Malam itu, hujan lebat mengguyur dan membasahi segala sesuatu di dunia; petir yang sesekali menyambar diselingi guntur memekakkan telinga, dan seluruh dunia diselimuti kegelapan.
Tidak ada sedikit pun cahaya di kamar yang remang-remang itu, dan gorden yang tebal menghalau cahaya malam yang muram di luar, sama sekali tidak merambatkan cahaya ke kamar pria itu.
Di atas tempat tidur besar itu, dua orang dengan tengah bergelut mesra dengan napas tersengal....
Malam itu adalah titik balik terbesar dalam hidup Mia... hingga pada akhirnya, dia terlalu banyak digunakan malam itu dan tidak bisa mengingatnya.
Setelah efek obatnya habis dan Mia sudah terbangun, seluruh tubuhnya terasa remuk redam ketika digerakkan. Dia tampak berantakan.
Tangannya perlahan mengepal, dan dia menggigit bibirnya.
Tiba-tiba hidungnya menangkap bau tidak enak, dan ujung hidungnya sudah basah.
Dalam kepanikannya, Mia bahkan tidak menoleh ke arah pria yang sedang tidur memunggunginya. Dia mengertakkan gigi dan turun dari tempat tidur, memungut pakaiannya dari lantai satu per satu, dan memakainya. Kemudian, dia bergegas pergi.
Disertai petir yang menyambar, Mia berjalan keluar di bawah hujan lebat di Jakarta di seperti makhluk tersesat. Namun setelah baru beberapa saat, dia
sudah basah kuyup.
Air matanya sudah mengalir deras ketika dirinya berjalan keluar....
Kata orang, menangis paling nyaman dilakukan di bawah hujan. Di tengah hujan, tidak akan ada yang tahu betapa pengecutnya kita.
Mia tersenyum sekaligus menangis.... Dirinya tampak sangat lesu di bawah lampu jalan yang redup.
Wanita itu tidak tahu bagaimana bisa dia berjalan pulang. Ketika melihat cahaya lampu rumahnya, dia sesaat termenung....
Sudah hampir pagi hari ketika dirinya meninggalkan Hotel Sophia. Dia sudah berjalan lama sekali; kenapa lampu di rumah masih menyala?
Mia tidak berani masuk. Dia berdiri di depan pintu dan memandang ke arah rumah itu. Rasa sakit di hatinya
seketika membanjiri tubuh yang dihancurkan oleh pria itu.
Pintu tiba-tiba terbuka, dan sekalipun ingin, Mia sudah tidak sempat sembunyi.
"Mbak?" Yang keluar adalah Bu Surti, yang merupakan pembantu di rumah Jian. Ketika melihat Mia, wanita itu terkejut, lalu bergegas menghampirinya di depan rumah. "Mbak, Mbak ke mana saja? Mbak tidak ada semalam, waktu semuanya..." suaranya tercekat, "... terjadi!"
Sesuatu telah terjadi. Mia tercengang, dan matanya bergetar samar. Dia kebingungan.
Bu Surti tidak menyadari rasa malu Mia. Hanya saja, dia sudah menduga Mia tidak membawa payung. "Bapak jatuh di lokasi konstruksi... sekarang sudah di rumah sakit. Telepon ke Mas tidak bisa masuk, telepon ke Mbak