webnovel

44. Putra Kedua Tiba

Waktu silih berganti, Tak terasa pernikahan Arwin dan Rino tinggal menghitung 3 hari lagi.

Jasmine sangat pusing mengurus fitting baju pengantin keduanya. Beberapa hari sebelumnya dia sudah berkeliling mencari pakaian yang pas untuk anak juga calon menantunya tapi tidak satupun yang membuat wanita itu terkesan.

Alhasil dia mencari di internet mengingat jaman sekarang yang lagi trend beli apapun di toko online. 8 maid perempuannya pun turut membantu ibu 4 anak itu, Mereka semua berkumpul di satu sofa ruang tamu. Ada yang ikut duduk, setengah jongkok di lantai, berdiri, membungkuk dan berbagai macam model lainnya.

Maid yang duduk di sebelah kanan Jasmine menunjuk, "Nyonya, Nyonya, Coba lihat yang itu, Bagus loh!"

"Iih jangan Nyonya! Terlalu kelap-kelip, Nanti bukannya jadi baju nikah malah mirip ke tempat disko Nyonya!" Di sebelah kiri Jasmine membantah.

Jasmine membenarkan, "Iya juga, Kamu gimana sih ngasih saran kok modelnya begitu" Gerutunya pada maid di sebelah kanan. Kemudian lanjut menggeser layar pilihan baju pengantin ke bawah.

"Ya ampun itu Nyonya! Mereka pasti ganteng pake itu!" Kata Maid yang berdiri.

Jasmine cemberut seketika melihat harganya, "Ini terlalu murah! Baju pengantin harganya kok cuma 800 ribu!" Si Maid tersebut garuk-garuk kepala, Padahal menurutnya itu sangat mahal.

"Kalau yang mahal... Kayaknya itu deh yang cocok Nyonya" Maid itu menunjuk lagi gambar baju pengantin pria berwarna hitam.

Jasmine melihatnya sejenak, Bibirnya mendatar, " Harganya 40 juta, Masih kurang mahal ini! Anakku biarpun bandel begitu tapi Mamanya mau yang terbaik! Apalagi menantuku gantengnya kebangetan kayak gitu, Yang ini tidak cocok buat mereka!" Protesnya.

Sekarang bukan Jasmine yang kelimpungan, Tapi para maidnya. Dari tadi mereka terus memberi saran baju yang cocok tapi ditolak semua oleh Nyonya mereka, Serempak mereka menghela nafas panjang.

Ranti, "Ma lagi liatin apa sih?" Ujarnya penasaran. Bumil tersebut menuruni tangga sambil memegang pinggangnya yang sedikit keram. Sebenarnya dia bermaksud membuat susu untuk Hamerina anaknya. Tapi melihat kerumunan pembantu serta suara ribut mereka membuatnya kepo.

Jasmine, "Ini, Lagi liatin baju pengantin pria buat adikmu sama calon menantu Mama, Sini bantuin!" Panggillnya.

Ranti menggelengkan kepala, "Ogah Ma, Ranti mau buatin susunya Hamerina, Anaknya gak mau tidur tuh" Ungkapnya pada sang mertua. Jalannya sedikit dipercepat lalu berbelok ke dapur, Takut Mama mertuanya akan merengek memaksanya.

Wanita paruh baya itu mendengus, "Iih! Satu rumah kok gak ada gunanya sih! Papa lagi kerja, Ridwan juga kerja, Lintang sama Arwin lagi sekolah! Ini sebenarnya yang mau nikahan siapa sih!" Omelnya kesal.

Dengan sigap salah satu maid memberikannya secangkir teh hangat. Menyeruputnya sedikit, Ia menghela nafas lalu disusul pembantu-pembantu lainnya. Jika wanita itu sudah marah atau stress, Bisa-bisa mereka yang kena imbasnya.

"Ekhem!!" Secara bersamaan mereka menoleh ke pintu, Para maid tiba-tiba membatu.

Beda lagi Jasmine, Wanita itu langsung menaruh asal cangkir tehnya lalu membuang ponsel ditangannya kemudian berlari, Beruntung salah satu pembantu menangkap ponselnya.

Pemuda tersebut tersenyum kecil lalu merentangkan tangannya.

Bruk...

Jasmine, "Ardi!!" Pekiknya bahagia. Akhirnya sang anak kedua yang ditunggu-tunggu kehadirannya telah datang, Purnama Ardiyan Wiranto.

Ardi terkekeh, Diberinya kecupan hangat di kedua pipi dan kepala wanita itu. Para maid perempuan yang masih diam di sofa seketika menggigit jari mereka, Iri melihat perlakuan pemuda itu kepada Nyonya mereka.

Ardi, "Dari tadi Ardi ngasih salam gak dijawab sama Mama, Malah asik ngomel sendiri" Ungkap pria 23 tahun tersebut sedikit kesal.

Melepas pelukannya, Jasmine menatap anak keduanya tajam, "Kenapa baru kesini! Sudah dari tahun-tahun lalu Mama minta buat dateng, Nunggu adik-adikmu jadi ayah semua baru kamu kesini hah?" Makinya bertubi-tubi.

Maid-maid di sofa menepuk dahi bersamaan, Nyonya mereka ini paling bisa menghancurkan momen indah.

Pria itu cengengesan, "Hehe... Sorry Ma" Jasmine mencibir sebal sebelum menuntun anaknya ke sofa.

