webnovel

Bab 26

Raja menghempaskan tubuhnya di kursi teras sembari memejamkan mata. Perjalanannya kali ini paling melelahkan tapi juga yang paling menyenangkan. Semangatnya berkobar-kobar. Di sentuhnya bahu Citra yang duduk memunggunginya. Gadis itu berkata ketus.

"Sepertinya kau bertemu Nyi Blorong lagi hingga sebahagia ini." Raja terperangah. Ada apa ini?

"Tidak. Kalau bertemu Nyi Blorong tentu aku tidak pulang ke sini putri cantik. Aku pasti pulang ke pantai selatan." Raja mencoba melucu.

Citra sama sekali tidak tertawa. Membalikkan tubuh dan menatap Raja dengan serius.

"Raja, aku sejak tadi sore mengkhawatirkanmu. Aku tidak bisa memantaumu melalui Babah Liong karena beras kuning itu menghalangi jejakmu. Eh, kau pulang-pulang malah bertingkah genit."

Hah? Apa-apaan sih ini? Raja balik menatap Citra dengan lagak serius yang dibuat-buat. Dipencetnya hidung putri manjing itu dengan gemas. Diletakkannya punggung tangan di dahi Citra.

"Kau demam?" Citra menahan ketawa melihat mimik muka Raja yang lucu. Suasana hati gadis ini langsung berubah ceria kembali.

"Apa sih yang membuatmu berseri-seri tadi? Kau seperti habis ketemu janda cantik bahenol yang sanggup merampas separuh jiwamu tempo hari."

Raja tertawa terbahak-bahak tanpa bisa dicegah lagi. Ketawanya begitu keras dan mengundang kedatangan Kedasih yang tergopoh-gopoh datang sambil mengucek kedua matanya. Diikuti juga oleh Sin Liong dengan mata separuh terpejam karena masih mengantuk.

"Kalian duduklah di sini. Aku telah menemukan jalur 4 yang bisa kita gunakan untuk masuk dengan aman ke Bubat. Atau setidaknya dengan risiko terendah."

Ketiga orang itu langsung tertarik dan kehilangan rasa kantuk begitu mendengar ucapan Raja.

"Aku bertemu dengan tokoh masa lalu lain lagi yang manjing sudah cukup lama di sekitar Bukit Bubat. Dia sakti bukan main. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri resi itu mampu berjalan di atas air! Namanya Resi Saloko Gading." Belum selesai Raja menjelaskan, Kedasih memotong ucapannya tiba-tiba.

"Kau bertemu penasehat spiritual Raja Hayam Wuruk? Resi waskita dan bijaksana yang dalam sejarahnya juga menyesali kejadian Bubat?"

"Aku tidak tahu tentang hal yang kedua. Tapi betul untuk yang pertama. Dia mengakui bahwa dirinya adalah penasehat raja Majapahit. Katanya dia manjing karena ingin menjaga berjalannya ramalan Gerbang Waktu." Kedasih dan Citra semakin tertarik. Sin Liong membuka matanya lebar-lebar.

"Maksudmu Resi Saloko Gading hendak memastikan ramalan itu terjadi?" Citra bertanya menegaskan. Raja mengangguk.

"Jadi resi sakti itu sudah lama manjing di Bubat dan mengawasinya untuk melihat apa yang terjadi dengan Gerbang Waktu saat ramalan mendekati waktunya?" Kali ini Kedasih yang bertanya. Raja mengangguk.

"Itu berarti Resi Saloko Gading akan membantu kita menyatroni Bubat?" Sin Liong menyela dengan antusias. Jika resi sesakti itu membantu mereka, setidaknya dia pasti sanggup menghadapi Nyi Blorong misalnya. Raja menggeleng.

"Tidak Sin Liong. Dia tidak akan ikut campur apabila terjadi sebuah Palagan akibat Manuskrip dan Gerbang Waktu. Dia hanya membantu mencarikan jalan agar ramalan itu benar-benar terjadi tanpa ikut bertempur."

