit aku perhatikan Hendro semakin kencang memaju mundurkan pantatnya, tak lama kemudian aku dengar dia mengerang dan aku rasakan hangat sekali pada bagian vaginaku.

"Itu apa tadi?"

"Aku udah keluar."

Aku pejamkan mataku untuk sesaat karena aku harus siap dengan konsekuensi yang sudah aku lakukan, terlebih jutaan sperma milik Hendro kini bersarang pada vaginaku.

Aku hendak selesai tapi aku sadari kalau Hendro sudah mendengkur, aku pun yang kelelahan langsung ikut tertidur. Aku tidak menyangka kalau berhubungan seks yang hanya 15 menit begitu melelahkan.

Sekitar jam 7 pagi aku mendengar samar-samar suara orang-orang diluar kamarku.

Aku lupa kalau kaos yang dipakai oleh Hendro masih ada di ruang tamu, memang Hendro tidak punya motor jadi sebenarnya aku bisa selamat untuk sekedar berbohong.

Aku bingung untuk keluar kamar karena aku tidak menyangka akan bangun kesiangan, aku merasa baru tidur satu jam saja. Rupanya aku kebablasan tidur sampai pagi, lantas aku bangunkan Hendro yang masih tidak berbusana.

"Mas bangun! Diluar banyak orang."

Seketika Hendro terbangun, terlihat keringat dingin keluar dari dahinya. Dia tahu kalau ini sudah terlalu jauh dan hari ini mungkin hari terakhirnya sebagai bujangan.

Benar saja ketika aku keluar kamar dengan memakai piyama semalam aku lihat sudah ada orang tua dari Hendro, satu lagi aku melihat orang yang tidak dikenal sampai aku sadar kalau itu adalah pak penghulu.

"Nad, suruh mandi Hendro! Pagi ini kamu harus nikah dulu."

Sebenarnya aku bahagia mendengar akan menikah dengan Hendro, tapi disisi lain aku kecewa kepada diriku yang tidak bisa menahan birahiku.

Wajah ibuku nampak kecewa dengan apa yang sudah aku lakukan bersama Hendro, mungkin kalau aku lebih sabar aku tidak akan sampai menanggung malu seperti ini.

Tamat.

Next chapter