webnovel

Chapter 6

Sosok putih yang tampak jelas di hadapan mereka itu jelas bukan tanaman atau batu yang ditutup kain. Tanpa dilihat lebih teliti lagi pun, tiga anak itu tahu kalau warna putih itu adalah gaun terusan polos dan rambut panjang terurai yang menutupi wajah. Benar-benar seorang gadis kecil. Hanya saja, mereka tidak bisa melihat wajahnya karena gadis itu tertelungkup tidak bergerak sama sekali.

Tangan Ash yang mencengkeram lengan Eleen semakin erat. Perlahan-lahan, Ash mengalihkan pandangannya pada Ciel yang juga ternganga. Merasa takut kalau kesadarannya akan hilang, Ash segera menyentuh siku Ciel lalu membisikan sesuatu."

"Hei, Ciel, bukankah kau tidak percaya hantu? Bagaimana kalau kau saja yang memeriksanya."

Ciel dengan susah payah menelan ludah. Ya, seumur hidup, Ciel memang tidak memercayai hal-hal seperti itu. Baginya hantu adalah makhluk yang tidak memiliki stamina, tidak bisa menambah Health Point, dan tidak mendapat Holy Task. Jelas sekali, gadis kecil itu bukanlah pengikut ABSOLUTE. Sejak kecil mereka selalu diajarkan kalau satu-satunya yang mereka takuti hanyalah ABSOLUTE dan yang mereka hormati adalah penganut ABSOLUTE.

Jadi, untuk apa dia takut pada sesuatu yang abstrak seperti hantu? Ya, itu adalah pikirannya sebelum melihat kejadian ini. Namun, sekarang akal sehat dan logikanya benar-benar melebur entah ke mana. "I-ini pasti bohongan."

Gadis yang berjarak tujuh meter dari mereka itu sama sekali tidak bergerak. Pada saat itu, Ciel menguatkan diri dan melangkah mendekat sementara Ash dan Eleen sudah membeku ketakutan. Begitu jarak semakin terkikis, terdengar suara rengkuhan pendek dan erangan kecil.

"Hei, dia bukan hantu!" Sekejap kemudian, Ciel berlari sambil berteriak menghampiri gadis itu.

"Ciel, tunggu!"

Tanpa memedulikan seruan dari Ash, Ciel bergegas menuju gadis yang tertelungkup di bawah pohon tanpa melihat ke arah lain. Dengan perasaan enggan, Ash ikut mengejarnya bersama Eleen. Meski hatinya gemetar, Ash tidak bisa membiarkan saudara kembarnya itu pergi sendirian.

Setelah mencapai tempat teduh di bawah pohon, Ash melihat Ciel telah memperbaiki posisi gadis itu. Seorang anak kecil cantik dengan rambut putih platinum panjang dengan wajah pucat pasi. Ash memastikan kembali jika sosok gadis itu tidak tembus pandang. Dia membentuk pola tangan untuk mengecek Health Point, tapi tulisan berwarna merah muncul.

Ash melempar pandang pada Ciel dan Eleen. "Apa ini? Kalian pernah melihat tulisan ini sebelumnya?"

Keduanya menggeleng. "Ini juga adalah pertama kalinya bagiku, tapi yang pasti, dia bukan hantu karena aku dan Eleen bisa menyentuhnya seperti ini. Hanya saja … kenapa kita tidak bisa melihat Health Point."

Ash kemudian mencoba sekali lagi. Biasanya, makhluk yang tidak memiliki jiwa pun akan memiliki Health Point. Seperti makanan, pohon, rumah, tanaman, dan sebagainya. Karena itu, bagi mereka, sesuatu yang tidak memiliki Health Point adalah fenomena yang belum pernah terjadi sampai sekarang. Satu-satunya benda yang tidak memiliki Health Point lagi hanyalah mayat manusia.

Mereka tadinya berpikir kalau gadis itu sudah mati. Namun, detak jantung dan napasnya masih terdengar. Tidak mungkin orang yang sudah mati masih memiliki detak jantung dan bernapas kan? Meski begitu, gadis ini sama sekali tidak bergerak meski Ciel dan Eleen sudah membopongnya.

"Tapi, sepertinya dia seusia kita, ya? Mungkin … sedikit lebih kecil?" Ash memperhatikan gadis itu dengan teliti.

Tubuh yang ditahan oleh Ciel dan Eleen sedikit lebih kecil dari mereka. Mungkin usianya sekitar sebelas atau dua belas tahun. Tubuhnya juga kurus, tapi rambutnya benar-benar selembut sutra. Namun, ada satu hal yang membuat Ash merasa aneh.

Ash mengulurkan tangannya, menyentuh untaian rambut putih itu. Rasanya lembut dan tipis ketika disentuh. "Ini pertama kalinya aku melihat warna rambut putih seperti ini."

"Kalau dipikir-pikir, kita belum pernah melihat warna rambut putih seperti ini, ya. Maksudku, bukan warna rambut manusia yang sudah menua, tapi ini … seperti putih susu yang manis?"

Ciel berdecak sambil mendelik pada Eleen. "Kau bicara seperti orang mesum saja, Eleen."