Sin Liong mengangguk-angguk. Masih terbayang olehnya orang-orang aneh suruhan Mada yang punya kemampuan di luar nalar. Raja memang hebat. Citra juga mumpuni. Tapi mereka hanya berdua saja. Sementara Mada dengan seenaknya mendatangkan orang-orang sakti dari masa lalu untuk membantunya.

"Bagaimana cara Resi Saloko Gading memastikan agar ramalan itu benar-benar terjadi? Seperti apa caranya membantu kita kalau dia tidak membantu menyatroni Bukit Bubat?" Citra mengejar penasaran.

Raja melihat ke kanan kiri untuk memastikan situasi aman.

"Resi Saloko Gading menunjukkan jalur ke 4 yang sama sekali tak terduga. Ternyata ada terowongan rahasia yang menembus langsung ke goa Gerbang Waktu di Bubat." Semua mendengarkan dengan mata terbelalak. Wah!

"Iya. Resi sakti itu mengatakan bahwa ada sungai di bawah tanah yang sebetulnya adalah terowongan buatan zaman dahulu sebagai rute evakuasi Baginda Raja jika terjadi ontran-ontran di Pesanggrahan Bubat. Raja Majapahit dulu sering menghabiskan waktu di Pesanggrahan Bubat sehingga dibuatlah rute penyelamatan secara diam-diam sebagai mitigasi jika Baginda Raja terancam bahaya."

Wah! Wah! Selain mata terbelalak, semua mulut yang mendengarkan sekarang ternganga.

"Kita akan menerobos masuk melalui sungai bawah tanah itu. Aku sudah melihat sungainya. Cukup besar dengan arus yang juga deras. Sungai itu menghilang di bawah permukaan bumi di Bukit Jati. Aku menduga sungai itu terpecah dua. Satu mengarah ke Bubat dan satu lagi mengarah ke desa tempat aku bertemu Resi Saloko Gading."

"Gawat! Kalau pecahannya saja selebar 20 meter, seberapa besar sungai utama yang ada di bawah tanah ya?" Kedasih bergumam pelan.

Semuanya terdiam mendengar gumam Kedasih. Sin Liong angkat bicara memecah keheningan.

"Kita harus melalukan pemetaan untuk mengetahui alur sebenarnya sungai bawah tanah itu. Babah Liong rasanya bisa membantu dengan melakukan analisa GIS melalui satelit."

Semua mata memandang Sin Liong. Benarkah?

Sin Liong mengangguk.

"Setelah mendapatkan analisa petanya, barulah kita akan merencanakan dengan lebih sempurna bagaimana cara terbaik menerobos ke sana. Berikut peralatan apa saja yang kita perlukan. Berjalan di bawah permukaan bumi bukanlah perjalanan yang nyaman aku rasa. Lagipula, kita tidak mungkin meraba-raba dalam gelap bukan?"

Kedasih bergidik membayangkan mereka masuk ke goa yang dipenuhi air. Gelap, mencekam, sarang binatang berbisa, dan entah apa lagi bahaya yang terdapat di sana.

"Sin Liong benar. Kita harus punya pegangan sebuah peta yang nantinya menjadi petunjuk arah bagi kita di bawah permukaan bumi nanti." Citra ikutan bergumam.

"Apakah analisa GIS itu bisa memetakan juga seberapa deras aliran, seberapa kedalaman, dan seberapa lebar sungainya?" Pertanyaan bagus dari Kedasih.

Sin Liong mengangkat bahu.

"Tidak akan sampai sejauh itu sih. Kita hanya akan mendapatkan rute yang tepat ke terowongan goa Bubat. Mengenai keadaan di dalam sana, kita akan mengetahuinya saat sudah berada di dalam. Itulah tantangannya."

Kedasih kembali berimajinasi gemuruh air, lantai licin dan gelap, kelabang raksasa, kalajengking, dan ular beracun mematikan di benaknya.

--******

Next chapter