Jasmine, "Sana kalian balik kerja, Sekalian buatin minuman sama kue, Terus juga bawa barang-barangnya Ardi ke kamarnya, Paham?" Mengangguk patuh, Mereka segera melaksanakan tugas.

Ardi bertanya, "Ma, Yang lainnya kemana kok Mama sendirian?" Herannya saat menyadari keadaan rumah yang kosong kecuali pembantu-pembantu yang berkeliaran di sekitar atau didalam rumah.

Jasmine gemas dengan pertanyaan sang anak, "Tuh kan! Kamu baru 3 tahun di Amerika sudah lupa, Apalagi kalau 10 tahun? Yang ada kamu lupa punya rumah di Indonesia!" Cibir wanita itu.

Ardi, "Loh Mama kok ngomong gitu?"

Jasmine mendatarkan bibir, Memutar bola matanya malas, "Lagian nanya kok yang udah jelas, Papamu kerja, Adik-adikmu ya sekolah!"

Lagi, Pemuda itu hanya bisa tertawa kecil, "Maaf Ma, Ardi kan penasaran"

Jasmine, "Hum!" Dengusnya. Ardi menghela nafas serta geleng-geleng kepala.

"Loh! Ardi!" Kata Ranti terkejut dari ambang pintu.

Dia menoleh lalu ikut kaget, "Mbak Ranti? Kok disini?"

Ranti menunjuk perutnya yang besar, "Gak liat apa ini perut udah mau meledak? Mbak disini ya mau nunggu waktu lahiran ponakan barumu!" Semburnya. Berjalan mendekat dan ikut duduk di sofa, Wanita itu nampaknya melupakan tugasnya.

Ardi tersenyum nakal, "Mas Ridwan kuat' ya mbak, Padahal Hamerina baru 4 tahun loh" Ia mengedipkan matanya pada Ranti.

Betapa malunya Ranti, Wanita itu kini memerah pipinya, "Ah! Ngomong apaan sih!" Elaknya. Ardi terkekeh geli.

Jasmine menimpali, "Bagus kalo begitu, Lah kamu kapan nikahnya? Malah keduluan adikmu" Sarkasnya.

Ardi, "Nunggu jodoh ma" jawabnya santai.

Jasmine, "Memangnya kapan? Mama jadi bingung sama kamu, Cewek kan banyak, Jangan sampai kamu jadi adik-adikmu, Papamu stress sendiri karena mereka sama-sama suka dengan calonnya Arwin"

Ardi membuka matanya sedikit, "Begitu ya? Hebat banget cewek itu bisa ambil hatinya Arwin dan Lintang" Gumamnya kagum.

Tiba-tiba Ranti tertawa lepas, Jasmine pun nyaris tergelak. Ardi mengerenyitkan dahinya, "Apa yang salah sama omongan Ardi?"

Ranti, "Ahahaha! Duh perut Mbak rasanya mau lepas! Waktu itu lucu juga kalau diingat-ingat lagi, Mbak sengaja ngintip soalnya Masmu gak bolehin Mbak keluar kamar, Calonnya Arwin itu ganteng, putih, terus kalo mbak lihat-lihat anaknya juga tinggi loh!" Usai memberhentikan tawanya, Ranti membenahi posisi duduknya.

Ekspresi Ardi berubah menjadi aneh, "Ganteng? Putih? Tinggi? Kok mirip ciri-cirinya cowok sih?" Sambil menggaruk kepalanya bingung.

Jasmine menjawab enteng, "Lah emang cowok calon mantunya Mama kali ini, Makanya mama paksa kamu buat pulang!"

Ardi tersentak, "Apa!?" Kaget pemuda itu. Hampir saja dia berdiri dari duduknya.

Dia terkejut karena sama sekali tidak diberitahu soal ini oleh kedua orang tuanya. Yang diketahuinya hanya sang adik akan menikah sebentar lagi. Ngomong-ngomong dia mengambil jurusan hukum yang membuatnya benar-benar sibuk praktek sana sini.

Jasmine mengangguk, "Maaf Mama tidak ngasih tau kamu, Tapi calonnya Arwin itu ganteeeeng banget! Putih terus tinggi lagi!" Pujinya mengingat-ingat bentuk wajah serta tinggi Rino.

Ranti membenarkan, "Bener kata Mama, Terus... Dia lagi hamil! Gak kebayang kan gimana caranya Arwin bikin tuh anak sampai bunting begitu?!" Ucapnya antusias.

Ardi, "What?! Hamil? Laki-laki? Kalian kok gak ngomong sebelumnya sama Ardi sih!" Gerutunya sebal. Ia merasa mirip orang hutan yang tidak tahu apapun.

Jasmine, "Makanya jangan tinggal disana lama-lama! Iya dia lagi hamil, Terus kebetulan sekali pamanmu sendiri loh yang periksa anaknya waktu ke R.S Indah Palu, Makanya mama percaya kalau anak itu betulan hamil"

"MAMA! MANA CUCUKU HUAAA!" Tiga orang itu tersentak saat mendengar suara teriakan diselingi tangisan dari kamar atas.

Ranti menepuk jidatnya, "Pake lupa lagi! Mama, Ardi, Ranti mau ke kamar dulu, Lupa ngasih Hamerina susunya!" Ia sedikit buru-buru pergi menuju tangga.

Jasmine, "Hati-hati kalau jalan! Pelan-pelan aja! Pembantu banyak kok bikin susu sendiri! Tapi baguslah, Menantu idaman yang kayak gitu" Ardi tersenyum lebar mendengar omelan disertai pujian ala Mamanya.

Next chapter