"Hei!"

Ash tertawa kecil menanggapi pertengkaran itu. "Sudahlah. Sebaiknya kita bawa dia ke desa, lalu menanyakan sesuatu saat dia bangun nanti."

Ciel mengangguk. Dibantu Eleen, dia mulai membawa gadis itu dalam rangkulannya. Sementara itu, Ash kembali menoleh ke sekitar dengan harapan bisa menemukan petunjuk lain, tapi dia tidak mampu menemukan apa pun. Hanya ada rimbunan konifer besar dan akar-akar pohon yang menyembul dari tanah.

Gadis itu sama sekali tidak sadarkan diri bahkan setelah mereka keluar dari hutan dan membawanya ke rumah Eleen. Mereka meletakkan gadis itu di tempat tidur tamu, menyelimutinya, lalu duduk berdampingan sambil memandangi gadis itu.

Ada keheningan sesaat sebelum akhirnya Ash memecah kesunyian. "Dia benar-benar bukan hantu karena kita bahkan bisa membaringkannya di sini. Dia manusia, tapi aku masih tidak mengerti kenapa kita tidak bisa melihat Health Point-nya."

Eleen mengangguk, menyetujui pendapat Ash, lalu kembali bicara. "Kalau begitu, apa mungkin ada kaitannya dengan Kanon?"

Ciel mengernyit tidak mengerti. "Apa hubungannya Health Point dan Kanon? Kita bahkan bisa mengecek Health Point dari bayi yang baru lahir. Kurasa, ini tidak ada kaitannya dengan Holy Task."

"Bukan itu maksudku." Pandangan Eleen kembali tertuju pada gadis yang masih tertidur tenang. "Usianya terlalu muda untuk berkelana sendirian. Sejak tadi aku terus memikirkan tentang orang tuanya. Bisa saja kalau gadis ini sedang berkelana bersama orang tuanya, lalu tersesat sampai melewati perbatasan. Gara-gara itu, dia dianggap melanggar aturan dan sistem Health Point-nya error."

Ash tiba-tiba melanjutkan. "Lalu dia tidak akan sadarkan diri, tapi tetap bernapas."

Kemudian, mereka bertiga saling melempar pandangan seolah-olah baru saja memecahkan sebuah kasus sulit. Namun, ekspresi itu hanya bertahan selama beberapa detik sampai Ash menambahkan lagi.

"Tapi, bukankah dia akan langsung dihukum dan dibawa ke Katedral untuk penyucian?"

"Benar juga. Jadi tidak mungkin, ya …."

"Bagaimana kalau dia melarikan diri?" Kali ini Ciel yang mencetuskan sebuah pemikiran baru. "Bisa saja dia kabur ketika Holy Knight ingin membawanya. Lalu, untuk memudahkan pencarian, ABSOLUTE mematikan sistem Health Point-nya, kan?"

"Itu bukan pemikiran yang buruk, tapi sedikit tidak masuk akal. Holy Knight kan hebat. Tidak mungkin mereka tidak bisa menangkap gadis sekecil ini. Apalagi gadis ini sepertinya tertidur cukup lama sejak rumor itu tersebar, kan?"

Eleen dan Ciel lagi-lagi mengangguk membenarkan pendapat Ash. Di dunia ini, makhluk terkuat setelah ABSOLUTE adalah Holy Knight. Mereka adalah kaki tangan ABSOLUTE dalam menjalankan Kanon. Ketika ada manusia yang melawan Kanon, merekalah yang menanganinya. Karena kekuatan Holy Knight yang luar biasa, di dunia ini tidak ada peperangan dan tidak ada manusia yang berani melanggar Kanon.

Pandangan Ash tertuju pada kelopak mata gadis itu yang tertutup. "Meski kita tidak tahu apa alasannya datang ke tempat ini, tapi … mungkin saja dia membawa sesuatu yang tidak bisa kita bayangkan."

Setelah mengucapkan kalimat itu, Ash berdiri. "Sebentar lagi Holy Task kita akan dimulai. Eleen, aku titip gadis ini di rumahmu dulu, ya. Seandainya dia benar-benar bangun dan tidak memiliki tempat tinggal, aku akan bicara pada Bibi Nalt untuk membiarkannya tinggal di katedral desa."

Eleen mengangguk. "Aku mengerti. Kalau ibuku pulang, aku akan menanyakan tentang anak ini padanya."

"Baiklah, kami berangkat dulu." Ciel ikut berdiri. Namun, sebelum berbalik, Ciel memandangi gadis itu selama beberapa detik. Entah kenapa Ciel merasakan aura yang familier.

Sejak dia melihat gadis ini, saat menyentuh kulitnya, lalu ketika memandanginya dalam tenang. Sesuatu yang sangat dalam dan dingin dalam dirinya seakan tertarik keluar. Namun, dia masih belum tahu apa alasan dirinya merasa seperti itu.

Dengan hati-hati, Ciel membungkukkan tubuh untuk memandang wajah gadis itu dari dekat. "Hei, gadis ini … pasti akan bangun, kan? Ah, tidak. Pasti akan menyenangkan kalau kamu segera terbangun."

Next chapter